Mungkin aman untuk mengatakan bahwa masyarakat kita sedang mengalami krisis pola pikir yang baik dan benar. Bahkan di kalangan akademisi pun tidak jarang kita melihat orang-orang yang berpikir pendek. Sering kita melihat seseorang asal membagikan suatu tulisan. Asal dia menyukai tulisan itu, dia bagikan, tanpa sama sekali memperhatikan tingkat validasi dan urgensinya.
Contoh lain di mana kita menghakimi sesuatu dari apa yang hanya kita lihat dan terlintas di pikiran kita. Kita sebagai rakyat akademis yang seharusnya mengedepankan akal malah mengedepankan perasaan terlebih dahulu. Bagaimana bisa kualitas diri kita bisa maju tanpa memperbaiki pola pikir semacam ini?
Bahkan jarang yang bisa membedakan yang mana tulisan ilmiah, opini, dan tulisan yang tidak berdasar sama sekali. Maka dari itu, penting rasanya penulis dalam tulisan ini untuk mengajak kita semua untuk bisa dapat berpikir ilmiah di kehidupan sehari-hari.
Mereka yang berpikir Ilmiah selalu mempertanyakan sudut pandang, informasi, tujuan, dan kesimpulan segala sesuatu yang ia dapatkan. Mereka berusaha untuk melihat bawah permukaan, mengedepankan akal pikiran, dan menjadi objektif.
Membentuk pola pikir seperti ini tidaklah instan, perlu usaha dan pengalaman untuk bisa mencapai hal tersebut. Bahkan bagi penulis pun masih dalam tahap untuk dapat berpikir secara kritis dan ilmiah. Berpikir ilmiah merupakan suatu alat yang berguna untuk memperbaiki kualitas diri kita sendiri.
Apa pentingnya berpikir ilmiah? Kita semua berpikir, itu memang sifat kita sebagai manusia untuk berpikir. Tetapi kebanyakan pikiran sering tidak mempunyai sudut pandang yang jelas, menyimpang, memilik tujuan yang bercabang-cabang, dan tidak mempunyai dasar informasi. Padahal kualitas hidup pribadi kita berasal dari cara kita berpikir.
Dari definisi, berpikir ilmiah adalah suatu cara berpikir sistematis, logis, dan empiris dalam memperoleh pengetahuan yang benar. Yang dimana hasil berpikir ilmiah ini merupakan suatu pengetahuan yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan.
Berpikir ilmiah juga merupakan suatu pengarahan diri, pendisiplinan diri, dan koreksi diri. Penulis sendiri tidak bisa menemukan cara berpikir yang lebih baik dari berpikir ilmiah, karena dasar-dasar yang dibentuk dari cara berpikir ini sangat kuat.
Elemen-Elemen Berpikir Ilmiah
Elemen-elemen pada Gambar di atas tidak akan dibahas di tulisan kali ini, tetapi hanya sebagai gambaran besar. Namun secara garis besar adalah sistematis, logis, dan empiris. Berpikir sistematis berarti kita melihat secara penuh suatu sistem yang kita pandang. Kita tidak memecah masalah menjadi bagian-bagian kecil, lalu mengambil bagian kecil itu untuk interpretasi seluruh masalah.
Bagi penulis, itu merupakan sikap yang sangat arogan yang sering terjadi di lingkungan kita. Relasi-relasi yang ada dalam masalah/sistem juga merupakan aspek penting yang harus kita perhatikan. Sering terjadi jika seorang menentang argumen bahkan fakta sains seperti kasus flat-earth di Indonesia, cara mereka memberi argumen sama sekali tidak sistematis, dan tidak ada kejelasan struktur.
Jarang dari kita untuk benar-benar mempelajari dan menilai sistem secara keseluruhan, kita terlalu malas untuk melihat bagaimana relasi suatu poin ke poin lainnya dalam suatu sistem. Jangan menjadi penentang yang bodoh.
