Jangan pernah bertanya kepada seseorang tentang alasan mengapa ia mencintai sesuatu. Sebab, berbicara tentang rasa, terlebih cinta, kata-kata justru dapat mengurangi makna yang ada. Mencintai, bagi orang tertentu, hanya dapat dijawab melalui ekspresi. Sementara kata-kata lebih banyak mengutarakan kebohongan daripada kebenaran cinta yang dirasakan.
Untuk urusan mencintai, belajarlah pada pencinta sepak bola. Meski hanya sebagai penonton dan penikmat, pencinta sepak bola tetap teguh setia mendukung tim kesayangannya. Cinta pencinta sepak bola adalah cinta sejati tanpa pamrih. Mereka tak pernah membayangkan untuk dapat apa, yang ada dalam benak mereka hanya memberi, bukan menerima.
Jika hakikat cinta adalah memberi, maka pencinta sepak bola adalah pencinta sejati. Datang ke stadion dengan biaya sendiri, mendukung dari tribun dengan sepenuh hati, berteriak hingga suara nyaris tak tersisa, adalah ciri khas mereka.
Mereka berjuang dengan mengorbankan harta dan air mata. Menangis saat tim kesayangannya mengalami kegagalan, dan berbahagia saat menikmati kemenangan. Tak pernah membayangkan ikut memegang piala dan hadiah yang diterima. Dalam benak mereka hanya satu: siap mengorbankan apapun demi tim kesayangannya.
Pencinta sepak bola menyadari bahwa hakikat mencintai adalah mengabdi, bukan menuntut sesuatu demi kepuasan diri. Memilih mencintai berarti bersiap memilih terluka. Sebab tak selamanya kisah cinta yang dijalani selalu berjalan bahagia. Ada kalanya tawa yang menghiasi, di waktu yang lain justru tangis yang menemani.
Dalam masalah kesetiaan, pencinta sepak bola layak menjadi panutan. Tetap teguh membela panji tim kesayangan adalah pilihan. Tak peduli dalam situasi dan kondisi apa. Yang jelas, bagi mereka, memilih setia berarti bersiap untuk terluka.
Mereka menjalankan betul prinsip dasar bahwa hakikatnya cinta itu buta. Tak ada yang mereka lihat selain tim kesayangannya. Sebab, dalam pandangan mereka, tim itulah realitas yang sebenarnya. Sementara tim lain hanya bayangan semu yang dapat hilang ditelan ganasnya waktu.
Meski demikian, jangan pernah mempertanyakan rasionalitas pencinta sepakbola. Sebab, apa yang Anda anggap rasional, di mata mereka justru irasional. Bagi pencinta sepak bola yang sudah sampai pada level manunggal (wihdah), tak perlu logika untuk mencintai tim kesayangannya. Bukannya Agnes Monica pernah berkata: “Cinta ini kadang-kadang tak ada logika.” Dan percayalah, pencinta sepak bola sejati pasti memahami apa maksud Agnes itu.
Dengan demikian, bagi kalian yang mau belajar mencintai, berlajarlah pada mereka yang mencintai sepak bola. Tak perlu repot-repot mengungkapkan cinta dengan tumpukan kata-kata dan seikat bunga. Mencintai adalah pilihan menunjukkan ekspresi tulus, bukan rayuan gombal disertai aksi-aksi modus. Mencintai berarti mengabdikan diri; selalu siap terluka, dan kapan saja siap jika harus meneteskan air mata.
Mencintailan seperti pencinta sepak bola. Sebab, untuk urusan hakikat cinta, merekalah yang paham makna dan praktiknya.