Orang Maluku, dalam pergaulan sehari-hari, menggunakan bahasa Melayu-Ambon atau Melayu-Polynesia sebagai bahasa persatuan. Kendati setiap daerah juga memiliki bahasa-bahasa daerah yang khas dan berbeda-beda.

Dalam pergaulan sehari-hari, kita mengenal banyak istilah untuk sebutan kepada teman atau saudara, mulai dari yang seumur, di bawah umur, atau yang lebih tua. Sebagai contoh, kita mengenal istilah Nona, Nyong, Ade, Kaka, Abang, Bung, Caca, Tamang, Tuang, Kaka Tuang, Ade Tuang, Tuang Guru, Upu, Antua, dan lain-lain. 

Rupanya sebagian orang Ambon sering kali mencampuradukkan istilah-istilah ini dalam penyapaan-penyapaan di antara sesamanya. Padahal setiap istilah-istilah itu memiliki kekhususan dan makna yang khsusus.

Nona, istilah ini biasanya digunakan sebagai penanda kepada seorang perempuan bujang yang masih gadis, bersifat umum kepada yang berusia muda. Sama halnya dengan Nyong, yang juga sebagai sebutan kepada seorang lelaki bujang yang masih perjaka. 

Berbeda halnya dengan Caca yang penyebutannya lebih kepada seorang perempuan yang telah menikah, atau pernah menikah, dan khusus kepada perempuan saja. Tapi biasanya istilah ini juga digunakan kepada seorang perempuan yang belum menikah namun usianya lebih tua dan cenderung memiliki hubungan kedekatan secara emosional. Istilah ini sepadan dengan Abang. Lain halnya juga dengan Bung, istilah ini juga khusus hanya kepada laki-laki, namun tidak terikat oleh usia dan bersifat umum.

Berbeda dengan itu, ada juga istilah Kaka. Istilah kaka ini lebih umum sifatnya, dan tidak terikat pada jenis gender. Bisa kepada lelaki maupun perempuan yang lebih tua.

Sementara istilah Tamang adalah Istilah yang biasanya digunakan dalam pergaulan sehari-hari untuk menyebut kawan, teman, atau sejawat. Dan sifatnya juga umum dan tidak terikat pada jenis gender. Jadi bisa kepada perempuan maupun laki-laki. 

Berbeda dengan tamang, istilah Sodara memiliki kedudukan yang lebih intim. Sebutan ini menggambarkan kedekatan emosional mendalam di antara sesama. Jadi kalau sebutannya sudah Sodara, maka itu menggambarkan si penyebut telah menganggap yang disebutnya seperti saudaranya sendiri.

Ada juga istilah Tuang. Istilah ini menggambarkan penghormatan sedikit tinggi dari kaka, tamang, atau sodara. Istilah ini lebih menempatkan posisi penyebut di bawah dari yang disebut. Misalnya ketika si A menyapa si B dengan sebutan Tuang, maka itu menandakan si A sedang mengangkat derajat si B lebih tinggi darinya sehingga mendapatkan penghormatan yang khusus.

Begitupula jika sebutan Tuang ini digandeng dengan istilah Kaka, Ade, atau Guru, seperti Kaka Tuang, Ade Tuang, dan Tuang Guru. Maka si penyapa yang menggunakan istilah itu sedang menempatkan yang disapanya pada kedudukan yang tinggi, agung, dan mulia di matanya.

Khusus untuk istilah Tuang Guru, biasanya digunakan untuk membedakan seorang Guru biasa dengan Guru Spiritual atau Agama. Istilah ini hanya digunakan kepada seseorang yang telah dikenal masyarakat umum karena kedudukan Ilmu dan Spiritualnya/Agamanya. Jadi seorang Tuang Guru tidak hanya memiliki keluasan pengetahuan umum, melainkan juga agama.

Berbeda dari Istilah Tuang Guru, Upu adalah sebutan untuk seseorang yang memiliki kedudukan sosial yang lebih tinggi di bandingkan yang lain. Biasanya istilah ini disematkan kepada seorang yang berketurunan ningrat atau bangsawan, atau memiliki jabatan yang kaitannya dengan adat dan kebudayaan masing-masing. Karena istilah khusus hanya untuk laki-laki, maka istilah ini adalah istilah kehormatan untuk kaum lelaki. 

Sekian catatan singkat ini. Mudah-mudahan ke depan akan lebih diperluas lagi sebagai usaha menjaga dan merawat tradisi dan kebudayaan bangsa kita, salah satunya dalam bidang kebahasaan. Semoga bermanfaat. Salam Peradaban.