"Aqua" berasal dari bahasa latin yang berarti air. Sedangkan "silvikultur" berasal dari bahasa latin "silva" yang berarti hutan dan "cultura" atau "kultura" yang berarti budaya. Jadi, secara umum Aquasilvikultur adalah praktik budidaya yang menggabungkan budidaya air dengan budidaya tanaman atau kehutanan. Praktik ini mencangkup penggunaan budidaya pohon seperti holtikultura air, hidroponik, dan aquaponik untuk menghasilkan kayu yang dapat ditanam di perairan.

Aqualsivikultur merupakan bagian dari penerapan Green Development atau pembangunan berkelanjutan. Konsep Green Development merupakan sebuah konsep pembangunan berkelanjutan yang memperhatikan dampak lingkungan dan sosial dari pembangunan, serta mempromosikan penggunaan sumebr daya yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Dalam Aquasilvikultur, tanaman atau kehutanan yang dibudidayakan, ditanam di sekitar atau di atas air, seperti kolam ikan, sungai, atau danau. Air yang digunakan dalam budidaya ikan atau udang kemudian dimanfaatkan untuk mengairi tanaman, sehingga menciptakan suatu sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan. 

Tujuan dari Aquasilvikultur adalah untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan memperbaiki kondisi lingkungan. Dengan mmanfaatkan air secara efisien dan menggabungkan budidaya ikan dan tanaman atau kehutanan, Aquasilvikultur dapat meningkatkan produktivitas lahan secara signifikan, serta meningkatkan kualitas air dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. 

Aquasilvikultur memiliki beberapa keuntungan, termasuk memanfaatkan lahan yang tidak produktif, meningkatkan kualitas air, mengurangi erosi, dan menyediakan tempat hidup bagi kehidupan akuatik. Selain itu, praktik ini juga dapat memberikan alternatif penghasilan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar perairan, serta membantu memenuhi kebutuhan akan kayu yang ramah lingkungan. 

Di Indonesia, Aquasilvikultur telah mulai dikembangkan dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa contoh penerapannya diantaranya :

1. Budidaya ikan dengan sistem aquaponik di Jawa Tengah dan Bali. Aquaponik adalah sebuah sistem budidaya ikan dan tanaman yang saling terintegrasi dan memberikan manfaat simbiotik antara keduanya. Beberapa perusahaan telah menerapkan sistem aquaponik di Jawa Tengah dan Bali untuk memproduksi ikan dan sayuran organik dengan efisiensi air yang tinggi.

2. Perikanan berkelanjutan di Sulawesi Selatan. Beberapa kelompok nelayan di Sulawesi selatan telah menerapkan prinsip-prinsip Aquasilvikultur untuk meningkatkan produktivitas dan berkelanjutan perikanan mereka. Mereka memanfaatkan keberadaan mangrove dan ekosistem pesisir untuk membudidayakan ikan dan udang dengan cara berkelanjutan dan ramah lingkungan.

3. Agroforestry di Kalimantan Timur. Agroforestry adalah sebuah sistem pertanian yang menggabungkan kehutanan dengan budidaya tanaman dan hewan. Di Kalimantan Timur, beberapa kelompok tani telah menerapkan agroforestry dengan menanam pohon di sekitar kolam ikan untuk menciptakan suatu sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan. 

Penerapan Aquasilvikultur di Indonesia masih tergolong baru dan belum meluas. Namun, dengan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan produktivitas pertanian secara berkelanjutan dan memperbaiki kondisi lingkungan, diharapkan Aquasilvikultur akan terus dikembangkan dan diadopsi oleh masyarakat petani dan nelayan Indonesia. 

Selain penarapan Aquasilvkkutur di Indonesia, ternyata praktik ini juga telah diterapkan di berbagai negara luar. Beberapa contoh negara yang menerapkan sistem Aquakultur diantaranya :

1. Jepang. Jepang juga telah menerapkan Aquasilvikultur sebagai alternatif dalam memproduksi bahan pangan. Budidaya ikan, terutama salmon dan trout telah dikembangkan dengan sistem aquaponik di Jepang. Mereka juga memanfaatkan teknologi hidroponik untuk menanam sayuran seperti selada dan bayam.

2. Amerika Serikat. Di Amerika Serikat, Aquasilvikultur telah diterapkan untuk memperbaiki kualitas air dan menangani masalah polusi. Beberapa peternak udang telah mengadopsi teknologi Aquasilvikultur untuk membudidayakan udang secara organik dan berkelanjutan dengan memanfatkan air limbah. 

3. Norwegia. Mereka menggabungkan budidaya ikan seperti salmon dengan budidaya tanaman seperti sayuran dan buah-buahan. Sistem Aquasilvikultur di Norwegia terkenal karena efiensi energinya yang tinggi dan kontribusinya dalam mendukung keberlanjutan pangan dan lingkungan.

4. Kanada. Kanada juga mengembangkan Aquasilvikultur sebagai alternatif dalam memproduksi bahan pangan secara berkelanutan. Mereka menggabungkan budidaya ikan dengan budidaya tanaman seperti sayuran dan buah-buahan. Sistem Aquasilvikultur di Kanada juga membantu dalam memperbaiki kondisi lingkungan, seperti peningkatan kualitas dan mengurangi emisi karbon. 

Penerapan Aquasilvikultur di negara-negara tersebut menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memperbaiki kondisi lingkungan. Dalam beberapa tahun kedepan, Aquasilvikultur diproyeksikan akan terus dikembangkan diseluruh dunia sebagai alternatif pertanian yang inovatif dan berkelanjutan.

Meskipun Aquasilvikultur memiliki banyak manfaat, tetapi seperti halnya setiap sistem budidaya, ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan, diantaranya:

1. Biaya awal yang tinggi : Penerapan Aquasilvikultur membutuhkan investasi awal yang cukup besar untuk membangun infrasturktur seperti kolam ikan dan sistem irigasi, serta membeli benih ikan dan tanaman. Oleh karena itu, biaya awal yang tinggi dapat menjadi hambatan bagi petani atau peternak yang ingin memulai usaha Aquasilvikultur.

2. Perawatan yang rumit : Sistem Aquasilvikultur memerlukan perawatan yang rumit, seperti menjaga kualitas air, makanan, dan kebersihan kolam, serta mengatur nutrisi tanaman dan ikan. Jika tidak dikelola dengan baik, sistem ini rawan terkena masalah seperti wabah penyakit ikan atau penurunan kualitas air yang dapat mempengaruhi produktivitas.

3. Terbatas pada lokasi yang tepat : sistem Aquasilvikultur terbatas pada lokasi yang tepat, seperti daerah yang memiliki sumber air yang cukup dan lahan yang sesuai untuk menanam tanaman atau kehutanan. Oleh karena itu, tidak semua petani atau peternak dapat melakukan sistem ini.

Dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan tersebut, maka diperlukan manajemen dan pengelolaan yang baik serta sistem kontrol yang efektif untuk meminimalkan risiko dan memastikan keberhasilan dari penerapan Aquasilvikultur.