Saban sore, saya berangkat ke kantor yang terletak di daerah Pejaten, Jaksel, mengendarai sepeda motor. Setiap hari saya melintasi jalur yang sama, dari Depok ke jalan Cinere, Fatmawati, TB Simaputang, lalu belok kanan ke jalan Warung Buncit di mana kantor tempat saya bekerja berdiri megah—meski bangunan tua.
Nah, sore tadi ketika berkendara saya menemui dua tipe pengendara yang menurut saya menarik untuk dibagikan kepada khalayak. Mungkin sudah bisa ditebak dari judul saya di atas, "Berkendara Itu Ramah-Ramah, Jangan Marah-Marah".
Ya, ada dua tipe pengendara sepeda motor yang saya temui sore tadi. Pertama, tipe pengendara yang marah-marah. Dan kedua, pengendara yang ramah. Begini kisahnya.
Sekitar pukul lima sore saya melintasi jalan Limo arah Cinere, yang biasa lewat jalan tersebut pasti tahu pertigaan Suothcity.
Nah, tepat di pertigaan itu, ada kegiatan ngecrek atau penggalangan donasi bantuan untuk korban banjir oleh sekelompok pemuda berseragam hijau army bertuliskan "Karang Taruna Cinere". Dari seragamnya, tak perlu dipertanyakan, mereka adalah para pengurus karang taruna yang sedang menjalankan tugas mulia; aksi solidaritas kemanusiaan.
Saat saya tiba di pertigaan itu, jalur yang saya lintasi sedang disetop untuk memberikan jalan kepada pengendara arah Southcity ke jalan Limo. Saat jalur saya dan tentunya beberapa pengendara lain diberhentikan, ada tiga pengendara sepeda motor menerobos dengan melaju cukup kencang. Secara spontan salah satu dari pengurus karang taruna menegur, "Woy!".
Rupanya salah satu dari tiga pengendara yang menerobos tadi mendengarnya. Dia berhenti di tengah jalan, membuka kaca helem, lalu berteriak, "Apa lu! Sini lu sini." Sambil menunjuk ke tepi jalan seperti mengajak ribut.
Dari bahasa tubuhnya, dia seolah berkata, "Lu ngajak ribut, nih sini, hayu gua minggir nich." Nah, kita sebut pengendara ini si Pemarah. Sedangkan dua pengendara lainnya bablas saja.
Si pengurus karang taruna berambut gondrong yang sedari tadi menyetop jalur, saya pun datang menghampirinya. Selanjutnya kita sebut saja di Gondrong. Beberapa kawan karang taruna lain tidak memberikan reaksi berlebihan. Seorang pengurus yang ada di sebelah kanan saya hanya berbisik, "Noh, sono urus."
Si Gondrong pun berjalan menghampiri si Pemarah. Dilihat dari sepeda motor dan penampilannya, sepertinya di pemarah ini adalah bos besar. Sepeda motor matic besar semacam NMax, sepatu kulit, dan kemeja rapi dibalut jaket merek Boss tebal. Belum sampai si Gondrong ke tempat si Pemarah berhenti, seorang pemuda berbadan kekar dan berwajah sangar datang dari tepi jalan.
Saya kira pria berbadan kekar itu salah satu dari karang taruna yang sedang menggelar aksi kemanusiaan. "Udahlah, udah," kata pria tinggi kekar itu. Melihat pria berbadan kekar itu menghampirinya, si Pemarah pun terlihat ciut. Mungkin takut. Meski jelas wajah penuh amarahnya masih terpampang jelas.
Setelah itu, si Pemarah pun pergi. Si Gondrong dan beberapa temannya cengegesan melihat tingkah pengendara semacam si Pemarah itu,
Mungkin sejak siang tadi, mereka sudah menemukan beberapa pengendara yang sejenis dengan si Pemarah itu. Pengendara motor lain yang berhenti bersama dengan saya pun ikut sewot melihat kelakuan si Pemarah itu. "Udah salah, ngotot lagi," umpatnya. Saya hanya menoleh kepadanya dan ikut tertawa.
Itu kisah pertama. Kisah kedua, masih di perjalanan yang sama. Tepatnya di jalan Kompleks TNI sebelum Pondok Labu, saya sedang melaju dengan santai. Tiba-tiba dari belakang ada pengendara sepeda motor menyalip pelan.
Lelaki berseragam SMA itu melaju pelan di sebelah kanan saya. Saya pun sedikit kaget, "Apa saya kenal dia, siapa anak ini?" gumam dalam hati saya. Rupanya saya betul-betul tak kenal sama sekali dengan anak itu.
Dia kemudian menunjuk helem yang ia kenakan. Sambil menoleh ke arahnya, dengan hati yang masih bertanya-tanya tentang siapa anak ini, saya pun berteriak, "Sama! Ha ha ha."
Ya, helem yang kami kenakan sama persis warna dan motifnya, merek BOGO tipe Brotherhood dengan warna hitam doff. Sambil terus melaju santai beriringan, saya pun memberikan "jempol" kepada anak SMA yang selanjutnya akan saya sebut si Ramah itu.
Setelah itu, si Ramah memberi kode untuk mendahului saya. Saya pun mempersilakan. Tepat seperti nama yang saya sematkan, anak SMA itu begitu ramah dan sopan, meski tengah berkendara.
Posisinya kini di depan saya, dia pun tak kebut-kebutan, sehingga terlihatlah jelas oleh saya, sepeda motor yang digunakannya bukan kendaraan sport, mewah, atau motor matic berukuran besar seperti NMax, melainkan sepeda motor Vega yang saya rasa keluaran pertama. Yang pasti sudah butut, meski terlihat terawat.
Tak berapa jauh, di depan masjid besar seberang pasar Pondok Labu, dia hendak berbelok ke kanan untuk memasuki sebuah gang. Saya sedikit mengegas dan memberi "klakson" ketika melewatinya.
Ini memang kejadian biasa saja di jalanan. Karena di jalanan apa pun bisa terjadi dan apa pun bisa menimpa kita. Namun, dari si Pemarah dan si Ramah tadi, saya bisa sedikit menyimpulkan bahwa sikap pengendara di jalan bisa memengaruhi mental dan emosional pengendara lainnya.
Jika dibandingkan antara si Pemarah dan si Ramah, tentu yang akan memberikan asupan energi positif kepada pengguna jalan adalah si Ramah yang berkendara menggunakan etika dan sopan santun. Bahkan, dia menegur orang yang sama sekali tak dia kenal.
Berbeda dengan si Pemarah yang pastinya bisa memancing emosi dan amarah serta menumbuhkan energi negatif pengendara lain. Biasanya saya menemukan pengendara jenis si Pemarah ini ketika jam pulang kerja, di tengah suasana jalanan macet atau padat.
Beruntunglah saya, meski melihat tingkah si Pemarah sambil ketawa-ketawa, yang saya temui berikutnya adalah si Ramah. Entah apa yang akan saya rasakan jika tak bertemu si Ramah.
Karena setelah bertemu si Ramah-lah saya jadi lebih berhati-hati di jalan, lebih nyaman berhenti ketika ada orang tua atau anak-anak yang hendak menyeberang, dan tidak mudah emosian saat bertemu pelanggar macam si Pemarah di simpang jalan.
Maka, berkendara itu harusnya ramah-ramah, jangan marah-marah. Terima kasih Pemarah dan Ramah yang sudah memberikan saya hikmah berharga hari ini. Tabik.