Dalam sejarah India kuno, terdapat begitu banyak peristiwa dan berbagai macam ajaran yang lahir dari anak benua tersebut. Anak benua India, yang sekarang meliputi daerah negara India, Pakistan, Bangladesh, dan Srilangka, memiliki suatu peradaban yang tertua di dunia. Kitab Veda adalah sebuah kitab yang berumur sekitar kurang lebih 4000 tahun. Dari kitab itulah maka kita mengenal pada zaman sekarang agama bernama Hindu.

Terdapat silih berganti kerajaan-kerajaan menduduki dan menguasai sebagian atau bahkan seluruh tanah anak benua tersebut. Bahkan jika membaca peristiwa-peristiwa sejarah, Alexander Yang Agung pun pernah menginjakkan kaki bersama ribuan pasukannya di atas tanah India, walaupun pada akhirnya hanya menduduki sebagian daerah barat laut India atau yang sekarang disebut Pakistan.

Kerajaan Mauryan adalah kerajaan yang pernah menguasai sebagian besar tanah anak benua ini, kecuali daerah selatan yang belum dikuasainya. Chandragupta Maurya adalah seseorang yang mendirikan kerajaan tersebut. Dia berhasil membebaskan daerah barat laut dari perbudakan Seleucus, juga mengalahkan wakil raja Yunani di daerah barat Indus.

Chandragupta Maurya digantikan oleh anaknya bernama Bindusara. Setelah Bindusara, anaknya yang bernama Ashoka berhasil menduduki tahta kerajaan dengan melakukan pembunuhan atas saudara-saudaranya sendiri.

Dalam sejarah mengenai masa awal Asoka sebagai raja, terdapat berbagai macam cerita yang menjelaskan tentang kekejaman Asoka dalam menjalankan pemerintahannya. Penyebutan penjara Asoka dengan Ashoka’s hell juga menjelaskan betapa kejam perilaku Asoka. 

Kerajaan Mauryan berhasil meluas ke penjuru anak benua India pada masa kekuasaan Asoka. Ada suatu peristiwa yang sangat populer yang di mana Asoka mengakui kesalahannya dan bahkan mengubah prinsip diri juga seluruh tatanan pemerintahan. Di sini adalah waktu di mana dia melakukan pertobatan yang begitu signifikan.

Dalam peperangan Kalinga, Asoka mengalahkan suatu kerajaan di daerah yang sekarang dikenal dengan Orissa. Di peperangan tersebut, Asoka menyebut ada 100.000 orang terbunuh dan 150.000 orang dipenjarakan. 

Menurut R. S. Sharma dalam bukunya berjudul India’s Ancient Past, angka tersebut adalah berlebihan atau exaggerating. Dia berpendapat bahwa dalam pengungkapan angka “ratusan ribu” biasa dijadikan kata klise dalam prasasti Asoka.

Terlepas dari seberapa banyak angka manusia yang terbunuh, Asoka merasa bersalah dan begitu tersentuh dengan melihat kematian dalam jumlah banyak. Dia menyesal dengan apa yang dia telah lakukan. Dia memilih jalan Buddha setelah peristiwa itu. Jalan yang menekankan kasih sayang, toleransi, dan aturan-aturan yang sesuai dengan kepercayaan Buddhisme terkait kehidupan dan alam semesta.

Keadaan di dalam pemerintahan begitu berubah dengan Dhamma sebagai prinsip ajaran dalam pemerintahan. Dhamma adalah suatu aturan yang sesuai dengan aturan alam semesta, atau dalam Agama Hindu disebut Dharma. 

Terdapat berbagai pendapat terkait kata Dhamma ini. Ada yang mengatakan itu tidak terkait pada ajaran Buddhisme secara partikular. Ada juga yang menjelaskan bahwa arti kata itu merujuk kepada ajaran Buddhisme.

Asoka berkali-kali berbicara pada bawahannya untuk menyampaikan kepada seluruh masyarakat bahwa mereka adalah seperti anaknya sendiri. Dia pun meminta kepada jajaran pemerintahan untuk memelihara masyarakat dengan sebaik-baiknya. 

Dia tidak ingin ada pertumpahan darah lagi yang terjadi. Invasi kepada daerah yang belum dikuasai pun ia hentikan demi terciptanya perdamaian. 

Bukan hanya kepada manusia Asoka begitu memperhatikan, kepada hewan pun dia melarang kepada masyarakatnya untuk membunuh. Terlepas dari kritik yang terlontar dari kalangan pengikut Hindu yang biasa melakukan pengorbanan dengan hewan, dalam prasasti Kandahar, banyak dari pemburu dan nelayan berpindah profesi menjadi petani.

Dalam berbagai prasastinya, dia menekankan kasih sayang terhadap sesama manusia juga pada hewan. 

Terdapat satu hal yang unik dalam kampanyenya mengenai Dhamma, Asoka mengajar dengan menulis berbagai prasasti bukan untuk menjelaskan perkara Buddhisme dan berbagai ajaran yang partikular. Tetapi dia ingin mengajarkan bahwa jika manusia berbuat baik, maka ia akan pergi ke surga. 

Dalam ajaran Buddhisme, surga tidak dikenal. Ia tidak pernah mengatakan perihal mencapai Nirvana yang menjadi tujuan akhir ajaran Buddhisme. Asoka ingin mengajarkan tentang toleransi yang akan menjaga kedamaian sosial, tidak untuk berceramah terkait ajaran yang partikular.