Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) umumnya adalah anak muda yang baru saja masuk dunia politik dengan profesi awal yang beragam, tidak terkecuali petani. 

Adalah Denny ketua PSI Cianjur yang baru-baru ini saya ketahui juga bertani di atas tanah keluarganya seluas 2 hektare. Selidik punya selidik, ternyata almarhum ayah Denny adalah seorang petani, dan awalnya politisi muda ini tidak mau bertani, baru setelah kepergian ayahandanya saja ia beranikan diri untuk bertani.

Celakanya, baru saja coba-coba bertani selepas pemilu 2019, tiba-tiba Virus Corona (Covid-19) melanda. Akhirnya, saat dihadapkan pada panen di Mei 2020, Denny putar otak untuk menjual hasil pertanian dan bagi hasil dengan petani lain yang membantunya. 

Akhirnya Denny yang sebelum menjadi politisi dikenal sebagai aktivis media sosial mencoba menjual hasil buminya secara online. Pembeli pertamanya adalah Sekretaris Jendral PSI yang awalnya berniat memborong hasil bumi Cianjur tersebut untuk dibagikan. 

Ini bukan pertama kali SekJend PSI memborong hasil bumi. Saya ingat tahun lalu juga kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PSI pernah banjir sayuran. Namun kali ini panen Denny terlalu banyak untuk diborong sendirian, maka SekJend mengenalkan Denny ke sis Susy Rizky dari Direktorat Buruh, Tani dan Nelayan DPP PSI.

Solidaritas bagi Susy Rizky bukanlah kata-kata pemanis, melainkan makanan sehari-hari. Mulai dari pasien pertama Covid-19 dikenali di Indonesia sampai saat tulisan ini ditulis, sis Susy Rizky tidak pernah menikmati kemewahan Work From Home (WFH). Hidupnya saban hari di jalanan, mengantar berbagai bantuan ke pekerja medis di garis depan dan masyarakat terdampak kebijakan pasca Covid-19. 

Di tangan Susy Rizky, panen Denny yang tampaknya banyak itu ludes dibeli ratusan orang. Maklum, sehari-harinya sis Susy Rizky memang berjualan, walau yang dijual jauh berbeda, barang antik berbahan kayu. Sekarang Denny yang kewalahan. Ponselnya tidak berhenti bergetar. Sekitar seratus orang memesan buncis, terong, dan cabe keriting hasil panennya.

Keesokan harinya, Denny mengatur penjualan yang sama sekali belum pernah ia lakukan, karena biasanya ia langsung saja menjual seluruh hasil panen kepada tengkulak. Sekarang ia bukan hanya jadi petani, tapi harus jadi tukang sayurnya juga. 

Hasil panen yang biasanya dikemas dalam karung besar harus diecer jadi satu-kiloan. Bukan hanya itu, dia harus mengantar sendiri 1.400 kilogram sayuran itu ke Jakarta. Awalnya Denny pikir mobilnya muat membawa semua itu ke Jakarta. Ternyata tidak. Jadi dia harus sewa satu mobil lagi khusus untuk jadi tukang sayur di Jakarta.

Setelah bolak-balik rumah dan lokasi tanah garapan yang berjarak dua sampai tiga jam tersebut, dia berhasil mengatur akomodasi untuk ke Jakarta, walau harus mengalami dua kali pecah ban di hari yang sama. Tapi sama seperti politisi lain di PSI, Denny ini santai orangnya. Semua ia kerjakan dengan riang gembira.

Singkat cerita, Cianjur-Jakarta tanpa tidur, sampai Jakarta ia mengubah parkiran DPP PSI menjadi lapak buncis, terong, dan cabe keriting. Para pemesan ada yang mengambil sendiri, ada yang mengirim ojek online untuk mengambil pesanan sayurnya. 

Cabe keriting dan terong beberapa belum sempat dikemas per kilo di Cianjur, karena mengejar waktu tiba di Jakarta, maka beberapa keamanan kantor DPP PSI membantu Denny nimbang cabe dan terong. Inilah potret solidaritas di PSI, nyata senyata-nyatanya. 

Setelah semua itu selesai, Denny barulah ngobrol dengan sis Susy Rizky sebagai Direktorat Buruh, Tani dan Nelayan DPP PSI untuk bicara politik sedikit, karena jam 7 malam ia harus kembali ke Cianjur, supaya sewa mobilnya tetap satu hari. Sambil ngobrol, ia masih tetap menerima pesan-pesan di ponselnya. Beberapa berisi komplain karena berat sayurnya susut di perjalanan.

"Ternyata susah juga jadi tukang sayur," kata Denny sambil tertawa saat bercerita pada saya di telepon.

Meski begitu, Denny tidak kapok. Dia bercerita bahwa panen selanjutnya pun sudah ada pembeli, kali ini di Tangerang. Lagi-lagi ini adalah pembeli hasil marketing sis Susy Rizky. Rupanya jualan Denny sudah viral di dunia persayuran para ibu rumah tangga. Kali ini ia akan menjual sekitar 800 kilogram sayur, dengan harga sedikit lebih tinggi dari yang pertama, dikarenakan pembelinya merasa harga Denny terlalu murah.

Bagaimana tidak, dia menjual sayuran dengan harga yang sama seperti dia menjual ke tengkulak. Tukang sayur yang terlalu baik Denny ini. Saat mengetahui hal itu, sis Susy Rizky sampai bilang, “Pantas saja petani tidak akan pernah untung, harga jual mereka ke tengkulak sangat murah.”

Buat yang mau tahu berapa Denny jual buncis dan terong, itu semua dijual 5.000 rupiah sekilo. Siapa yang tidak tertarik akan murahnya?

Saya rasa sekian dulu cerita saya soal politisi unik PSI ini, yang berpolitik sambil bertani dan dagang sayur online. Meski begitu, lewat twitternya @DayneNoe, saya tahu juga kalau dia tidak lelah bekerja untuk masyarakat Cianjur. 

Sehari setelah drama tukang sayur tadi, dia bersama beberapa orang temannya berbagi telur ke masyarakat Cianjur yang terdampak Covid-19. Para lansia dan buruh lepas menjadi target Denny untuk kegiatan berbagi telurnya.

Baginya, agar dapat melewati masa pandemi ini, masyarakat harus menjaga asupan gizi dengan paling tidak makan telur. Sungguh kadang saya terharu melihat rekan politisi separtai saya yang idealis dan berhati mulia seperti Denny ini. Politisi baik itu sungguh ada, teman-teman. Salam Solidaritas!