Bu Yanti sedari kemarin mengalami kontraksi. Siang ini percakapan saya dengan Tim Direktorat Sosial DPP PSI terpaksa terhenti karena mereka harus mengantar Bu Yanti ke bidan untuk memeriksakan kandungannya.
Muliyanti nama lengkap ibu yang sedang hamil tua itu. Adalah sebuah kisah kemanusiaan bagaimana warga Jakarta harus berjuang di tengah pandemi Covid-19.
Bu Yanti adalah seorang pemulung. Bersama suaminya yang adalah penjual rongsokan, mereka awalnya mengontrak di daerah Budi Kemulyaan. Namun situasi Pandemi Covid-19 yang menghantam juga sendi ekonomi membuat mereka harus menggelandang di sekitaran Tanah Abang bersama anak-anaknya.
Saat itu bu Yanti pasrah, ia sudah tidak mampu lagi membayar kontrakan, meski ia sedang hamil tua, ia dan keluarganya akhirnya menggelandang bersama warga lain yang juga terpaksa menjadi tunawisma.
Bu Yanti sudah sepuluh tahun mengadu nasib di Jakarta bersama suaminya. Mereka adalah satu dari jutaan warga Jakarta yang merupakan kelompok paling rentan dalam situasi pandemi Covid-19 ini. Beberapa dari mereka berasal dari tempat yang jauh seperti Lampung, dan karena PSBB terjebak di Jakarta, tanpa saudara, tanpa uang, tanpa rumah, dan tanpa makanan.
Makan sehari-hari didapatkannya dari solidaritas para relawan yang menyalurkan bantua. Menurutnya, ada saja yang memberi.
Salah satu yang turun langsung untuk membantu para tunawisma ini adalah Anggota DPRD DKI Fraksi PSI, bro Justin, dan Tim Direktorat Sosial DPP PSI yang dikomandani bro Sigit Widodo. Mereka yang pertama berbagi keresahan soal bertambahnya tunawisma di Jakarta. Mereka merasakannya saat membagikan roti dan makanan setiap malam yang sebelum pandemi dikelola oleh Foodbank PSI.
Meski begitu, PSI sebagai partai yang sering menyoroti persoalan perempuan dan anak tidak bisa hanya membantu makanan setiap malam. Bu Yanti yang sedang menunggu hari persalinannya dan anak-anaknya yang masih kecil tidak layak tidur di jalanan. Kami lalu menghimpun kekuatan untuk menolong Bu Yanti. Kisah Bu Yanti diceritakan oleh bro Sigit ke semua elemen PSI.
Bro Didon, Ketua PSI Jakarta Pusat, langsung mencari kontrakan untuk Bu Yanti dan keluarganya. Direktorat Perempuan dan Anak DPP PSI sis Milly mencoba mencari info soal dokter dan RS yang masih melayani ibu hamil pada masa Covid-19 karena ternyata beberapa RS di Jakarta dikhususkan untuk Covid-19. Tim Sosial Media PSI juga menyebar beberapa ajakan untuk donasi membantu korban Covid-19.
Usaha menolong Bu Yanti kami lakukan sambil terus membantu wilayah lain yang terdampak Covid-19 dengan membagikan ember cuci tangan disertai sabun. Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta juga secara ketat mengawasi proses pemberian bantuan oleh Pemerintah Provinsi DKI.
Di sela-sela kesibukan tersebut, Bu Yanti tetap menjadi beban pikiran kami. Diskusi di grup mulai menemukan titik terang untuk kontrakan untuk Bu Yanti.
Malam itu juga, setelah mendapatkan kontrakan hasil pencarian PSI Jakarta Pusat, kami segera bergerak. Datanglah momen yang mengharukan tersebut; kami menjemput Bu Yanti di tempat ia menggelandang, di depan sebuah toko di sekitaran Tanah Abang. Ibu yang sedang hamil tua tersebut tidur beralaskan sisa-sisa spanduk, bersama anak-anaknya yang masih kecil. Wajahnya semringah saat kami datang bilang bahwa kami sudah mendapatkan kontrakan baginya.
Tatapannya berkaca-kaca seakan tidak percaya bahwa kami benar-benar kembali untuk membawanya ke tempat yang lebih baik. Hanya menenteng sebuah tas ransel, Bu Yanti ikut kami ke rumah barunya, sebuah kontrakan yang tidak jauh dari Tanah Abang. Ia memanggil kami masing-masing dengan sebutan Om, dan mengucapkan terima kasih berkali-kali sambil berucap bahwa ia tidak akan bisa membalas kebaikan kami, hanya Tuhan yang bisa.
Situasi haru memang tidak tertahankan malam itu. Kami pun menahan tangis dalam hati kami dan berusaha tetap ceria. Bukan apa-apa, namun kami baru menyadari nilai sesungguhnya dari sebuah solidaritas. Uang dan barang-barang yang bagi kami tidak seberapa sungguh berguna bagi mereka. Dan bagi kami bisa memasangkan masker pada anak Bu Yanti saja sudah senang, tidak terbayang bagaimana kalau anak-anak ini tertular Covid-19 karena hidup di jalanan.
Meski begitu, tugas kami belum selesai. Hari persalinan Bu Yanti sudah dekat, karena itu kami tidak bisa lepas kontak dengannya.
Lagi-lagi di sela-sela kesibukan, ada saja kader PSI yang mengontak Bu Yanti hanya untuk menanyakan kabar kehamilannya. Dan tibalah hari ini, di mana Bu Yanti yakin ia akan segera melahirkan, pengurus PSI Petamburan langsung mendampingi.
Kamis, 14 Mei 2020, kami menjadi saksi kelahiran putra Bu Yanti, korban keganasan pandemi Covid-19 yang melumpuhkan roda ekonomi dan menggilas rakyat kecil. Hanya solidaritas yang kami miliki sebagai modal untuk meyakinkan Bu Yanti bahwa ia bisa melewati masa-masa sulit ini.
Bantuan kecil kami ini hanya ingin membuktikan bahwa jika kita bergerak bersama, kita bisa mengatasi kesulitan apa pun yang menghadang di depan. Salam Solidaritas.