"Meronta Ia Diam"


Saatnya tiba Kala ; diam diambang batas ketidakberdayaan semesta

Mematung, terpenjara pada kata-kata

Diujung sajak terbahak-bahak penuh luka-luka

Yang kau namai tenang dalam diam ; "ia meronta."


Tetap tenang meski riuh didalam, "katanya.."

Tak urung dusta menjadi malapetaka

Hitam dan putih ; itukah bahagia?

Dimusnahkan dari cerita ; itulah realita!


Kala, aku namai kau sandiwara

Berbaik sangka pada kegelisahan aksara

Ucap tak apa-apa menderma do'a

Menghidupkan asa tanpa tahu telah mati rasa.


Usang, tak lagi senada melanglang

Kian purnama hanya menyempatkan

Kian waktu hanya perlu melaju

Melaju senja, dibiasakan fatamorgana, surya bertamu mengabarkan kegagalan kala.


"Menjelma Kala Fana"


Dalam hening membaca kala

Meniti detak waktu yang sedetik purna

Ada kesaksian akan makna kehidupan ; lepaskah diri dari daftar rencana?

Tanya saja pada angin yang entah hendak kemana mengelana.


Di mana fana hanya selintas sementara membawa lena

Di ujung jalan langkah terjeda ; ucap terbata-bata 

Dengan suara sesal yang teramat menyiksa

Pada sajak mesra ; merana.


Memohon pasrah dalam ketidakberdayaan sementara 

Lepaskan seluruh sesak yang menggulung jiwa 

Ada bahasa kalbu menyantuni lorong sunyi menderma doa

Linang berderai menghujan sesal keangkuhan jiwa hina yang papa.


"Tak Akan Lari"


Satu-Satunya  cinta, tak akan lari gunung di kejar;  aku mohon

Keluar dari lubang pahit dalam hatiku, mencarimu, tak akan lari gunung di kejar;  

Dengan langit-langit kelam di pantai yang suram,  gelap, tanpa harapan, tetapi kamu tahu tak akan lari gunung di kejar;  

Hanya dihuni oleh penistaan dan ketakutan, kecemburuan; tak akan lari gunung di kejar;  


Lembah yang kau namai puisi, padam ia gelap menjadi tak karuan lenyap

Setangkai bunga edelweis ; mana kau tahu makna kau itu

Mana gunung kelok mengitari jurang

Perlahan suram tajam mata menghilang;

Tak akan lari gunung di kejar.


"Rintik Yang Sedetik"


Hujan ini turun lagi untuk yang kesekian kali mengingatkanku tentang rintik soal waktu yang sedetik

Ketika hujan ini turun lagi dari kata yang kau namakan puisi

Namamu, namaku, tentang cinta yang pernah singgah

Anggap saja hujan ini adalah kenangan

Meski rintik yang sedetik tapi mampu mengingatkan.


"Memenjarakan Diri"- Syair Kekalahan


Aku masih mengintai mu,

Menyelam jauh kedalam imaji tak tentu arah ini.


Aku masih terbelenggu

Pada derita yang kian hari menampakkan diri

Berujar ikhlas, namun kau masih membekas

Kau masih menari-nari di benakku.


Aku akan hilang,

Bersemayam pada gelapnya malam

Memenjarakan diri di sudut sepi

Menjahit luka diatas tawa

Memungut kembali kepingan-kepingan nestapa

Berkawan duka, berdamai diri membalut luka.


Aku akan ikhlaskan, walau hati berujar tidak

Aku akan relakan, walau kata itu menampar diriku.


Babak baru dalam hidup mu telah kau mulai

Namun aku, biarkan menepikan diri menatap mu dari sudut ini

Menghentikan langkah seraya menghilangkan jengah

Menyuarakan tentang mu, tanpa tahu arah.


Biarkan aku hidup dalam pengandaian

Menghidupkan tentang mu dalam kalimat rapuhku

Hingga semua berlalu

Hingga semua menjadi asing

Hingga kau, aku yakini mampu mengasingkan diriku.


Perlahan, katamu aku akan melaluinya

Hingga akan melupa

Meninggalkan kisah kita

Menanggalkan semua kecewa

Memulai lagi cerita.


Hahahaaa....

Mudah untuk menyakiti diri,

Tidak untuk mengobati

Mudah untuk mengakhiri,

Tidak untuk bertahan menjalin bersama melewati.


Kini, keraguan bersarang lagi memenjarakan diri

Menjerumuskan langkah untuk terhenti.


"Adaptasi" - Syair Kekalahan 


Semua akan pergi,

Entah berakhir manis atau berakhir tragis.


"Ini hanya perihal waktu.."


Begitulah aku menghibur diri

Menghidupkan keyakinan yang sempat terlupakan

Meneguhkan diri menerima kenyataan

Mengalahkan hati tanpa ada rasa kasihan.


Aku tahu,

Tak ada lagi sapaan hangat seperti waktu itu.


Jika kau mampu mengukuhkan hatimu mematahkan hatiku

Lantas untuk apa?

Untuk apa aku menyemai rindu pada waktu-waktuku

Untuk apa aku menghiasi ruang kosong hanya tentangmu.


Aku tahu,

Tiada berguna terpuruk rapuh pada kekalahan

Bahkan pada kegagalan.


Sekalipun..


Aku hanya mampu menanggalkan waktu

Membekukan hati memulai lagi babak baru dalam hidupku

Begitupun dirimu.


Sedikitpun..


Tentangmu,

Biarlah bersamaku

Pada syair kekalahan

Pada syair ketabahan.


