Serang Banten yang terik siang itu menjadi lebih teduh dengan senyuman Herman--Suherman nama lengkapnya. Lelaki 35 tahun itu senang kalau ada tamu berkunjung ke rumah yang sekaligus jadi bengkel kerjanya.
Halaman rumah yang cukup luas ia jadikan bengkel kerja untuk membuat cendera mata khas Banten. Kami duduk di kursi kayu yang ia buat. Tembok yang jadi latar belakang dicat hitam dengan tulisan putih “Masih ada Waktu untuk Berkarya”.
Setiap tamu yang datang berarti rezeki baginya. Entah memesan cendera mata atau ingin tahu lebih jauh tentang Cipta Handycraf yang dikelolanya.
Baru dua tahun ia jalani membuat berbagai kerajinan dari kayu ini. Tadinya dia dan saudara-saudaranya bekerja sebagai panglong, membuat kusen rumah. Sekali order, tak luput 5-15 juta ia dapatkan.
Tetapi tak pasti, setahun hanya berapa kali order. Itu artinya, ia harus menata benar-benar uang yang didapat. Dengan pendapatan segitu, harus dibagi dengan beberapa tenaga yang membantunya. Biasanya nilainya jadi jauh di bawah UMR Serang.
"Awalnya saya diminta untuk ikut tender di Indah Kiat Serang untuk membuat meubeler. Saya sempat mengerjakan meubeler di sana sebelumnya. Tapi saya ingin agar meubeler bisa dikerjakan di workshop saya. Material harus diantar ke rumah," ujar Herman.
Permintaan ini tidak bisa dipenuhi karena pembuatan meja kursi untuk sekolah dasar itu harus dikerjakan di workshop Indah Kiat.
Indah Kiat, sejak 2012, membuat meja kursi untuk sekolah dasar di sekitar pabriknya. Meubeler ini dibuat dari Jati Belanda yang dibongkar dari peti kemas bekas pengiriman berbagai barang keperluan pabrik. Satu tahunnya tak kurang dari 380 set meja kursi dibuat dan itu bisa memenuhi kebutuhan hampir 20-an sekolah. Satu sekolah rata-rata 2 lokal kelasnya mendapatkan meja kursi baru.
Meski tidak bisa memenangkan tender, Herman tak putus asa. Ia melihat banyak tumpukan kayu yang selama ini menjadi limbah dari sisa pengerjaan meubeler tersebut.
“Saya seperti melihat emas. Orang lain barangkali menganggapnya limbah, tetapi ini berharga sekali buat saya,” ujarnya berbinar.
Ia mengambil satu balok sisa potongan kursi. Diameternya barangkali hanya 10 x 20 cm.
“Dari limbah sekecil ini, saya bisa membuat berbagai kerajinan dengan nilai ratusan ribu rupiah,” tambahnya.
Bahkan sisa-sisa potongan kayu paling kecil ia buat ornament menarik untuk tembok atau hiasan.
Dari panglong, tak langsung ia menjadi pengrajin handycraf. Ia membuat kotak sauna dari kayu. Kotak sauna 2x3 meter dengan tinggi 2 meter itu dikerjakan dalam 15 hari. Pengerjaannya bagus dan rapi.
Meski begitu, Herman tidak mengusai harga pasaran kotak sauna. Dilepasnya kotak sauna buatannya seharga 6 juta rupiah. Betapa menyesalnya ia, karena di tangan pembeli, kotak sauna buatannya dijual lagi senilai 20-30 juta. Bila dilengkapi dengan alat-alat sauna harganya di atas 80 juta. Kotak sauna buatannya tahan hingga lebih dari 15 tahun.
“Kualitasnya bagus, karena materinya juga kayu bagus. Satu kubik saja saya beli seharga 6 juta,” ujarnya.
Insting bisnisnya tak begitu saja jalan dan berkembang dengan materi berlimpah ini. Koordinator CSR Indah Kiat Serang, Dani Kusumah yang mendorongnya.
“Awalnya saya memang tawari untuk ikut tender pembuatan meja kursi lagi. Tapi tentu saja kami tidak bisa mengirim materi keluar dari pabrik. Saya tawari ia untuk membuat kerajinan tangan dari kayu. Saya yakin dia bisa membuat karena, waktu saya ke rumahnya, saya melihat sangkar burung dari kayu yang ia buat. Halus dan bagus detailnya. Dari situlah saya yakin Herman pasti bisa membuat kerajinan yang khas Banten,” ujar Dani.
