Kehidupan manusia dalam dunia ini tak terlepas dari segala tindakannya. Dalam tindakan tersebut pada akhirnya memunculkan suatu kebiasaan. Setelah terbiasa melakukan suatu tindakan, maka pada akhirnya menjadi kebudayaan dan menuju pada suatu tindakan yang berkeutamaan.
Ernst Cassirer berpendapat bahwa ciri utama dan khas dari manusia bukanlah kodrat fisik atau metafisiknya, melainkan karyanya. Kebudayaan menjadi wadah yang sangat baik dari keseluruhan perilaku dan karya yang dihasilkannya. Hal inilah yang menjadi sebab betapa sulitnya merumuskan maksud dari kebudayaan itu sendiri.
Dalam karya tulis ini, penulis tertarik untuk mendalami bahasa sebagai produk kebudayaan manusia, secara khusus bahasa sebagai poros kebudayaan. Penulis melihat bahwasanya bahasa begitu penting dalam kehidupan manusia.
Namun dalam pandangan masyarakat Indonesia modern, bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan bahasa yang terbelakang. Sebagian besar masyarakat lebih mementingkan belajar bahasa Inggris, Korea, dan Jepang sebagai bahasa internasional dan sedang menjadi trend saat ini.
Oleh sebab itulah, penulis berharap dengan mendalami bahasa sebagai poros budaya, penulis dapat memandang bahwa bahasa sangat penting bagi kebudayaan serta kelestarian suatu kebudayaan dan jati diri budaya bangsa Indonesia. Pertanyaannya, bagaimanakah keterkaitan bahasa dengan poros kebudayaan?
Bahasa sebagai Poros Kebudayaan
Menurut pandangan Budiono Kusumohamidjojo, bahasa merupakan faktor utama yang dapat menggambarkan perilaku manusia, melalui segala aspek serta unsur apapun dalam kebudayaan dan fenomena yang didapati oleh manusia, bahasa merupakan pokok pentingnya.
Bahasa bukan hanya sekadar unsur, melainkan lebih dalam lagi bahwasanya bahasa merupakan poros kebudayaan yang menjadi dasar yang membedakan manusia dari makhluk sub-human dalam peranan sejarahnya.
Bahasa juga merupakan realitas utama yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Melalui bahasalah, manusia dapat memungkinkan dirinya untuk berkebudayaan.
Menurut pandangan Levi Straus, bahasa merupakan sistem komunikasi yang menjadi pangkal dalam kompleks relasi maupun oposisi sosial yang terdiri dari tiga faktor. Pertama, sebagai sistem tanda (lisan maupun tulisan) yang terjalin dalam hubungan relasi maupun oposisi.
Kedua, sebagai proses pembelajaran yang mengharuskan bahwa sistem itu harus dipelajari secara sinkronis (bersamaan) dulu dan baru kemudian secara diakronis (berurutan). Ketiga, bersifat transformatif terdapat dalam hukum-hukum linguistik yang bekerja dalam taraf ketaksadaran.
Menurut Jurgen Habermas, bahasa merupakan suatu hal yang sentral dalam kebudayaan. Menurutnya pula kebudayaan merupakan gudang pengetahuan sebagai tempat bagi manusia untuk melakukan tindakan komunikatif dikala mereka saling memahami mengenai sesuatu yang ada di dunia/hidup ini untuk melengkapi dirinya masing-masing dengan interpretasi yang sarat dengan konsensus.
Hanya melalui bahasalah, ilmu pengetahuan manusia dapat dibangun oleh manusia dan dapat masuk dalam segala aspek kehidupan manusia serta semakin meningkat dengan berkembangnya kebudayaan manusia. Pada situasi semacam ini bahasa berperan penting.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila menempatkan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan sebagai indikator tingkat kompleksitas kebudayaan yang memuncak sebagai peradaban.
Sebuah Pandangan Kritis
Bahasa merupakan produk dari kebudayaan manusia. Tanpa adanya bahasa, setiap manusia tidak dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan baik. Dalam perkembangannya sejarah hidup manusia sejak dari manusia awal hingga kini, manusia tak pernah lepas dari adanya bahasa.
Perkembangan tersebut tentu tak langsung dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan seperti sekarang ini. Perkembangan bahasa pada awal hidup manusia ada pula yang menggunakan bahasa tubuh ada pula yang menggunakan bahasa simbol seperti yang kerapkali terlihat dalam peninggalan gua-gua purba.
Perkembangan penggunaan bahasa tersebut tentu menjadi penting karena menunjukkan bahwa seiring berjalannya waktu dan seiring berkembangnya manusia, bahasa juga turut berkembang.
Seperti halnya ditekankan oleh Jurgen Habermas di atas bahwa bahasa, ilmu pengetahuan, dan manusia tak pernah lepas. Perkembangan ilmu pengetahuan manusia sedari dulu hingga saat ini tentu melibatkan bahasa sebab bahasa menjadi pokok penting dalam unsur kebudayaan manusia.
Senada dengan refleksi penulis tersebut, Samsuri juga menegaskan bahwa bahasa tidak pernah terpisahkan dari kehidupan manusia.
Manusia tidak pernah lepas dari penggunaan bahasa, bahkan ketika manusia tidak berbicara pun, mereka tetap menggunakan bahasa, sebab bahasa merupakan alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaannya, keinginan, serta perbuatannya. Bahasa juga menjadi alat untuk mempengaruhi. Bahasa merupakan tanda yang jelas dari kepribadian yang baik dan buruk.
