Ayolah Bibi! Demi Pilpres 2024, setidaknya sekarang ini kita harus bersungguh - sungguh "Membangun Citra!" Jika suara sesama "Keluarga Pejabat" saja tidak Bibi dengarkan, bagaimana rakyat bisa yakin bahwa suara mereka akan Bibi dengarkan!!

Tertanda, Ponakan Pejabat Negara.

***

Sungguh bahagia sekali rasanya menjadi para Penguasa di "Negri Seribu Microfon Mati" ini.

Gedung parlemen kembali memanas akibat konflik yang sedari dulu masih saja belum beranjak. Mikrofon mati ketika interupsi-interupsi sedang diutarakan oleh mereka yang masih merasa bahwa mereka adalah Perwakilan Rakyat dan harus mewakili suara rakyat.

Keangkuhan-keangkuhan berkedok "Kedisiplinan dan menghargai waktu," tampaknya selalu menjadi andalan hingga segelintir Perwakilan Rakyat tidak mendapatkan kesempatan mereka untuk berbicara. 

Baca Juga: DPR Berulah Lagi

Sekarang kita nekat saja menyimpulkan, jika suara "Sesama Pejabat" tidak mereka dengarkan lantaran alasan,

"Sidang akan ditutup karena sudah menghabiskan waktu selama 3 jam."

Lantas bagaimana alasan mereka mengabaikan suara rakyat? Apa dengan,

"Kami yang lebih paham karena kami sudah bertahun-tahun menjabat!?"

Selasa, 24 Mei 2022 kemarin berlangsung rapat paripurna dimana anggota komisi IV yaitu Amin AK sedang mengajukan interupsinya terkait dorongan revisi KUHP.

Memang benar, Pimpinan rapat Puan Maharani kala itu sudah memberi peringatan bahwa waktu interupsi selama 1 menit, dan Amin AK pun berusaha untuk bernegosiasi dengan meminta waktu selama 4 menit.

Hal yang mengejutkan pun terjadi di menit ke 3 ketika Amin masih menyampaikan interupsinya, mikrofon pun dimatikan dan Puan Maharani segera mengambil alih namun sayangnya justru untuk menutup rapat paripurna tersebut.

"Dengan demikian, selesailah rapat paripurna anggota dewan hari ini, selaku pimpinan rapat, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat para anggota dewan dan hadirin sekalian atas ketekunan dan kesabaran dalam mengikuti rapat paripurna anggota dewan hari ini. Dengan seijin anggota dewan kami perkenankan, kami menutup rapat ini dengan mengucapkan alhamdulillah, wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh. Om santhi santhi om, Namo buddhaya salam kebajikan."

Mengingat hal ini bukan merupakan kali pertama Puan Maharani mengandalkan kekuasaannya untuk tidak memberikan kesempatan kepada sesama Perwakilan Rakyat dalam memberikan suara mereka ketika rapat, saya akan mengajak para pembaca setia saya untuk kilas balik aksi-aksi serupa yang menjadi "Historical of otority" seorang Puan Maharani.

Pada tanggal 8 November 2021 silam, ketika rapat persetujuan Panglima terhadap Jendral Andika Perkasa dimana kala itu anggota komisi X dari partai PKS, Fahmi Alaidrus hendak memberikan interupsi, mikrofonnya pun lantas dimatikan ketika sedang berbicara.

Namun sikap Puan Maharani yang demikian tak lagi begitu viral dikarenakan aksi serupa juga pernah terjadi sebelum rapat tersebut. Yaitu pada tanggal 5 Oktober 2021. Siapa yang tidak mengingat peristiwa walk outnya fraksi dari partai Demokrat ketika perdebatan sengit mengenai pembahasan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja - Omnibuslaw terjadi?

Bahkan 1 menit pun Pimpinan rapat tidak memberikan kesempatan untuk berbicara, berulang kali mereka berusaha untuk berbicara berulang kali pula mikrofonnya dimatikan hingga akhirnya menyatakan walk out dan tidak bertanggung jawab atas Rancangan Undang - undang tersebut.

Kita jangan berbicara dulu siapa yang lebih berkuasa, siapa yang lebih memahami rules persidangan, siapa yang perlu menghargai siapa, sekarang kita berbicara dulu mengenai "Etika dan Moral" wahai para Penguasa!!

Bukankah semenjak di bangku Taman Kanak-kanak anda-anda sekalian sudah diajarkan bahwa, "Kita tidak boleh memotong pembicaraan orang lain yang sedang berbicara."

Sudah banggakah anda-anda sekalian menduduki bangku para Penguasa sedangkan Guru anda-anda sekalian merasa GAGAL mendidik dan memberikan pelajaran pertama di bangku pendidikan!!

Dimana rasa malu anda-anda semua ketika perdebatan "Rendah etika dan moral" antar sesama anda kini menjadi tontonan?!

Bermalu-malulah wahai Paman dan Bibi Bangsaku..

***

Terkhusus kepada para pembaca setia saya dimana pun berada, mulai hari ini hingga menjelang Pemilihan Presiden di 2024 nanti, saya akan semakin fokus me-representasikan para Pejabat Negara yang akan maju menjadi Presiden Republik Indonesia.

Tujuan saya adalah, agar masyarakat Indonesia khususnya para pembaca setia saya di luar sana memiliki pertimbangan, dan pertimbangan yang akan saya sampaikan pun hanya terpusat kepada personal dan kepribadian masing-masing Calon Presiden, serta rekam pencapaian positif dan negatif para Pejabat Negara, karena saya pribadi sedang tidak berada di bawah pengaruh Partai mana pun.

Jadi benar-benar mutlak dalam sudut pandang saya dan akan saya sampaikan melalui sudut pandang "Ponakan Pejabat Negara." 

Sedang untuk Puan Maharani sendiri, saat ini saya merasa Puan Maharani masih belum layak menduduki bangku Kepresidenan. Namun tidak ada yang tau perubahan dari sosok seorang Puan akan seperti apa dalam beberapa tahun ke depan, mari sama-sama kita saksikan.