Apakah jawaban dari judul tulisan ini?
Untuk menjawabnya, kita harus mengetahui watak dari teori sains. Theory of Everything (Teori Segalanya) sangat erat kaitannya dengan partikel-partikel elementer penyusun alam dan gaya yang bekerja antar partikel itu. Oleh karena itu, saya akan mulai dengan memaparkan tentang sejarah pemikiran dan perkembangan sains terkait hal itu.
Perkembangan sains tidak lepas dari peran filsafat. Filsuf selalu mencari hakikat dari sesuatu yang mereka pikirkan. Filsuf alam pertama adalah Thales. Ia berpendapat bahwa air merupakan prinsip mendasar bagi segala sesuatu yang ada di alam ini. Tidak ada kehidupan tanpa ada air. Unsur terbanyak dalam tubuh manusia pun adalah air.
Bagi Aristoteles, unsur mendasar dari segala sesuatu yang ada di alam ini adalah tanah, air, udara, dan api. Menurut Aristoteles, benda bergerak secara alamiah bukan karena pengaruh benda lainnya. Tanah dan air memiliki kecenderungan untuk jatuh ke permukaan bumi, sedangkan udara dan api memiliki kecenderungan untuk naik ke atas.
Gerak jatuh benda bisa dimengerti dengan baik setelah Newton menawarkan teori gravitasinya. Gaya gravitasi adalah gaya tarik-menarik antara dua atau lebih benda bermassa. Kalau kita melepaskan onde-onde dari genggaman tangan maka onde-onde tersebut akan jatuh karena tarik-menarik antara onde-onde dan bumi.
Mengapa bukan bumi yang tertarik menuju onde-onde? Massa bumi jauh lebih besar dari massa onde-onde sehingga bumi relatif mempertahankan keadaan awalnya, diam terhadap onde-onde. Gaya gravitasi pula yang mempertahankan bumi mengelilingi matahari. Bila tidak ada gaya ini, maka bumi akan bergerak menjauhi matahari dengan kecepatan tertentu.
Leucippus dan Democritus adalah Filsuf awal yang berpikir bahwa atom merupakan unsur dasar penyusun alam semesta. Unsur mendasar yang diklasifikasikan oleh Aristoteles diatas juga terbentuk dari atom-atom.
Atomisme juga dikembangkan oleh Al-Baqillani. Sebagaimana democritus, atom dipandang sebagai elemen yang tak dapat dibagi lagi. Pemikiran itu diperkokoh secara saintifik oleh Jhon Dalton.
Elemen yang tak dapat dibagi lagi menjadi bagian yang lebih kecil disebut elemen fundamental. Namun, benarkah atom adalah elemen fundamental? Ternyata tidak ! Dengan berkembangnya teori atom, kita tahu bahwa atom terbentuk dari elektron, proton, dan neutron.
Elektron mengorbit inti atom (nukleus) disebabkan oleh gaya elektromagnetik. Gaya ini bekerja pada partikel-partikel bermuatan listrik, tolak-menolak bila tanda muatan sama dan tarik-menarik bila tanda muatan berlawanan.
Karena elektron bermuatan negatif dan proton yang ada di nukleus bermuatan positif maka terjadi tarik-menarik sehingga elektron mengorbit nukleus, serupa dengan gravitasi yang membuat bumi mengelilingi matahari.
Pada masa Albert Einstein, gaya fundamental yang diketahui adalah gaya gravitasi dan gaya elektromagnetik. Sama halnya dengan elemen fundamental, gaya fundamental adalah gaya yang tak bisa lagi dijelaskan sebagai perwujudan gaya lain, justru gaya-gaya lain itulah yang merupakan perwujudan dari gaya-gaya fundamental ini. Istilah lain dari gaya fundamental adalah interaksi fundamental.
Misalnya, kita melihat seekor cicak bisa diam di dinding rumah. Bukankah ada gaya gravitasi yang seharusnya membuat cicak jatuh ke lantai? Biasanya kita mempelajari dari sudut pandang biologi. Kalau kita kaji dengan ilmu fisika, ada gaya gesek yang menahan cicak agar tidak jatuh.
