Namanya Adora Svitak, sangat berbakat. Di usia 12 tahun, dia telah berulang kali menjadi pembicara di hadapan banyak orang. Sebuah ide yang dia tawarkan untuk sebuah peradaban manusia, sebuah masa depan, pantas disebarluaskan.
Kapan terakhir kali kalian dibilang “kekanakan”? Untuk anak-anak termasuk dia, dipanggil “kekanakan” tentu sering.
Setiap kali anak meminta permintaan yang “aneh” menurut ukuran kita (orang dewasa), mempertontonkan perilaku nakal atau menunjukkan tanda-tanda perilaku warga negara dunia. Seperti kita kebanyakan, mereka akan dicap kekanakan. Tidak adil sebenarnya.
Setelah semua cap “kekanakan” itu, saat diperlihatkan kejadian-kejadian di dunia, semisal imperialisme dan kolonisasi, perang dunia, terorisme, adu domba, kekerasan, politik kotor dan hal buruk lainnya. Jika kita gamblang akui, siapa yang harus bertanggung jawab? Tentu orang dewasa!
Sebaliknya, apa yang telah dilakukan oleh anak-anak? Lihat ada Anne Frank menyentuh hati jutaan orang dengan sikapnya atas tragedi Holocausts. Ruby Bridges membantu Amerika untuk mengakhiri pemisahan karena warna kulit. Tahun 2010, Charlie Simpson membantu mengumpulkan 120.000 pound untuk Haiti dengan sepeda kecilnya. Di Indonesia? Nanti kita cari tahu.
Jadi, seperti contoh-contoh itu, faktanya umur tidak ada hubungan dengan hal tersebut. Sifat yang melekat pada kata “kekanak-kanakan” yang sering digunakan orang dewasa justru bumerang, yang harusnya kita hapuskan penggunaan kata yang mengerucut pada diskriminasi usia ini ketika hendak mengkritik perilaku yang dikaitkan dengan ketidaklogisan berpikir dan ketidakmampuan bertanggung jawab.
Lagi pula, siapa yang bilang bahwa bentuk pikiran yang tidak logis bukanlah jenis yang dibutuhkan dunia? Mungkin kamu punya rencana besar sebelumnya, tapi terhenti, karena berpikir: “tidak mungkin”, “terlalu mahal”, atau “tak berguna bagi saya.”
Anak-anak bisa menjadi aspirasi yang menginspirasi dan membantu berpikir, seperti harapan Adora bahwa seharusnya tidak seorang pun kelaparan, atau semua harusnya gratis, seperti konsep utopia. Berapa banyak dari kita masih berharap begitu, dan yakin akan kemungkinan terjadinya?
Sering pengetahuan akan sejarah dan kegagalan masa lalu dari kondisi utopia menjadi beban di masa depan, karena berujung pada chaos. Di sisi lain, anak-anak masih dan selalu memimpikan sebuah kesempurnaan, kondisi utopia. Tentu saja hal itu sesuatu yang baik, karena untuk mewujudkan sebuah realitas selalu dimulai dari mimpi.
Di banyak keadaan, kelancangan anak-anak untuk berimajinasi membantu mendorong tembok-tembok keterbatasan.
Sebagai contoh, sebuah Museum Kaca di Tacoma, Washington, tempat tinggal Adora, punya program bernama “Anak-Anak Mendesain Kaca”, dan anak-anak menuangkan ide mereka masing-masing.
Hasilnya, artis profesional mengatakan bahwa mereka mendapatkan ide terbaik mereka dari program itu. Anak-anak tidak berpikir tentang batasan atau sesusah apa itu menghancurkan kaca menjadi bentuk tertentu, mereka hanya melahirkan ide yang bagus.
Saat kita memikirkan tentang kaca, mungkin pikiran orang dewasa adalah warna-warni design Persia, Turki, Vas dari Italia, tapi anak-anak cakrawala baru bagi para artis itu untuk berkarya melampaui kebiasaan, seperti karya anak-anak berupa realisme ular hitam yang patah hati, lelaki sosis daging dengan murah senyum dengan mata dua iris daging ayam.
Harusnya, kebijaksanaan dalam diri kita tidak harus menjadi pengetahuan yang terbenam dan rahasia. Anak-anak sudah mempelajari banyak hal dari orang dewasa, dan anak-anak tentu punya banyak hal untuk dibagi.
Idenya: sepatutnya orang dewasa mulai belajar dari anak-anak!
Sekarang, Adora sering menjadi pembicara di hadapan banyak orang yang berprofesi di bidang pendidikan (guru dan murid), dan Adora menyampaikan bahwa dia suka analogi: Bukan seorang guru yang berada di depan kelas, rutinitas menyuruh murid: “lakukan ini, kerjakan itu.”
Para murid harusnya berbagi “pengetahuan” dengan guru mereka.
Proses belajar antara orang yang dewasa dan anak-anak harus timbal-balik. Sayang, kenyataannya sedikit berbeda. Semua itu berkaitan banyak dengan kepercayaan atau ketidakadaannya kepercayaan.
