Serangan Rusia ke Ukraina sejak Februari 2022 lalu menjadi penyebab krisis di seluruh dunia terutama dalam hal energi. Akibat penyerangan itu, Rusia diberi banyak sanksi oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara lainnya. Sanksi tersebut bertujuan untuk membuat Rusia kesulitan dalam segi ekonomi dan akhirnya memutuskan untuk memberhentikan perang.
Namun, ternyata Rusia tak kunjung memberhentikan serangannya hingga saat ini. Akibatnya, kendala terkait rantai pasokan terus berlanjut dan menjadikan inflasi melambung tinggi. Oleh karena itu, mayoritas ahli ekonomi mengatakan bahwa krisis ini akan mengakibatkan resesi pada tahun 2023.
Di sisi lain, kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang melimpah sumber daya alamnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa krisis yang terjadi saat ini secara tidak langsung menempatkan Indonesia pada posisi yang menguntungkan, sebab karena adanya krisis inilah peluang untuk mendapatkan devisa negara makin tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan nasional adalah konsumsi rumah tangga, investasi, pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih. Maka, dapat dikatakan bahwa resesi global yang diprediksi akan terjadi pada 2023 meningkatkan pendapatan nasional karena Indonesia akan kebanjikan ekspor.
Melimpahnya sumber daya alam Indonesia menjadi berkah tersendiri dalam keadaan krisis seperti sekarang ini. Selain dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia juga dapat mengekspor sumber daya alam dengan keuntungan yang berkali lipat dibandingkan biasanya. Ekspor minyak, gas bumi dan bahan-bahan mentah lainnya meningkat drastis, bahkan tertinggi sepanjang sejarah. Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2022) dalam situs resminya mengatakan bahwa:
Ekspor non-migas secara kumulatif Januari-Oktober 2022 masih mencatatkan pertumbuhan yang sangat tinggi sebesar 30,61% (ytd). Sementara itu pada periode yang sama, pertumbuhan ekspor migas mencapai 37,4% (yoy). Dari sisi sektoral, sektor pertambangan mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 82,68% (yoy), disusul sektor manufaktur yang tumbuh mencapai 20,4% (yoy), sementara sektor pertanian tumbuh 14,17% (yoy). (para. 4).
Meningkatnya ekspor menjadi penyebab meningkatnya pendapatan nasional. Hal tersebut adalah karena peningkatan ekspor memberikan efek positif yang beruntun pada perekonomian negara.
Efek pertama yang terasa adalah pada angka pengangguran yang menurun karena pengusaha pasti memerlukan tenaga kerja tambahan untuk mengerjakan pesanan ekspor yang diterima oleh perusahaan. Berkurangnya pengangguran secara tidak langsung meningkatkan daya beli karena pendapatan per kapita yang meningkat. Itu berarti, konsumsi rumah tangga meningkat.
Apabila konsumsi rumah tangga naik, tentunya pajak konsumsi yang merupakan sumber penerimaan negara juga meningkat dan pemerintah dapat lebih banyak melakukan belanja negara atau yang disebut dengan pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah antara lain adalah pemberian subsidi, pembangunan infrastruktur, Bantuan Langsung Tunai, dan lain-lain.
Apabila rakyat sejahtera dan perekonomian dalam negeri berjalan dengan baik, tentu akan menimbulkan sentimen positif bagi Indonesia. Dampaknya adalah akan banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya di Indonesia. Makin banyak investor yang menanamkan modalnya, tentu perekonomian berjalan makin lancar.
Kenaikan ekspor energi seperti sekarang ini tidak akan turun drastis dalam waktu dekat, sebab akar permasalahannya cukup rumit dan sulit diselesaikan. Karena memang untuk mengganti penggunaan jenis energi satu ke jenis energi lainnya tidaklah mudah. Contohnya adalah masalah gas alam eropa yang digantikan dengan gas cair atau yang disebut dengan LNG. Dikutip dari Warta Ekonomi
....Tidak seperti gas pipa, yang biasanya dipasok berdasarkan kontrak jangka panjang, LNG lebih sering dibeli di pasar spot, dan biayanya cenderung berkali-kali lipat lebih tinggi.(Pede, Uni Eropa Klaim Bisa Gantikan Pasokan Gas Rusia karena, 2022).
Menambah produksi dari negara yang tidak terkena sanksi juga tidaklah mudah. Bimo (2022) mengutip perkataan Menteri Energi Arab Saudi Pengeran Abdulaziz bin Salman (2022) yang mengatakan bahwa, “Kemungkinan besar akan menjadi 13,2 hingga 13,4 (juta barel per hari, bph), tetapi itu akan (tercapai) pada akhir 2026, awal 2027."
Kutipan-kutipan berita tersebut merupakan gambaran kecil tentang betapa sulitnya mencari solusi atas permasalahan energi karena terdapat kendala waktu dan biaya. Keadaan sebenarnya tentu jauh lebih rumit dan kompleks. Tentu banyak faktor yang harus dipertimbangkan selain waktu dan biaya.
Berkaca dari kondisi saat ini, pendapatan nasional Indonesia ke depannya akan terus meningkat. Masalah rantai pasokan yang tidak mudah untuk diselesaikan membuat keadaan seperti sekarang ini akan bertahan setidaknya untuk beberapa tahun ke depan. Itu berarti, peluang Indonesia untuk memaksimalkan pendapatan negara dan menyejahterakan rakyat masih banyak.
Namun, pemerintah beserta seluruh masyarakat tetap harus waspada dan menghindari perilaku konsumtif. Pendapatan nasional yang meningkat akibat kenaikan pesanan ekspor tidak boleh membuat kita lengah ataupun jumawa.
Manajemen keuangan yang baik sangat diperlukan untuk menghadapi resesi global yang melanda seluruh dunia. Dana darurat juga perlu dipersiapkan untuk menghadapi keadaan perekonomian yang makin tidak pasti ke depannya.