Nah, gaya gesek ini diakibatkan oleh gaya ikat antar molekul pada kaki cicak dan dinding. Kalau dirunut, gaya ikat ini disebabkan oleh gaya elektromagnetik maka gaya gesek merupakan perwujudan dari gaya elektromagnetik.
Einstein punya cara pandang lain dari Newton. Menurutnya, gravitasi merupakan manifestasi dari ruang-waktu yang melengkung. Permukaan bola adalah contoh dari ruang melengkung. Bumi mengelilingi matahari dipandang sebagai akibat dari ruang-waktu yang melengkung. Kita merasakan hidup pada ruang-waktu 4 dimensi (3 dimensi ruang, 1 dimensi waktu).
Implikasi teori gravitasi Einstein, mengijinkan adanya Wormhole (Lubang Cacing). Lubang cacing ini adalah tabung tipis ruang-waktu yang menghubungkan daerah yang jauh sehingga menjadi lebih dekat.
Lubang cacing juga mengijinkan perjalanan waktu. Artinya kita bisa pergi dan tiba di masa depan dan masa lalu. Bayangkan kita pergi ke masa saat kakek kita masih lajang kemudian kita membunuhnya. Maka ini sungguh kontradiksi dengan yang kita alami saat ini karena kakek kita punya anak yang merupakan orang tua kita.
Kita juga bisa pergi ke masa depan dan berdiskusi dengan ilmuwan-ilmuwan 100 tahun mendatang. Maka kita bisa mengetahui perkembangan sains 100 tahun kedepan dan membawa pemahaman sains tersebut ke masa sekarang. Hebat bukan? Fenomena perjalanan waktu ini sungguh menabrak logika kita.
Einstein ingin membuat teori yang menggabungkan gaya elektromagnetik dan gravitasinya. Impian unifikasi gaya fundamental ini disebut Einstein’s Dream. Namun sampai akhir hayatnya, Ia tak berhasil.
Lalu sekitar 1918, Kaluza dan Klein berhasil mewujudkannya dalam teori elektro-gravitasi dengan menaikkan dimensi yang semula 4 dimensi menjadi 5 dimensi (menambah 1 dimensi ruang).
Kemudian di era perkembangan fisika kuantum, eksperimen di SLAC (laboratorium di California) menunjukkan bahwa proton dan neutron tersusun dari partikel yang lebih kecil yang disebut quark. Lagi-lagi dugaan awal bahwa proton dan neutron merupakan elemen fundamental ternyata keliru.
Einstein pernah mengatakan “No number of experiments can prove me right, a single experiment can prove me wrong”. Jadi sejuta eksperimen pun yang mendukung kebenaran suatu teori belum cukup untuk menyatakan teori itu benar, tapi cukup satu eksperimen saja untuk membuktikan teori itu salah.
Menurut Karl Popper, filsuf sains, ada dua langkah dalam pengembangan teori yakni pengusulan dan penolakan. Teori yang diusulkan adalah teori yang memungkinkan untuk dibuktikan kesalahannya sehingga ada cara atau keadaan yang dijadikan acuan bahwa teori itu salah.
Penolakan teori dilakukan melalui eksperimen atau pengamatan. Jadi teori yang cocok dengan eksperimen adalah teori yang bertahan, sedangkan teori yang gagal akan ditinggalkan atau diperbaiki. Teori yang bertahan akan terus diuji melalui eksperimen atau pengamatan. Eksperimen adalah upaya untuk membuktikan kesalahan teori.
Dalam kata lain, sains dibangun dengan metode induktif. Maka teori itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya, justru yang memungkinkan adalah dibuktikan kesalahannya. Itulah watak teori sains. Maka suatu teori harus selalu disangsikan.
Kalau begitu saya boleh menduga, jangan-jangan elektron dan quark itupun belum elemen yang paling fundamental, melainkan masih disusun oleh yang lebih elementer.
Elektron dan quark termasuk partikel fermion. Fermion adalah partikel elementer penyusun materi yang diterima saat ini. Kita mengetahui klasifikasi partikel berdasarkan model standar partikel.
Selain fermion, juga ada boson yakni partikel pembawa gaya atau mediator interaksi antar partikel-partikel elementer, kecuali partikel Higgs (partikel pembangkit massa, bukan partikel pembawa gaya).