Lazim, kalau kau tidak percaya seseorang, kau memberikan mereka batasan, bukan?
Jika aku meragukan kemampuan kawan saya untuk membayar utang yang saya beri untuk pinjamannya, saya akan menahan kemampuan dirinya untuk mendapatkan sejumlah uang lagi, sampai dia melunasi utangnya.
Bisa jadi, orang dewasa punya kecenderungan sikap membatasi jika berhadapan dengan anak-anak, dari setiap “Jangan lakukan itu, jangan lakukan ini.”
Sejarah pun mencatat bahwa rezim menjadi opresif ketika ada bayang-bayang ketakutan tentang mempertahankan kontrol dan kuasa.
Mungkin orang dewasa tidak berniat ada di level rezim totaliter. Yang pasti, anak-anak tidak punya atau sedikit sekali ikut dalam pembuatan peraturan. Padahal perilaku harusnya saling timbal-balik, yang berarti populasi orang dewasa harus belajar dan mempertimbangkan harapan dari populasi anak-anak (muda).
Apa yang lebih buruk dari pembatasan, yakni orang dewasa yang sering menyepelekan kemampuan anak kecil? Anak-anak menyukai tantangan. Tapi saat ekpektasi rendah, percayalah, anak-anak pun akan terbawa dalam ekspektasi rendah itu.
Adora suka menulis sejak umur empat tahun. Ketika dia enam tahun, ibunya membelikannya laptop sendiri dengan aplikasi Microsoft Word di dalamnya.
Dia menulis lebih dari 300 cerpen di laptop itu dan menginginkanya di-publish. Orang tuanya mendukung penuh. Mereka tidak mengejek “klenik” soal anak yang menginginkan publikasi ini, dengan bilang nanti kalau sudah dewasa ‘dikit.
Adora menceritakan bahwa banyak penerbit yang sungguh tidak mendukung. Sebuah penerbit besar buku anak-anak bahkan ironisnya menyampaikan kalau mereka tidak bekerja sama dengan anak-anak.
Penerbit buku anak yang tidak bekerja dengan anak-anak? Kita tentu miris tapi terpaksa paham, karena penerbit ini melakukan pengasingan terhadap banyak klien (anak-anak) yang berjumlah besar dengan sikap begitu.
Action Publisher, yang berani melakukan lompatan dan memberikan kepercayaan pada Adora dan mendengarkan apa yang harus dia katakan. Mereka menerbitkan buku pertamanya, Flying Fingers. Sejak saat itu, selanjutnya mengalir kesempatan bagi Adora menjadi pembicara di ratusan sekolah, pembicara bagi ribuan pendidik.
Perhatian harus dihargai, karena satu-satunya cara menunjukkan kita peduli adalah kita mendengarkan.
Tapi ada masalah sedikit soal gambaran cerah hal anak-anak yang lebih baik dari orang dewasa ini. Apakah anak-anak yang tumbuh dan akan menjadi orang dewasa seperti kita sekarang ini? Seperti “kita”? 99%-nya mungkin karena dogma dan situasi. Kondisi begitu kuat berkutat mengurung anak-anak di semua belahan dunia, termasuk Indonesia.
Tujuannya bukan mengubah anak-anak menjadi orang dewasa seperti kita kebanyakan, tapi tidak lain menjadi orang dewasa yang lebih baik dari kita. Tapi, progress berjalan, karena generasi baru dan era baru berkembang dan tumbuh dan menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Progress dan keterbukaan adalah alasan sejatinya, kenapa kita manusia tidak terjebak dalam Zaman Kegelapan.
Tidak masalah posisi dan tempatmu di dalam kehidupan, tetap sangat penting untuk menciptakan kesempatan untuk anak-anak, untuk dapat mereka berkembang menggantikan generasi tua yang mengacau.
Orang dewasa perlu mendengar dan belajar dari anak-anak, dan memercayai anak-anak dan mengharapkan lebih dari mereka.
Orang dewasa harus memberikan telinga mereka sejak hari ini, karena anak-anak adalah pemimpin di masa depan yang berarti mereka yang akan mengurusi orang dewasa saat menjadi bangkotan dan pikun. Bukan begitu, bukan?
Sungguh anak-anak akan menjadi generasi selanjutnya, yang akan membawa dunia ini ke masa depan. Jika orang dewasa saat ini tidak percaya hal ini, ingatlah teknologi yang bernama cloning dan memungkinkan orang dewasa untuk melewati masa kecilnya lagi, dalam hal sekadar membuktikan bahwa kita akan meminta untuk didengar seperti anak-anak di generasi sekarang.
Sekarang, dunia membutuhkan dan membuka lowongan untuk pemimpin baru dan ide yang baru. Anak-anak butuh kesempatan untuk memimpin dan berhasil.
Sederhananya, “Karena masalah yang ada di dunia ini tidak sepatutnya menjadi pusaka warisan setiap (umat) manusia.”