Tentangmu,

Biarlah tersimpan rapi jauh pada ruang yang lalu

Seperti waktu,

Kita hanya mampu menanggalkan,

namun waktu mampu meninggalkan.


Dengarkanlah..


Tuan,

Biarkan aku menikmati luka tikam mu

Menjahit kembali membungkam jeritan hati.


Jika waktu mampu mengubah dirimu

Lantas aku mengapa tidak?

Jika ini hanya perihal waktu,

Mencari persinggahan adalah suatu kesalahan.


Jika aku tak lagi bersamamu

Yakinlah, do'aku untukmu akan tetap menggebu-gebu

Sebab, mencintai adalah meridhoi

Mengalahkan ego menerima kenyataan berdamai diri.


"Ironis"- Syair Kekalahan


Ironis, kita lupa.


Kita dibutakan oleh duka

Terkungkung terbelenggu realita.


Waktu akan menenggelamkan semuanya

Sekalipun tentang kita

Hanya kenangan yang mampu kita selamatkan dengan suka cita

Sedikit pun, kita akan mulai melupa.


Kita hanyalah orang asing

Lahir ke dunia dengan telanjang

Hadir dengan wujud bukan siapa-siapa

Pulang dengan keadaan yang luka-luka.


Kita hanyalah orang biasa

Berjalan dengan penuh asa

Mengalahkan semua derita

Memaknai hidup yang penuh drama

Bahkan kita, masih berselisih dengan semua sandiwara.


Kita dipertemukan dengan realita

Senang, sedih, bahagia, bahkan luka

Semua bersarang pada tubuh kita.


Sebagian orang mencaci hidupnya

Marah tanpa tahu harus berbuat apa

Begitulah kiranya

Kita meyakini semua akan baik-baik saja.


Kita dimusnahkan, hanya karena sebuah luka.


Kesedihan biarlah kesedihan

Kepergian biarlah kepergian

Dicampakkan biarlah dirasakan

Semua akan pulang pada ingatan.


Lalui lah semua luka,

Bahagia menunggumu setelahnya

Melangkah lah sejauhnya,

Cakrawala akan terbuka

Luka pun ada sembuhnya.


Cinta tidak mengajarkan kebencian,

Cinta hanya mengenalkan tentang bahagia dan luka.


"Pinjamkan Saya Keberanian" - Syair Kekalahan 


Tuan,

Luka itu masih menganga

Tak ada tawa

Semua terpampang sandiwara.


Saya ingin bicara

Tapi pada siapa?


Saya kali ini mampu tanpa suara

Berkawan sepi di penghujung malam yang gelap gulita

Tanpa ada bincang soal cinta

Tanpa sadar telah tenggelam di dasar samudera.


Tuan,

Pinjamkan saya satu nama.


Ia yang berujar dengan segala cinta

Ia yang mampu mengalahkan ego tanpa diminta

Ia yang tak mudah menyerah pada bosan yang kapan saja akan melanda

Sekalipun semua menerpa, akan ada harga di setiap cerita.


Tuan,

Pintaku sederhana

Saya tak ingin seperti rumah yang hanya disewa

Saya tak rela membiarkan cinta pupus begitu saja

Saya tak mampu menggoreskan luka pada yang tercinta.


Namun,

Sayalah yang diberi luka

Ditinggalkan tanpa aba-aba

Dimusnahkan dalam segala cerita.


Tuan,

Berikan saya keberanian dalam cinta

Keyakinan saya pudar dihantam duka

Saya begitu takut untuk percaya.


Saya sudah muak dengan kebaikan saya

Menganggap ia berbeda

Tapi ternyata

Ia sama diantara mereka yang hanya menggoreskan luka.


Tuan,

Kegagalan apalagi yang akan menyapa

Jika setia adalah suatu hal yang harus ada dalam cinta

Lantas mengapa yang setia selalu diberi luka?


Tuan,

Ternyata kau bukan rumah

Tuan,

Ternyata kau hanya singgah

Tuan,

Ternyata kau tak sungguh

Tuan,

Kau tak begitu tangguh.


"Aku Titipkan, Tuhan"


Pada akhirnya, kau harus mengerti

Segalanya berlalu dengan semestinya

Lantas kau harus terima tanpa lagi harus mengiba.


Di sana ia..


Menatapmu tanpa perlu kau tahu

Berada tepat didepan mu

Lalu tersenyum dengan segala rasa

Mendekap mu tanpa kata

Membelai rambutmu yang kian hari kau biarkan tumbuh

Sesekali ia mencium pipimu yang basah.


Jika saja ia bicara..


Sajaknya begitu menenangkan

Baitnya pun tak serumit mereka

Disetiap katanya mampu melembutkan segala kerisauan

Pada setiap hurufnya ia menjelma sebuah nama.


Ia yang mampu mengukir senyum mu tanpa terlihat palsu

Ia yang melihat segala juangmu

Ia yang memastikan tegar dalam langkahmu

Dan ia yang selalu menunggumu untuk bersatu.


Jikalau pun, Tuhan izinkan..


Kau dan Ia hanyalah skenario Tuhan.


Jaraknya bukan lagi soal batas antar kota

Tapi alam yang tak lagi sama

Dunia yang tak lagi kutemui kau ada

Sedangkan dunia barunya adalah surga.


Hanya ingatan dengan segala kenangan

Hanya ada keikhlasan

Hanya do'a yang mampu dipersembahkan

Hanya Aamiin untuk dipertemukan.


Segalanya tentang ia,

Aku titipkan, Tuhan.