Dalam hal ini maka sangatlah layak apabila Samsuri berpendapat bahwa keseluruhan kegiatan manusia di dunia ini dalam kehidupan masyarakat dapat dirangkum dalam suatu kebudayaan dan bahasa menjadi landasan dasar dari kebudayaan itu sendiri.
Bahasa merupakan kunci yang paling menghasilkan untuk membuka ciri-ciri suatu kelompok masyarakat. Kita tidak mungkin dapat menyelidiki suatu kelompok manusia dengan baik tanpa mengetahui bahasanya.
Bahasa bukan sekadar cara memberi kode untuk proses menyuarakan gagasan dan kebutuhan manusia, tetapi lebih merupakan suatu pengaruh pembentuk, dengan menyediakan ungkapan yang mapan yang menyebabkan orang melihat dunia dengan cara-cara tertentu mengarahkan pikiran dan perilaku masyarakat.
Bahasa berasal dari hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat, sehingga bahasa adalah salah satu dari kebudayaan. Tanpa sebuah bahasa tidak dapat disebut kebudayaan.
Tanpa bahasa sebuah kebudayaan tidak dapat diidentifikasikan atau tidak dapat dikenal. Dapat dikatakan bahwa bahasa dan kebudayaan saling terhubung dan berkaitan satu sama lain.
Bahasa digunakan oleh manusia yang menjadi anggota masyarakat tertentu, yang masing-masing memiliki kebudayaan yang khas. Variabel-variabel sosial seperti kelas dan status sosial orang yang berbicara juga mempengaruhi cara menggunakan bahasa.
Cara seseorang menggunakan bahasa mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebudayaannya. Perbedaan bahasa tersebut terjadi akibat perbedaan dasar dalam pandangan dunia.
Hal ini menyebabkan seseorang yang sering bersentuhan dengan budaya lain di luar kelompoknya akan memiliki perbendaharaan kata yang banyak dibandingkan orang yang hanya hidup dari dalam kelompoknya saja.
Berkenaan dengan pendapat mengenai bahasa sebagai poros kebudayaan, berdasarkan hemat penulis, apabila sebuah bahasa punah, maka secara langsung kebudayaan dari bahasa tersebut juga turut punah.
Sebab bahasa merupakan landasan dasar yang membentuk kebudayaan manusia itu sendiri. Bahasa juga menjadi pokok komunikasi dan pokok terbentuknya sistem dalam masyarakat yang membentuk suatu kebudayaan.
Kepunahan Bahasa
Kepunahan bahasa ini juga telah terjadi di Indonesia berdasarkan berita dari Surat kabar Kompas (Selasa, 29 Oktober 2019) merilis sebuah berita dengan judul Cegah Kematian Bahasa. Berita ini menyoroti perihal punahnya 11 bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Punahnya bahasa daerah bisa berarti matinya sistem kebudayaan yang mendukung satu tatanan nilai dalam sebuah masyarakat. Data tersebut menunjukkan 11 bahasa daerah yang tersebar di wilayah Indonesia telah punah, sedangkan 22 bahasa terancam punah, 4 bahasa dalam kondisi kritis, dan 16 bahasa stabil tetapi terancam punah, 2 bahasa mengalami kemunduran, dan hanya 19 bahasa pada kategori aman.
Jika bahasa daerah, berarti sistem kognitif dan nilai-nilai dari satu komunitas atau budaya penuturnya akan punah pula. Apabila bahasa daerah punah, maka mengartikan bahwa nilai-nilai khazanah dan toleransi yang pernah ditanamkan oleh leluhur melalui bahasa akan punah pula.
Berdasarkan kasus punahnya 11 bahasa di atas menunjukkan bahwasanya sangat mungkin apabila hal tersebut juga terjadi dalam bahasa-bahasa lainnya apabila tidak digunakan oleh para penuturnya yang tak lain dan tak bukan ialah para warganya sendiri.
Bahasa merupakan akar dasar serta poros kebudayaan. Apabila terdapat bahasa yang punah, maka kebudayaan tersebut juga turut punah.
Kesimpulan
Kebudayaan merupakan cerminan diri dan karakter manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan dapat mewadahi keseluruhan perilaku dan karya yang dihasilkan oleh manusia.
Kebudayaan merupakan warisan turun-temurun umat manusia berdasarkan kebiasaan yang selalu dilakukan sedari dulu.
Dengan pelbagai unsur kebudayaan tersebut, bahasa menempati yang paling dasar serta menjadi poros dalam kebudayaan manusia. Bahasa merupakan pokok yang paling penting dalam kebudayaan.
Sebab bahasa menjadi penghubung dalam komunikasi setiap manusia. Semua susunan dalam unsur kebudayaan pada awalnya juga dibentuk oleh bahasa yang menghubungkan manusia untuk membentuk unsur budaya lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU
Bakker, J.W.M, Filsafat Kebudayaan (Sebuah Pengantar), Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1984.
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta: Penerbit Gramedia, 1987.
Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan (Proses Realisasi Manusia), Yogyakarta: Penerbit Yrama Widya, 2017.
Samsuri, Analisis Bahasa, Jakarta: Penerbit PT Erlangga, 1994.
Sumaryono, E., Dasar-Dasar Logika, Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2010.
Haryono, Tri Joko Sri, Pengantar Antropologi, Surabaya: Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, 2012.
SUMBER KORAN
Kompas, Cegah Kematian Bahasa, dalam Kompas, Selasa, 29 Oktober 2019.
Jawa Pos, Sosok dan Sisi Lain, dalam Jawa Pos, Rabu, 2 Juni 2021