Puluhan Pesawat Tempur Tiongkok Kepung Taiwan!

Kunjungan Presiden Tsai Ing Wen (Dibaca : Presiden Taiwan) ke Amerika dalam pertemuannya dengan Kevin Mc Carthy (Dibaca : Ketua DPR Amerika Serikat) pada tanggal 5 s/d 7 April 2023 menjadikan Tiongkok mengepal murka. 

Pertemuan tersebut digadang-gadang sebagai permintaan agar dipercepatnya pengiriman senjata perang Amerika Serikat yang baru-baru ini dipasok oleh Taiwan seharga 1,17 M Dollar Amerika (Dibaca : 17,3 Triliun Rupiah). 

Di antaranya terdapat sejumlah 400 unit rudal anti kapal Harpoon guna menghadapi ancaman dari Tiongkok.

Sedang Michael Mc Caul (Dibaca : Ketua Komite DPR Amerika Serikat) juga turut menambahkan,

"Kami siap berperang dengan Tiongkok, dan akan berdiri tegak di Taiwan jika Tiongkok menduduki Pulau itu."

Melalui statement tersebut, saya mulai berpikiran tentang ; Semakin ke sini, Amerika semakin tidak punya malu memang.

Hal itu lah yang kemudian "disambut" aksi simulasi perang yang dilakukan oleh Tiongkok selama 3 hari berturut-turut, pada tanggal 8 s/d 10 April 2023 di Selat Taiwan.

Tidak main-main, Tiongkok mengirimkan sejumlah 11 unit kapal Angkatan Laut di bawah kapal induk, 58 unit pesawat termasuk pesawat tempur SU-30, serta bom H-6.

PLA (Dibaca : Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok) mendeklarasikan bahwa,

"Pihak kami sudah memulai patroli kesiapan tempur dan latihan joint sword sebagai bentuk peringatan serius untuk Taiwan dan Amerika."

Usai rampungnya simulasi perang, Xi Jin Ping (Dibaca : Presiden Tiongkok) pun memerintahkan agar pasukan siap tempur, guna memajukan modernisasi angkatan bersenjata dalam semua matra. 

Ketua Komisi PLA, ketika menginspeksi Angkatan Laut Komando armada Selatan juga turut memerintahkan agar pasukan Militer mempercepat transformasi.


Siaga Tinggi, Taiwan Gelar Simulasi Paling Pesimis!

Kenapa saya katakan ini sebagai "simulasi paling pesimis?" 

Tiongkok sudah mengepung Taiwan dengan mengirimkan kapal perang, pesawat tempur dan juga bom sebagai wujud "simulasi paling gagah" mereka.

Lantas Taiwan justru menggelar simulasi dengan membunyikan alarm dan sirine pertanda bahaya. 

Kemudian bagaimana melakukan evakuasi terhadap korban, mengobati luka, bahkan mengangkat manekin-manekin dengan tandu mayat. 

Mobil ambulan, berikut kendaraan penggali dan juga crane di tengah hamparan puing-puing buatan. 

Ledakan bom tiruan mulai pecah membelah atmosfir Taiwan seraya terdengar teriakan ; Serangan Rudal Telah Diluncurkan Oleh Komunis Tiongkok.

Lalu apa gunanya menghabiskan uang sejumlah 1,17 M Dollar demi memasok senjata perang dan juga menghabiskan tenaga untuk latihan Militer dengan Angkatan Bersenjata Amerika beberapa waktu terakhir? 


Amerika & Segala Beban Hidupnya.

Semula, Presiden Emmanuel Macron (Dibaca : Presiden Prancis) telah menggerakkan Negara-negara Uni Eropa agar mengurangi ketergantungan Uni Eropa terhadap Amerika Serikat.

Selain itu, Presiden Macron juga turut memberi peringatan keras terhadap Negara Uni Eropa agar tidak terseret konflik Tiongkok, Taiwan dan Amerika karena hanya akan merugikan Uni Eropa seperti halnya konflik Rusia, Ukraina dan Amerika. 

Dalam hal ini Amerika tentu menyadari bahwa Negara Uni Eropa sudah tidak "se-available" sebelumnya dalam menyikapi setiap konflik yang ada. Lantas benarkah Uni Eropa akan membiarkan Amerika "sendirian" sekarang?

Selanjutnya Arab Saudi yang beberapa waktu lalu sudah menyetujui untuk menjalin kerja sama dengan SCO (Dibaca : Sanghai Cooperation Organization).

Aliansi politik keamanan Negara Eurosia, termasuk Tiongkok, Rusia dan India. Kerja sama ini juga sudah dibahas pada kunjungan Presiden Xi Jin Ping ke Arab Saudi pada Desember 2022 kemarin.

Kemudian Rusia yang mulai berani menggempur Ukraina dengan berbagai varian Rudalnya. Menjadikan Presiden Biden pun akhirnya mengeluarkan statement ;

"Amerika Serikat sudah siap untuk menerima kemungkinan terburuk bahwa Ukraina akan kalah perang dari Rusia."

Hanya saja, meski sudah dilanda "kemarau" yang luar biasa dari berbagai arah, Amerika Serikat masih bersikap layaknya "pahlawan" bagi Taiwan.

Pasca Tiongkok melakukan simulasi perang selama 3 hari berturut-turut, kapal perang Amerika justru mulai melintasi Selat Taiwan dimana kapal tersebut tergolong kapal perusak berpeluru kendali kelas Aleirgh Burke USS Milius. 

Namun juga tidak ingin terang-terangan menjadi "pahlawan," Armada ke 7 Angkatan Laut Amerika Serikat memberikan penjelasan bahwa ;

"Pelayaran kapal perangnya hanya sedang menjalankan operasi dan sah-sah saja sebab Selat Taiwan merupakan perairan Internasional. Serta merupakan bagian dari komitmen Amerika Serikat untuk menjaga Indo-Pasifik."

Amerika Serikat sekarang ini berada dalam fase yang luar biasa "lelah," terlebih masih mengerahkan kekuatan untuk memerangi Rusia.

Sedang Tiongkok sekarang ini berada dalam fase full performa, sehingga ada baiknya Amerika Serikat istirahat atau mundur dulu saja dari kedua Negara Rusia atau pun Tiongkok. 

Karena jika sekarang Tiongkok dan Taiwan harus berperang, dan Amerika juga harus meng-back up Taiwan sedang sekarang Amerika juga masih meng-back up Ukraina, ini bisa berakibat fatal bagi Amerika terlebih Negara Uni Eropa juga sudah mulai acuh tak acuh.