Limbah kayu yang kecil-kecil tersebut tidak bisa digunakan lagi untuk pembuatan meja kursi, sering kali malah dibuang dan jadi bahan bakar untuk keperluan rumah tangga masyarakat di belakang pabrik.
Dari dikerjakan sendiri, kini Herman sudah memiliki 12 tenaga kerja. Hampir semuanya saudara atau tetangga dekatnya. Jam kerjanya bebas, bisa dari pagi sampai malam. Ia serahkan pengaturan jam kerja tersebut kepada karyawannya.
Honornya dihitung dari banyaknya item yang mereka hasilnya. Makin rajin, ya makin banyak tentu rupiah yang mereka kumpulkan.
Herman sendiri akan memulai kerja jam 7 pagi hingga larut malam. Bahkan kalau pesanan sedang tinggi, ia akan kerja hingga dini hari. Istrinya menjadi kepala produksi. Keponakannya menangani penjualan dan promosi di media sosial.
Tengok saja Instagram dan Facebook Murody Achmad. Penjualan melalui media sosial ini dilakukan sejak 2018 lalu. Pesanan banyak dari dari pemasaran digital ini, hampir 80 persen. Sisanya dari lokal, terutama pemerintah daerah setempat.
Di pertengahan Oktober ini, kerajinan buatan Herman akan menghiasai Anyer Krakatau Cultural Festival. Sementara di akhir Oktober nanti, 200 wajah delegasi The Fourth Intergovernmental Review on Global Programme of Action for the Protection of the Marine Environment from Land-based Activities (IGR-4 GPA).
Acara lima tahunan negara-negara maritim yang tergabung ke dalam United Nations Environment Programme (UNEP) tersebut akan diselenggarakan di Nusa Dua Bali pada 31 Oktober sampai dengan 1 November 2018. Cetakan foto wajah di atas media kayu menarik perhatian pejabat penyelenggara kegiatan tersebut.
Pameran menjadi ajang buat Herman untuk mengenalkan produknya dan melakukan demo langsung pembuatan kerajinan kayu tersebut. Pada pameran di JCC beberapa waktu, pesanan untuk event di Bali tersebut ia dapatkan.
“Padahal dulu saya tidak pede di pameran besar seperti ini. Siapa sih saya, hanya orang kecil dari desa. Tapi saya belajar dari pertemuan dengan banyak orang di pameran. Saya belajar berkomunikasi, menjelaskan pada pengunjung dan melayani pertanyaan mereka,” ujarnya.
Wajar kalau di awal pameran ia grogi. Karena baru 2-3 bulan ia mencoba kreasi dari kayu dan diminta untuk pameran di kota besar.
"Mengubah mindset dari panglong menjadi pengusaha kerajinan harus dipupuk terus. Tidak boleh jatuh mentalnya hanya karena dikritik dan diberi masukan oleh pengunjung," tegas Dani.
Ia pun menyemangati Herman untuk selalu naik level. Dari pengrajin lalu menjadi mentor komunitas yang lain, sekaligus konsultan untuk calon pembeli atau pemesan kerajinannya.
Kini, beberapa komunitas di Pandeglang, Lebak, Tangerang, dan Cilegon sudah menjadi binaan Herman. Ia pun mengajari warga binaan di lembaga pemasyarakatan Cilegon untuk membuat karya serupa dan hasilnya dijual.
Kalau mencari cendera mata khas Serang, datanglah ke Herman. Benteng Kaibon, Badak Ujungkulon, Kapal Karangantu, dan berbagai miniatur situs-situs di Serang ia produksi. Yang terkecil, ia membuat gantungan kunci.
Kerajinan yang ia buat beragam harganya. Dari Rp5.000 hingga Rp1.500.000. Kini penghasilan Herman dari Cipta Handycraf sudah mencapai 50-100 juta rupiah per bulannya. Karyawannya pun digaji di atas UMR dari tersebut.
Entah tulisan di halaman rumahnya itu yang terus memupuk semangatnya atau Herman dan kawan-kawan justru makin giat bekerja untuk terus membuat karya. Mereka punya mimpi, kerajinan kayu buatannya akan jadi rujukan untuk membuat cendera mata khas daerahnya.