Pada Sebuah Kapal merupakan sebuah novel yang diambil dari biografi beberapa tokoh salah satunya yaitu Nh. Dini sendiri, Nh. Dini menyampaikan gagasan citra perempuan di dalamnya dengan sangat apik.
Citra itu muncul sebagai perwujudan yang mewakili sesuatu. Pencitraan visual merupakan pengindraan atau persepsi, tetapi juga “mewakili” atau mengacu pada sesuatu yang tidak tampak sekaligus menunjuk ke sesuatu yang nyata [Wellek, Werren: 218-220].
Di dalam novel Pada Sebuah Kapal, Nh. Dini menyampaikan citra perempuan dalam perspektif kajian feminis. Feminisme bukan merupakan upaya pemberontakan terhadap laki-laki, upaya melawan pranata sosial seperti institusi rumah tangga dan perkawinan, ataupun upaya perempuan untuk mengingkari kodratnya, melainkan lebih sebagai upaya untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi perempuan. [Al-Ma'ruf: 5]
Novel yang dikeluarkan pada 1973 ini memaparkan tentang kebudayaan dan realitas pada zaman itu serta mengungkapkan bagaimana citra perempuan, yakni semua wujud dan gambaran perempuan dalam dunianya secara umum.
Nh. Dini dengan berbagai alasan salah satunya karena novel dianggap sebagai sarana penyampaian ide, hingga citra perempuan yang dianggap penting untuk diketahui khalayak dituangkan dalam novel tersebut.
Kemungkinan lain, wajar apabila Nh. Dini sebagai pengarang perempuan tertarik akan citra kaumnya. Kesejajaran gender akan keduanya memungkinkan hadirnya citra perempuan dalam novel Nh. Dini menjadi menarik.
Tokoh Sri yang menjadi representasi dari pemikiran Nh. Dini menonjolkan citra perempuan Jawa tulen namun mengalami modernitas yang memiliki sifat pemalu, alus, rajin, pekerja keras, suka menolong, rendah hati, namun juga kuat, tegar dan berani melawan penindasan.
Sri adalah tokoh utama dalam novel Pada Sebuah Kapal yang digambarkan sebagai seorang perempuan yang pintar dan berwawasan luas. Sri di sini ingin menunjukkan bahwa perempuan dapat bekerja di ranah publik seperti menjadi penyiar radio, menjadi seorang penari di istana presiden, dan menjadi pramugari.
Sri yang dibesarkan di keluarga Jawa dan tinggal di Semarang yaitu sebuah kota yang terkenal dengan pemegang budaya Jawa yang kental dan terkenal dengan kehalusan budi luhurnya.
Oleh karena itu, orang tuanya membatasi pergaulannya dengan masyarakat karena orang tuanya tidak suka jika anak-anaknya bergaul dengan orang-orang kampung yang tidak memiliki kesopanan.
“Jangan terlalu banyak keluar bermain dengan anak-anak kampung............kami tinggal di kampung tetapi ibuku tidak mau kalau anak-anaknya dipengaruhi oleh sikap dan ajaran orang-orang biasa."
Baginya seorang anak perempuan adalah wakil dari kehalusan, kesucian, dan keindahan. Kalau kakak-kakakku tertawa terbahak oleh sesuatu yang lucu, ibuku mengerutkan keningnya....” [Nh. Dini: 14]
Kematian ayahnya menjadi luka yang amat mendalam bagi Sri. Sosok ayah yang selalu ia banggakan dan amat ia sayangi harus pergi meninggalkannya di usia Sri yang ke-13.
Selepas lulus SMA, Sri menjalani kehidupannya yang monoton dalam dunia penyiaran radio membuat Sri ingin mencari pengalaman baru, sesuatu yang berbeda dari kehidupannya, hingga mengantarkannya ke Jakarta untuk mendaftar pendidikan penerbangan.
