Soal daya rusak kemanusiaan, penyakit paling berbahaya bukan tetanus yang membusukkan kaki, bengkak ginjal atau kanker kulit. Tapi, ego yang bikin orang tinggi hati hingga tak mampu buka mata untuk kebenaran baru yang keluar dari mulut orang-orang yang dianggapnya junior atau pemula.

Sebagai guru, pelatih, penjaga moral HMI, Master banyak jadi korban rasa bangga diri, atau sejenis ‘kemabukan merasa diri tinggi dan terhormat’. Akibat sering membina peserta LK, ia jadi tersugesti bahwa dirinya ‘Maha Benar’, paling berpengalaman, tahu segala, sumber kebenaran tafsir ilmu, hingga merasa wajib membimbing HMI-Wati atas nama ‘ketersinambungan kaderisasi’.

Kalau kepongahan itu hanya menjelma jadi rasa sombong, paling-paling Master jadi orang malas baca. Akibatnya tertinggal. Tanpa sadar tiba-tiba soal wawasan disalip kadernya. Yang jadi bahaya ketika Master atas nama ‘mengader’, menggunakan kekuasaan di bidang training untuk merayu, membodohi, menipu, dan memanipulasi kesadaran HMI-Wati untuk tujuan seks.

Sebagai kader dari organisasi yang ‘menuhankan’ kebenaran objektif, mengkritik kebusukan Master di HMI sama sekali tak salah. Mengungkap fakta tak ada urusan baik-buruk nama lembaga. Selama yang kita ucapkan ada di dunia nyata, maka layak dibahas, diperdebatkan, diulas, diperbincangkan, termasuk juga patut dibongkar sebagaimana busuk luka yang harus disodet.

Master mengkritik ketum cabang sebagai oportunis penjual proposal, tapi ia sendiri memodusi gadis-gadis lugu untuk disetubuhi. Itu juga sama-sama manipulator. Master mengecam ketum badko sebagai boneka senior yang terjajah, tapi ia sendiri menggunakan relasi kuasa tak-imbang untuk menjerat HMI-Wati, lalu menyeretnya agar jatuh ke pelukannya. Itu juga munafik.

Menjadi master adalah sebagai pencerah. Sebelum membebaskan orang dari belenggu kebodohan, lebih baik beri contoh tindakan bertanggung jawab. Kalau sedari awal niat ingin menyetubuhi, jangan bungkus birahi dengan jubah kaderisasi atau ‘kepedulian membimbing perempuan HMI’. Tak penting seperti apa wujudmu di hadapan orang lain, tapi belajarlah jujur.

Kalau bersungguh-sungguh membebaskan perempuan dari jerat patriarki, hilangkan doktrin poligami ketika mengelola LKK. Jangan kau bujuk gadis lugu agar menerima konsep ‘pria beristri dua layak dilakukan’, padahal tak lain tujuanmu ingin menambah istri. Kalau kau niat membina ‘adik’, lindungi dia, jangan malah kau lecehkan dalam gelap malam di perjalanan pulang.

Menjadi Master itu simbol capaian intelektual. Kematangan pikir, sadar hak, berani membela kebenaran, luas wawasan, tahu banyak hal, berjiwa ksatria, mutlak dikuasai seorang Instruktur. Jangan gara-gara kau belum baca buku, kalah didebat peserta LK2, lalu marah-marah dengan menumbuhkan tanduk seolah dengan itu kau bisa menghardik kader.

Jangan karena biasa pakai jurus otoriter, jadi merasa tak lagi perlu baca buku. Akhirnya akibat tak meningkatkan konsepsi, ketika mengelola training lebih banyak teriak-teriak seperti kambing congek. Sungguh menjijikkan lihat Master yang lebih tahu cara ‘membentak’ ketimbang ‘membentuk’. Sialnya lagi, watak sok galak dicemari gampang cinlok pada peserta yang ‘bening’.

LK, yang notabene forum terhormat karena sebagai ‘Pesta Gelar Intelektualitas’, jadi turun derajat gegara kemunculan gerak-gerik motif asmara. Saat Master sudah ‘mengincar’ peserta tertentu, nalarnya kerasukan subjektivitas, ketegasan mengendur, idealisme luntur, dan tanpa sadar dicengkeram manuver bangsat untuk bertindak diskriminatif yang menciptakan rasa iri peserta lain.

