Firman Allah Ta’ala pada Surat Al-Imran ayat 145 yang berbunyi “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul..”. Sebenarnya cukup membuktikan kewafatan seluruh Rasul sebelum Nabi Muhammad saw, termasuk Nabi Isa as. Lalu menurut takdir hidup dan matinya seseorang yang tercantum dalam Al Quran tidak mungkin Nabi Isa as. hidup di langit.

Di dalam Al Quran Allah Ta’ala berfirman “(ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menTawafa kamu dan mengangkat(Rafaa) kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat“ (QS. Al-Imran 56). Disini Allah menggunakan kata kerja Tawafa kepada Nabi Isa as. Kata Tawafa digunakan oleh Allah Ta’ala untuk orang yang mati atau hidup, seperti pada surat Az-Zumar ayat 53 yang berbunyi “....Allah menTawafa nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur…”.

Sekarang, apakah Allah mewafatkan atau menidurkan Nabi Isa as.? Perhatikan kalimat selanjutnya. ....dan mengangkat kamu kepada-Ku….”. Disini kita bisa membuat dua dugaan. Pertama, Allah Ta’ala mewafatkan Nabi Isa as. dan mengangkat nyawanya ke langit, selayaknya manusia yang wafat pada umumnya. Kedua, Allah Ta’ala menidurkan dan mengangkat Nabi Isa as dengan jasad fisiknya dan hidup di langit. Kebanyakan Ulama berpendapat seperti ini. Padahal, menafsirkan Tawafa dengan kata “tidur” dan menyimpulkan Nabi Isa as masih hidup di langit adalah hal yang mustahil karena bertentangan dengan ayat-ayat Al Quran berikut:

  1. Surat Al-A’raf Ayat 26
    Allah Ta’ala berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan.” ini adalah takdir Allah Ta’ala yang tidak dapat berubah lagi. Semua manusia pasti hidup dan mati di bumi. Jika Nabi Isa as. hidup dan tertidur maka sudah pasti dia masih ada di bumi, bukan hidup di langit.
  2. Surat Al-Mursalat Ayat 26-27
    Allah Ta’ala berfirman “Bukankah kami menjadikan tempat Bumi berkumpul orang-orang hidup dan orang-orang mati”. Penjelasan masih sama, ini adalah takdir Allah Ta’ala yang tidak dapat berubah lagi. Semua manusia pasti hidup dan mati di bumi. Jika Nabi Isa as. hidup dan tertidur maka sudah pasti dia masih ada di bumi, bukan hidup di langit.
  3. Surat Al-Isra ayat 91-94
    Dan mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga kamu memancarkan mata air dan bumi untuk kami, atau kamu mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-sungai di celah kebun yang deras alirannya,atau kamu jatuhkan langit berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami, Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca". Katakanlah: "Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?". Disini kaum kafirin menantang Rasulullah SAW untuk naik ke langit, dan jawaban beliau saw adalah “bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi Rasul”. Sekarang, bukankah Nabi Isa as. juga seorang manusia yang menjadi Rasul?.

Kesimpulannya tidak mungkin Tawafa yang disematkan pada Nabi Isa as. memiliki arti menidurkan dan kemudian hidup di langit. Artinya Allah Ta’ala akan mewafatkan Nabi Isa as.Kemudian Nabi Isa as. juga bersabda “....Maka setelah Engkau Tawafa Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu.” (QS. Al-Maidah : 117 – 118). Tafsir Ibnu Katsir pun setuju menafsirkan kata Tawafa ini menjadi mewafatkan, bukan menidurkan. Dan berdasarkan penjelasan diatas dimana semua manusia hidup dan wafat di bumi maka Nabi Isa as. hidup dan wafat secara normal di bumi. Kata Tawafa juga dipakai oleh Allah Ta’ala untuk menunjukan kewafatan seseorang di surat Al-Baqarah ayat 235 yang berbunyi “Orang-orang yang meninggal dunia(yutawaffawna) di antaramu….”.

Lebih lanjut, Allah Ta’ala menggunakan kata Rafaa pada kalimat “...dan mengangkat(Rafaa) kamu kepadaKu..”. Kata Rafaa digunakan Allah Ta’ala untuk mengangkat tingkat kerohanian seseorang, bukan untuk mengangkat tubuh/jasad seseorang. Seperti yang dijelaskan pada surat Al-Maryam ayat 58 yang berbunyi “Dan Kami telah mengangkatnya(Rafaa) ke martabat yang tinggi.” Sehingga tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk mengatakan bahwa “Nabi Isa as. naik dengan jasadnya dan hidup di langit”. Lagipula tidak ada satu ayat Al Quran pun yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala berada di langit.

Kesimpulannya, Kebanyakan Ulama yang menafisirkan Firman Allah Ta’ala pada surat An-Nisa ayat 157-159 menjadi “padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka” dan menafsirkan surat Al-Imran ayat 56 menjadi “Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menidurkan kamu dan mengangkat jasad kamu untuk hidup di langit" adalah suatu kekeliruan.

Penafsiran An-Nisa ayat 157-159 yang benar adalah “Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula mereka menyalibnya (mematikannya di atas salib), akan tetapi ia(Nabi Isa as) disamarkan bagi mereka (umat Yahudi) seperti yang mati di atas salib”. Maksudnya adalah umat Yahudi yakin mereka telah membunuh Nabi Isa as di tiang salib padahal tidak.

Kemudian, penafsiran surat Al-Imran ayat 56 yang benar ialah “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mewafatkan engkau [secara biasa] dan akan meninggikan derajat engkau di sisi-Ku”. Maksudnya adalah Allah Ta’ala akan mewafatkan Nabi Isa as secara normal di suatu tempat di dataran tinggi, sesuai FirmanNya pada surat Al-Mu’minuun ayat 51 yang berbunyi “Dan telah Kami jadikan (`Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan Kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir”.

Nabi Isa as sudah wafat!. Jadi, siapa Nabi Isa as yang akan datang ditengah-tengah kaum Muslimin sebagaimana yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW?.

catatan: Penomeran surat menghitung Basmalah sebagai ayat pertama.