Konstruksi bangunan baik berupa perumahan, gedung bertingkat, jalan dan jembatan atau berbagai konstruksi bangunan dibidang keteknik sipilan lainnya adalah kebutuhan manusia. Konstruksi bangunan terus ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan konstruksi berjalan dengan meningkatnya mutu material yang digunakan. Semen Portland merupakan pengikat yang telah digunakan dalam industri konstruksi sejak dulu.

Semen adalah bahan yang memiliki sifat hidrolis yang dapat mengikat dan mengeras apabila bereaksi dengan air. Fungsi utama dari semen adalah untuk mengangkat material yang ada satu sama lain. Agregat sendiri merupakan butiran – butiran mineral yang dicampurkan dalam beton sebagai bahan pengisi, yang mengisi sebagian besar volume dari beton

Beton merupakan bahan yang terbentuk dengan menggabungkan beberapa bahan yang terdiri dari agregat kasar dan agregat halus, kemudian disatukan dengan air dan semen sebagai bahan pengikat dan pengisi antara agregat halus dan kasar. Penambahan bahan additive atau admixture juga dapat dilakukan dalam pembuatan beton untuk menghasilkan tingkat kualitas tertentu.

Sifat – sifat  beton dipengaruhi oleh kualitas bahan, cara perawatannya, serta cara pengerjaannya. Karakteristik semen mempengaruhi kualitas beton dan kecepatan pengerasannya. Gradasi agregat halus mempengaruhi mempengaruhi pengerjaannya, sedangkan gradasi agregat kasar mempengaruhi kekuatan beton.

Pada saat keras, beton diharapkan mampu memikul beban sehingga sifat utama yang harus dimiliki oleh beton adalah kekuatannya. Kekuatan beton terutama dipengaruhi oleh banyaknya air dan semen yang digunakan atau tergantung pada factor air semen dan derajat kekompakannya. Adapun faktor yang mempengaruhi kekuatan beton adalah perbandingan berat air dan semen, tipe dan gradasi agregat, kualitas semen, dan perawatan.

Menurut Sumardi (2000) kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton /mortar dengan dua macam mekanisme, pertama secara radiasi yakni pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas.

Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak.

Menurut Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250◦C. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas, dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya.

Panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300◦C, maka beton akan berubah warna menjadi merah muda. jika di atas 600◦C, akan menjadi abu – abu agak hijau. Jika sampai di atas 900◦C menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200◦C akan berubah warna menjadi kuning

Ahmad (2001) juga membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar secara analisis dan eksperimen. Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufiq (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm². kekuatan beton yang dioven pada temperature 200◦ dan 400◦C adalah 88,89 % dan70,14 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan berdampak pada struktur beton. Karena akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang bergantian, dan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks. Hal ini mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut.

Pada beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200◦C terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan silikafume dan superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana kekuatannya tinggal 35%.

Kuat beton yaitu besarnya beban per satuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani gaya tekan tertentu. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu sebuah struktur di mana semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, maka tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

Factor yang dapat mempengaruhi mutu kekuatan beton yaitu proporsi bahan penyusun, metode pencampuran, perawtan, dan keadaan pada saat pengecoran. Dalam peraturan beton bertulang Indonesia 1971 N.IN – 2 (1971) dijelaskan kelas dan mutu beton.

Beton kelas I adalah beton untuk pekerjaan non struktural. Untuk pelaksanaannya tidak diperlukan keahlian khusu. Pengawasan mutu hanya dibatasi pada pengawasan ringan terhadap mutu bahan – bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan.

Beton kelas II untuk pekerjaan structural secara umum. Pelaksanaannya memerlukan keahlian yang cukup da harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli. Pada mutu B1, pengawas mutu hanya dibatasi pada pengawasan sedang terhadap mutu bahan, sedangkan terhadap kekuatan tekan tidak disyaratkan pemeriksaan.

Beton kelas III merupakan beton untuk pekerjaan strukturil di mana dipakai mutu beton dengan kekuatan tekan karakteristik yang lebih tinggi dari 225 kg/cm². pelaksanaannya memerlukan keahlian khusus dan harus dilakukan di bawah pimpinan tenaga ahli.