Ketum cabang yang menjual kepala anggota untuk pencairan anggaran bupati memang pantas dipukul. Tapi, Master sedari screening sudah membidik peserta ‘bening’ untuk dipacari, juga perlu dibinasakan. Sebelum orang sepenuhnya siap jadi Instruktur, harusnya kubur dulu dalam-dalam niat ‘cari cewek’ di forum perkaderan. Agar pelatihan berjalan objektif dan kondusif.

Kasihan, kalau peserta datang dari luar provinsi, lintas pulau, belajar sungguh-sungguh untuk lulus, mesti disalip ‘dia yang berwajah bening incaran Master’, yang telat datang dan ‘kurang ber-otak’. Organisasi maju menjunjung tinggi ilmu, bukan tampang. Forum LK diadakan untuk konsolidasi pola pikir, bukan ajang cari lonte atau pesta birahi buaya darat.

Forum HMI tak membahas siapa masuk surga siapa dijebloskan ke neraka. Tapi yang jelas, Master yang memutus lulus-tidaknya peserta berdasarkan motif asmara, bakal melukai mereka yang sedari awal sungguh-sungguh cari ilmu. Ia yang terluka, biasanya hilang percaya. Ketika kader tak lagi punya kepercayaan organisasi, kesetiaan jadi rontok, akhirnya tunggu waktu sampai dia pergi.

Di HMI, tak menerima gaji. Juga tak mendapat inventaris. Tanpa keikhlasan dan kesetiaan menghidupkan organisasi, siapa mau aktif di Rumah Hijau-Hitam? Loyalitas anggota pada Lembaga seperti kebaktian lebah-lebah pada Ratunya. Itulah mengapa Master yang ‘haus’ seks sebaiknya jangan mengelola forum, tapi silakan mengunci diri di rumah dan berpuasalah.

Jumlah Master di tiap cabang mutlak digandakan. Agar Instruktur brengsek bisa ditendang, diganti dengan yang steril, dan agenda perkaderan tetap bisa lanjut. Mari pisahkan urusan. Kalau mau mengasah wawasan, masuk LK2. Kalau ingin rekan seks, cari di luar forum dan silakan berteduh di bawah pohon atau dimanapun yang romantis. Jangan cari jodoh di forum LKK.

Dapat calon istri/suami di HMI, tak masalah. Asal carinya jangan ketika kau jadi Master dan targetnya peserta. Itu tak etis, tak profesional, norak, berbahaya, sembrono, merusak sistem perkaderan, racun dialektika, menjijikkan, memalukan, dan tentu saja melanggar kode etik BPL sebagai protokol menjalankan forum pelatihan.

Bagi peserta LK2-LKK, kau juga harus cerdik. Bawa buku-buku untuk menunjang materi, itu bagus. Tapi jangan lupa, kau juga harus bawa ‘kewaspadaan’. Sebab di HMI sekarang ini, banyak predator yang menyamar jadi Screener dan Master. Buaya darat berjubah ‘senior’ menjadi amat berbahaya bila mendapat mangsa gadis-gadis lugu dengan watak polos.

Sebagai eks Master yang mencoba kritik ke dalam, saya merasa harus ada yang ‘berteriak’, demi koreksi HMI dan mencegah jatuhnya korban lain. Orang-orang baik yang berangkat LK2-LKK dari tempat yang jauh, dari seberang daerah, tak layak dimodusi, dikibuli, dilecehkan, dikooptasi Master yang menyimpan niat busuk dalam kelambu perkaderan.

Bagus bila HMI mampu terus menerus mencetak perempuan merdeka dan berpikir logis. Tinggal bagaimana cara membangun budaya antipelecehan seksual dan tercipta lingkungan yang profesional dalam mengelola pelatihan. Master harus memberi contoh tegas tentang Latihan Kader yang objektif. Bukan malah jadi pelaku diskriminasi atau budak nafsu birahi.

Kau harus tahu, di HMI banyak orang sudah dirasuki ‘Siluman Kambing Jantan’. Roh bandar penjahat kelamin. Jadi, kalau ada Master sudah bidik sana bidik sini saat mengelola LK, jangan dianggap remeh. Itu penyakit berbahaya. Obatnya langka, dampaknya mengerikan, efeknya bisa sangat menghancurkan iklim kaderisasi.

Saat Master men-screening peserta cewek berlama-lama dan obrolannya melebar kemana-mana, bisa jadi di kepalanya bukan mancing seberapa luas wawasan kader. Tapi, ia sedang liar berimajinasi sambil menerka, ‘Apakah dia mau jadi pacarku’, ‘Berapa ukuran buah dadanya’, ‘Sepertinya dia mudah dieksploitasi’, ‘Setelah ini, harus dapat nomor ponselnya’.