Gaya atau interaksi antar fermion ini terjadi dengan menukarkan boson satu sama lain. Suatu fermion memancarkan partikel boson yang kemudian bertumbukan dan diserap oleh partikel fermion yang lain.
Elektron yang mengorbit nukleus dalam cara pandang kuantum adalah akibat pertukaran foton, partikel pembawa gaya elektromagnetik. Foton ini disebut partikel cahaya.
Pada era kuantum, ditemukan dua gaya fundamental yang lain yakni gaya (nuklir) lemah dan gaya (nuklir) kuat. Gaya lemah beraksi pada semua fermion. Gaya ini yang membuat adanya peluruhan beta.
Tanpa gaya ini, matahari tidak akan bersinar sebab inti matahari memperoleh tenaga dari proses tersebut. Partikel pembawa gaya lemah adalah boson W dan Z. Gaya lemah ini jauh lebih lemah daripada gaya elektromagnetik dan gaya kuat.
Gaya kuat beraksi pada partikel-partikel quark dan gluon. Gluon adalah partikel pembawa gaya kuat. Gaya ini yang mempertahankan partikel-partikel quark dalam proton dan neutron, dan menjaga proton dan neutron dalam inti atom. Gaya ini paling kuat diantara gaya fundamental lainnya.
Gaya lemah dan gaya kuat jangkauannya sangat pendek, artinya beraksi pada skala mikroskopis. Dengan ditemukannya dua gaya tersebut, motivasi “Einstein’s Dream” kembali bersemi di hati para fisikawan.
Fisikawan ingin menyatukan gaya-gaya fundamental dalam suatu teori tunggal sehingga gaya-gaya tersebut bagaikan aspek-aspek berbeda dari gaya tunggal. Mengapa fisikawan menginginkan hal itu?
Fisikawan meyakini bahwa gaya-gaya tersebut merupakan manifestasi dari suatu prinsip mendasar. Dan hal itu akan dipahami bila kita menemukan teori tunggal, yang disebut Theory of Everything (Teori Segalanya).
Jadi yang perlu diperhatikan, teori ini bukan teori yang menjelaskan semua hal, melainkan teori penyatuan empat gaya fundamental yang disebutkan diatas. Harapannya bahwa kita bisa menjelaskan semua fenomena fisis. Kita tak dapat menjelaskan sistem biologis dengan teori ini.
Pada tahun 1967-1968, Glashow, Salam, dan Weinberg berhasil menyatukan gaya elektromagnetik dan gaya lemah dalam Teori Elektrolemah. Teori tersebut mengantarkan tiga fisikawan tersebut menerima hadiah nobel fisika tahun 1979.
Selanjutnya, Fisikawan berhasil menyatukan gaya-gaya fundamental kecuali gravitasi kedalam suatu teori tunggal yang disebut “Grand Unified Theory” (Teori Kemanunggalan Agung). Teori ini pertama kali diusulkan oleh Howard Georgi dan Sheldon Glashow pada tahun 1974. Teori ini memprediksi peluruhan proton.
Laboratorium Super-Kamiokande di Jepang dulu dibangun untuk menyelidiki prediksi peluruhan proton tersebut. Laboratorium ini berada 1 km dibawah permukaan tanah.
Pada tahun 2009, Fisikawan eksperimental menyimpulkan bahwa jika proton akan meluruh maka waktu hidupnya (masa stabil) lebih dari 1034 tahun, yang mana prediksi teoritisnya sekitar 1032 tahun. Umur alam semesta kita saja sekitar 1010 tahun.
Meskipun ada perbedaan antara prediksi teoritis dan hasil eksperimen tentang waktu hidup proton seperti diatas, namun pencarian teori unifikasi empat gaya fundamental terus digaungkan, senantiasa diburu oleh para fisikawan teoretis. Masalah yang muncul adalah gravitasi tak cocok dalam kerangka mekanika kuantum.
Oleh karena itu dihadirkan teori gravitasi kuantum untuk menyelesaikan masalah ini. Graviton yang disebut sebagai partikel pembawa gaya gravitasi belum terdeteksi.
Model standar partikel juga tidak memuat partikel ini. Gaya gravitasi adalah gaya terlemah diantara gaya lainnya. Namun karena interaksi ini bergantung massa maka ia dominan dalam skala makroskopis.