Berpikir logis berarti berpikir berdasarkan ilmu pengetahuan yang telah tervalidasi kebenarannya dan memenuhi kaidah-kaidah logika. Berpikir logis sangat penting karena dapat menjadi benteng pertahanan diri agar tidak mudah di adu domba atau percaya informasi-informasi yang tidak jelas. Berpikir logis juga tidak mudah, tidak hanya berpikir tentang masuk akal atau tidak, melainkan berfikir berdasarkan ilmu pengetahuan.
Jadi, semakin banyak ilmu pengetahuan yang valid di dalam diri kita, maka semakin kuatlah cara kita berpikir logis selama memenuhi kaidah-kaidah logika yang ada. Jika kita belum mempunyai ilmu pengetahuan yang cukup bagaimana?
Cukup tidak berbicara melampaui dari apa yang kita tahu alias sok tahu, atau tidak asal-asalan membagikan tulisan seseorang. Seperti yang telah disebutkan diawal, miris melihat seseorang menyukai suatu tulisan/berita/pernyataan hanya dikarenakan perasaannya menyukai itu.
Berpikir Empiris tidak jauh beda dengan berpikir logis, bahkan berpikir sistematis dan logis sebenarnya sudah cukup untuk dapat berpikir ilmiah, tetapi hanya dalam kasus saat kita menerima suatu informasi. Tetapi, berpikir empiris dituntut jika memiliki suatu ide atau topik yang ingin kita bicarakan, secara singkat, kitalah sebagai sumber informasinya.
Informasi yang diberikan dapat berupa tulisan, lisan, maupun grafis, semuanya harus memiliki nilai-nilai empiris. Empiris yakni kita memiliki data valid, dan bukti ilmiah pendukung atas informasi yang kita berikan. Bahkan, opini sekalipun dituntut untuk memiliki kekuatan empiris, karena hal itulah yang memperkuat opini kita.
Apa yang membuat suatu ide itu ilmiah?
Sudah menjadi penyakit umum kebanyakan kita seolah-olah menjadi ahli di semua bidang. Kita berbicara seolah-olah mengetahui semuanya, padahal yang kita omongkan di sosial media atau forum hanyalah omong kosong. Ide-ide atau argumen tersebut jauh dari nilai-nilai ilmiah, sehingga kualitasnya buruk dan tidak akan valid jika di tes lebih lanjut. Ide atau topik pembicaraan yang diberikan harus dapat dibedakan yang mana ide yang baik dan mana yang buruk.
Saat seseorang berkata, “Aku mempunyai argumen/teori…,” tidak ada cara lain selain mengetesnya lebih lanjut untuk mengetahui kualitas ide tersebut. Secara umum, kriteria yang membedakan apakah ide itu bagus atau jelek adalah:
- Logis — Apakah ide kita konsisten dan benar terhadap segala sesuatu yang telah kita ketahui?
- Unik — Apakah ide kita berbeda dari ide-ide yang lain sudah ada sebelumnya?
- Power — Apakah ide kita dapat menjelaskan kasus atau fenomena yang lain/berbeda, atau hanya satu saja?
- Kesederhanaan — Apakah ide kita menjelaskan sesuatu secara lebih sederhana dibanding ide lainnya?
- Dapat diuji — yang terakhir, apakah ada sesuatu yang dapat kita uji di ide ini, dan menentukan apakah ide memiliki bukti pendukung atau tidak?
Untuk yang kelima, sebenarnya tidak benar-benar harus dipenuhi untuk mengevaluasi kualitas ide. Namun poin ke-5 yang membedakan apakah ide tersebut ilmiah atau tidak. Hal ini masih sebatas Ide ilmiah, kita belum memasuki bagaimana membentuk pengetahuan baru yang baik, dan cara kita mengolahnya.
Memang proses ilmiah memang lumayan rumit, tetapi begitulah cara ilmiah bekerja. Dari proses yang rumit itulah ilmu pengetahuan dan teknologi kita berkembang ke arah yang lebih baik.
Sains lebih dari sekumpulan tubuh pengetahuan, melainkan juga merupakan sebuah proses. Yaitu suatu proses perbaikan terus menerus yang harus selalu kita terapkan pada dunia nyata, dari apa yang kita amati dan ukur, sehingga membentuk prediksi baru dari model yang terstruktur dan kokoh — yang sebelumnya datang dari sebuah ide yang baik.