Provinsi Banten merupakan daerah dataran tropis yang terletak di ujung barat Pulau Jawa dan dikenal mempunyai kekayaan biodiversitas berupa flora, fauna dan tipe ekosistem yang sangat tinggi dan dilindungi, serta sebagian besar kawasan hutan merupakan kawasan hutan konservasi di antaranya Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Kawasan Taman/ Perairan laut, Cagar Alam, Taman Wisata Alam, serta Taman Wisata Perairan (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2012). Ironinya, sebagian besar masyarakat tidak menyadari potensi kekayaan keanekaragaman hayati di Banten, bahkan sebagian besar masyarakat tidak mengenal keberadaan serta potensi keankeragaman hayati yang dimilikinya.

Salah satu kawasan yang memiliki biodiversitas yang melimpah adalah kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang terletak di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kawasan Konservasi tersebut dihuni oleh masyarakat adat dari Kasepuhan Cisungsang. Warga Kasepuhan Cisungsang  adalah sekelompok masyarakat adat yang sudah beranak cucu tinggal di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

Kearifan lokal warga dalam mengelola kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah menyangkut tradisi pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari.

Kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam tercermin dalam pengelolaan wilayah yang dilakukan oleh warga kasepuhan. Menurut Leksono et al. (2013), dalam pengelolaan wilayah, masyarakat Kasepuhan Cisungsang di Banten Kidul memiliki konsep pembagian lanskap secara tradisional.

Pembagian lanskap tersebut meliputi wilayah yang disebut dengan lembur, pekarangan, sawah, huma, kebun, talun/dudukuhan, sampalan (ladang pengembalaan), reuma ngora, reuma kolot, leuweung cadangan, leuweung titipan dan leuweung tutupan (hutan konservasi) berikut merupakan gambaran pembagian lanskap kawasan Kasepuhan Cisungsang. 


                                                                  Sumber : Leksono et al. 2013


Sistem zonasi yang dilakukan oleh warga Kasepuhan Cisungsang selaras dengan metode pengelolaan taman nasional dalam PP No Nomor 28 Tahun 2011 Pasa 1 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam “untuk mewujudkan fungsi Kawasan Pelestarian Alam (KPA), yaitu perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis flora dan fauna, serta pemanfaatan secara lestari keanekaragaman hayati dan ekosistemnya”.

Menurut Rustiadi et al. (2004) bahwa Zonasi ditetapkan berdasarkan analisis spatial pengelompokan yang mempunyai kemampuan dan karakteristik yang sama, dengan tujuan memberikan arah pengelolaan dan perencanaan menyeluruh suatu wilayah, yang membagi wilayah tersebut kedalam zona-zona yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang bersifat saling mendukung (compatible) serta memisahkannya dari kegiatan yang bersifat bertentangan (incompatible).

Dengan demikian pembagian wilayah yang dilakukan oleh masyarakat Kasepuhan Cisungsang secara tidak langsung sudah tepat dengan tujuan UU yang dicetuskan oleh pemerintah.

Dalam tradisi pemanfaatan keanekaragaman hayati, warga Kasepuhan Cisungsang menopang hidupnya dengan mendapatkan sumber makanan dari sekitarnya. Salah satu keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan oleh warga sekitar adalah tentang keanekaragaman hayati lokal berupa jamur.

Jamur yang dimanfaatkan oleh warga adalah jamur yang membentuk tubuh buah dan dapat dikonsumsi, yang berasal dari filum Basidiomycota. Berdasarkan hasil penelitian penulis  ditemukan beberapa jenis jamur Basidiomycota yang dimanfaatkan oleh warga sebagai bahan pangan dan obat-obatan, seperti supa ceuli atau disebut juga jamur kuping (Auricularia auricula).

Selain itu, ada jamur yang merugikan, seperti cahkokor atau disebut juga Ganoderma sp. yang dapat merusak batang pohon (Ulya et al. 2017). Tidak hanya jamur tanaman lain pun digunakan seperti obat-obatan, sayuran dan rempah rempah, buah-buahan, bahan pewarna, bahan kerajinan, obat melahirkan dan bahan bangunan (Leksono et al. 2013)

Dengan demikian pola pikir yang dilakukan oleh masyarakat adat dengan melakukan sistem zonasi  menjadikan solusi perlindungan hutan dan konservasi alam. Dengan sistem zonasi pada suatu kawasan tertentu dapat memancing kegiatan-kegiatan lain seperti penelitian ilmiah, perlidungan satwa, restorasi komunitas dan lain-lain. Serta untuk melestarikan keanekaragaman hayati ada tiga poin yang tidak boleh dilupakan diantaranya: Save, Use, and Study.

Save, masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang menjaga alam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dengan membagi zona-zona yang telah ditentukan oleh ketua adat (Abah Usep Suyatma). Zona tersebut telah terbagi-bagi dimana zona untuk digarap dan dimana zona yang untuk dilestarikan (Hutan larangan). Dengan demikian masyarakat adat secara tidak langsung ikut andil dalam menjaga kawasan hutan tersebut.

Use, dalam hal pemanfaatan keanekaragaman hayati masyarakat mendapatkan sumber makanan, obat-obatan dan lain-lain (Leksono et al. 2013), bisa didapatkan dari lingkungan sekitar rumah dan ladang garapan. Dalam hal pemanfaatan tersebut masyarakat mengambil secukupnya tidak secara berlebihan, terkecuali dalam pemanfaatan padi masyarakat menyimpan hasil padi mereka di leuit (Lumbung padi) pada saat panen padi kemudian  diadakan Seren Tahun (Syukuran hasil panen padi).

Hampir setiap rumah terdapat leuit untuk menyimpan hasil panen padi sehingga masyrakat tidak kekurangan sumber pangan terutama padi karena mereka masih menanam padi varietas lokal yang dimilikinya secara turun temurun. Dan menurut ketentuan adat, masyarakat menanam padi hanya boleh ditanam sekali dalam setahun. 

Study, masyarakat adat Kasepuhan Cisungsang sangat terbuka untuk menerima masyarakat luar untuk belajar dari masyarakat adat. Terbukti dengan banyak hasil penelitian baik dari bidang sosial budaya, sains, dan lain-lain. Dengan keterbukaan masyrakat adat menerima warga dari luar undtuk belajar dan melakukan penelitan maka jelas sudah konsep yang dilakukan oleh masyarakat tidak terlepas dari sikap konservasi yang dimiliki dan diwariskan secara turun temurun.

Dengan demikian patutlah kiranya sebagai masyarakat yang hidup di perkotaan harus banyak belajar dari masyarakat adat salah satunya di Kasepuhan Cisungsang Banten Kidul dengan pengetahuan yang sudah diwariskan dari turun-temurun demi menjaga kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak tetap lestari dan terjaga sampai generasi selanjutnya.