/1/
Seorang berusia memandang keluar jendela
menangkap sorot mata lalu lalang di depannya
kesimpulan dibuat mereka berkhianat
"jangan menjemput sesal,"
berpura-pura tak punya padahal memiliki
berjanji meski tak berniat menepati
dan bersembunyi untuk dicari
/2/
Kita mengembara di lautan ombak yang tak dikenali
memenuhi seisi kapal dengan ekspektasi yang dibuat sendiri
aku mengembangkan layar dengan percaya diri
dan kau menjadi penerjemah peta tanpa aksara yang kita miliki
kapal melambai selamat tinggal pada daratan menuju pergi
kupercayakan arah mata angin pada dirimu seorang diri
sudah jauh berlayar di tengah-tengah samudera emosi
namun hening datang menghampiri kapal kita tanpa permisi
sebagian aku hanyut tanpa pelampung di lautan menyendiri
sebagian lagi duduk terpaku seperti raga yang dikuliti
ragaku tersisa, namun isi kepalaku sudah terlanjur kaucuri
/3/
Pada kursi-kursi perahu kayu yang lengang
gelombang laut mengisi hati yang ingin pergi menjadi sesak
diburu penasaran pulau-pulau baru nan unik
jua menahan sendu mencium punggung tanganmu 'tuk pamit
aku tak benar-benar membiarkan nyiur bernyanyi sendiri
debur ombak akan selalu mengantarkanku pulang
bersama dengan pasir-pasir pantai yang berisik
/4/
Tidak ada yang lebih mengerti
selain kepalaku dan Tuhan
semoga Dia tak marah
membaca skenario pikiranku yang usil
mendahului kuasa-Nya
ketiga adalah jalanan kota
yang merekam dan mengabadikan
rintik hujan sedingin lisanmu ketika marah
atau sekantong es batu yang luruh mendengar rayumu
/5/
Dituntunnya aku menuju sebuah jembatan goyang
dipaksa menyeimbangkan diri antara logika dan perasaan
kanan menyuguhkan harapan dan kiri ketidakwarasan
di bawah ada aliran pengalaman
yang arus derasnya mengambangkan tubuh
dari tenggelam dalam penyesalan
/6/
Di pinggir trotoar yang memisahkan pejalan kaki
dan zalimnya pengendara diburu waktu kerja
terdapat kita yang tak sempat berpamitan
menyisakan sepotong roti dibalut selai keraguan
papan petunjuk jalan mengarah pada ketiadaan
namun kita tetap saja berlomba lari menuju entah
aku memohon jeda lima menit, namun
denting jam tak lagi tersisa barang sedetik
kita sudah ditipu oleh dunia yang menyibukkan
lalu-lalang manusia membuat kemacetan di pikiran
asapnya mengepul membentuk tanda tanya
salah apa aku sebenarnya?
/7/
Selepas ini,
hari-hari akan kehilangan ingatan atas dirinya
senin bersantai diatas tumpukan kertas
dengan pena tua yang tergeletak membentuk dipan
selepas ini,
loper koran pagi tak akan lagi menemukanmu
beranda mencari orang yang kerap duduk membersamainya
berteman meja kayu yang menopang secangkir kopi dan rencana hari ini
selepas ini,
hari-hari hilang ingatan atas dirinya
sabtu bekerja keras tolak meliburkan diri
menu makan siang memutuskan tak menyuguhkan senyummu lagi
selepas ini,
teh sore hari tak lagi wangi melati
bintang malam kupaksa redup untuk berhemat energi
selepas ini,
setiap hari adalah jumat
manusia khusyuk menghamba memuji-Nya
memohon rahmat atas dosa yang lekat
selepas ini,
jika kau memutuskan untuk tak mengenaliku lagi
lewat merpati akan datang surat tanpa nama pengirim
namun tulisan tangan itu seharusnya kau kenali
tiga paragraf tanpa spasi
membentuk maaf dan terima kasih
/8/
Kemudian kota ini mengecil dipenuhi kau
menjelma merah nyala di tiang-tiang lampu
menghitung mundur di pertigaan jalan riuh
dengan tangan melambai
yang masih ragu kuartikan
/9/
Lipatlah peta kasih sayangmu
masukkan ke sebuah amplop berwarna tulus
dan
rekatkan dengan lengkung bibirmu yang manis
simpan pada saku kemejamu
dan
jangan dikeluarkan
barangkali kau temui seseorang murung kehilangan tujuan
maka berikanlah padanya
seperti saat kau membaginya secara cuma-cuma
padaku,
saat itu,
/10/
Bahkan perpisahan ini merupakan hadiah
sebelum aku sempat memberikan sesuatu yang mampu dikenang
mungkin inilah yang perlu diabadikan
momen kembalinya kita pada diri kita masing-masing
/11/
Jangan merasa tak berdaya
setelah rela yang kau bakar dengan berani
apimu sudah menyalakan kehidupan
yang padam di tengah-tengan pengembaraan
napasnya mungkin tak sempat berterima kasih
entah karena kota sudah kembali bertemu terang
atau kau yang sudah lebih dahulu melebur
sebelum asapnya reda
/12/
Hari itu
aku datang pagi-pagi sekali
pak satpam tak bisa kuajak berbagi
sebab tubuh gagahnya harus menjadi jembatan siswa-siswi
kutengok ibu kantin memasak sarapan pagi
bapak ibu guru juga sibuk dengan lembar-lembar materi
maka kuputuskan berbagi puisi
dengan dinding kelas yang dingin berventilasi
sebab
kau satu-satunya kawanku disini
tak lagi mau mendengarku berdiksi
sehingga banyak tanda tanya yang belum sempat kuberi
terpaksa harus diberi titik dan disudahi
/13/
Di museum
aku membaca kita
pada pigura yang melindungi kalimat dari debu
lampunya hangat namun meriah
menyorotiku dan kamu yang dingin dimakan waktu
juga jadi penerang pandang
beberapa pasang mata yang sibuk
menerjemahkan tatap besar kalimat tak terungkap
kita diawetkan dalam diorama
terjebak dan tak mampu bergerak
dipenuhi napas-napas masa lalu
yang mengendap di ruang sesak
namun pelan-pelan kita membiasakan
perlahan kita melupakan
/14/
Maka setelah esok
belum tentu kau temukanku pada lusa
sebab kau pernah ada di kemarin
dan tak lagi kujumpai hari ini