Pada tahun 1984, upaya penyatuan gravitasi dengan tiga gaya lainnya diburu melalui string theory (teori dawai), salah satu teori gravitasi kuantum. Sebelumnya elemen dasarnya dipandang sebagai partikel titik, namun dalam teori dawai, elemen dasarnya berupa objek yang memiliki panjang, seperti seutas dawai yang sangat tipis.
Dawai-dawai ini bisa berupa dawai terbuka dan dawai tertutup. Dawai tertutup bisa kita bayangkan seperti karet gelang. Jika kita putus karet tersebut maka bagaikan dawai terbuka yang dimaksud dalam teori ini. Dengan asumsi bahwa karet tersebut sangat tipis. Teori dawai menjadi teori yang konsiten jika ruang-waktunya memiliki 10 dimensi.
Teori dawai membutuhkan dimensi ekstra. Kalau memang ada, mengapa kita tak melihatnya? Menurut teori dawai, dimensi ekstra ini dilengkungkan kedalam ruang berukuran sangat kecil, sehingga kita tak bisa melihatnya.
Sebagai ilustrasinya, imajinasikan ruang dua dimensi, permukaan sedotan misalnya. Ada dimensi panjang dan dimensi melingkar dari sedotan. Jika sedotan sangat tipis sehingga dimensi melingkarnya sangat sangat kecil, maka kita hanya akan melihat dimensi panjangnya saja dari sedotan dan tak melihat adanya dimensi melingkar.
Teori yang lebih fundamental lagi adalah M-Theory. Teori ini adalah kandidat utama dari Teori Segalanya. Teori ini memiliki 11 dimensi ruang-waktu, dan objek dasarnya tidak hanya partikel titik dan dawai saja, melainkan objek dasar yang bisa memiliki 9 dimensi.
Teori ini memprediksi ada 10500 alam semesta yang berbeda. Dan kita sekarang ini hidup di salah satu dari sekian banyak alam semesta tersebut.
Sampai saat ini, Fisikawan belum mampu menemukan Teori Segalanya. Sebetulnya adakah Teori Segalanya? Menurut Hawking dalam bukunya “Brief History of Time”, ada tiga kemungkinan. Pertama, ada teori penyatuan lengkap yang mana akan kita temukan dikemudian hari.
Kedua, tidak ada teori puncak dari alam semesta, hanya rangkaian tak terbatas dari teori-teori yang mendeskripsikan alam semesta lebih akurat dari waktu ke waktu. Ketiga, tidak ada teori alam semesta, karena kejadian tidak bisa diprediksi melampaui batas tertentu dan terjadi secara serampangan.
Pada kemungkinan ketiga, Hawking menolak jika gejala alam yang terjadi secara serampangan dianggap sebagai intervensi Tuhan terhadap alam semesta. Bagi Hawking, alam semesta sudah lengkap dengan hukum-hukum alamnya. Jadi tak perlu intervensi Tuhan. Begitulah pandangan hawking.
Saya tidak sependapat dengan Hawking. Dirac, fisikawan inggris, dalam teorinya yang kemudian terkonfirmasi oleh eksperimen menunjukkan bahwa setiap partikel punya anti-partikel. Bila keduanya bertemu maka akan musnah, kemudian tercipta lagi, musnah lagi, tercipta lagi, begitu seterusnya. Artinya, sains mengisyaratkan Tuhan terus mencipta !
Namun ingat kembali, bahwa teori tak bisa dibuktikan kebenarannya maka sains tak akan pernah bisa membuktikan ada atau tidak adanya Tuhan maupun ada atau tidak adanya intervensi Tuhan. Apalagi yang dikaji oleh sains hanya materi, ruang, dan waktu (tak ada bagian kerohanian).
Menurut Saya, Kita tidak akan pernah menemukan teori puncak dari alam semesta, mirip dengan kemungkinan kedua yang dipikirkan Hawking. Sekali lagi, karena metode sains itu induktif. Namun bedanya dengan Hawking, saya berpandangan bahwa rangkaian teori itu terbatas oleh waktu.
Apakah gravitasi, gaya elektromagnetik, gaya lemah, dan gaya kuat memang gaya fundamental yang sesungguhnya? Apakah ada gaya fundamental kelima? Sains akan terus berkembang. Kapan berakhir? Ketika kehidupan ini berakhir.