Namun, bukan itu yang ia dapat justru kabar buruk, bahwa ia mengidap penyakit paru-paru. Di sini sangat menunjukkan betapa Sri adalah wanita yang tegar dan mandiri.
Ia telah kehilangan ayahnya, ia mengidap penyakit, Sutopo kakak lelaki yang paling dekat dengannya juga pergi merantau ke Jakarta. Terlebih saat Ibunya juga dipanggil oleh yang mahakuasa di kehidupannya yang belum memiliki tempat sandaran untuk meluapkan beban hidupnya.
Meskipun banyak lelaki yang mendekatinya, namun Sri belum menemukan tambatan hati yang sesuai di hatinya, sampai ia bertemu dengan Saputro sosok yang ia temui di Jakarta, yang telah merenggut hatinya.
Dialah cinta pertamanya yang akhirnya meninggal pula saat ia dalam perjalanan penerbangan dari Bali ke Jakarta setelah malamnya ia telah melamar Sri dan berjanji akan sehidup semati.
Sri pun telah memberikan harta yang paling berharganya ke pada Saputro. Bertubi-tubi kesakitan yang diderita Sri menjadikannya wanita yang kuat dan tangguh.
Novel Pada Sebuah Kapal merupakan pemberontakan atas kungkungan nilai-nilai dengan melepaskan segala ikatan warna dan bangsa serta cara perkawinan yang membuat manusia yang menciptakan nilai-nilai itu merasa bahagia.
Pemberontakan untuk mencari kebebasan perempuan hingga menemukan eksistensinya sebagai orang yang merdeka, berkehendak, dan bertindak di tangan-tangan orang yang kuasa.
Sri, ditampilkan sebagai perempuan Jawa yang semula memiliki kepribadian sebagaimana layaknya perempuan Jawa sejati, akhirnya memberontak, dan menerjang pagar-pagar adat dan moral wanita Jawa yang selama itu digenggamnya sebagai falsafah dan pegangan hidup.
Dia yang akhirnya menjatuhkan pilihannya kepada Vincent, seorang diplomat di kedutaan Prancis, dan bersamanya tinggal selama bertahun-tahun tanpa kebahagiaan di Jepang.
Ia mengalami gejolak batin yang amat kuat. Vincent yang dulu dikenal lembut dan penyayang telah terlihat sifat aslinya bahwa ia sangat kasar bahkan tak segan-segan menampar Sri.
Sri selalu direndahkan, dianggap tidak mampu bekerja, dan tidak pandai dalam segala hal. Budaya patrial amat melekat dalam diri Vincent sehingga membuat Sri makin sempit bergerak.
Namun, dengan keberanian dan kemuakannya, ia mampu menentang segala hal yang diungkapkan oleh suaminya. Gejolak untuk melepaskan diri dari deritanya makin kuat. Dia mulai menyibukkan diri dengan kegiatan menari dan turut tampil dalam acara-acara besar untuk menunjukkan kepada suaminya bahwa dia berguna.
Citra ideal wanita yang harus dilakukan oleh wanita adalah mempunyai sikap yang baik dan melaksanakan nasihat suami menjadi seorang ibu yang baik mendidik anaknya, menjaga nama baik keluarga. Namun citra itu mulai ia hilangkan dalam dirinya akibat ketidakberdayaannya lagi menghadapi suaminya yang keras dan kasar itu.
Sejak itu aku menuruti nafsu hatiku ....kalau saja aku tidak terikat adat-adat kesopanan yang menyebabkanku ingat akan kehadiran suami dan anakku. Mengapa aku harus kembali kesana” [Nh. Dini: 128]
Ia mulai mencari kesenangannya sendiri, mencari kesegaran dalam tempat lain, hingga akhirnya dia bertemu dengan Michael di kapal yang membawanya ke Prancis.
Michael adalah seorang perwira laut yang memiliki kemiripan dengan cinta pertamanya, Saputro. Ia pun menemukan kebahagiaan dan ketenangan saat bersama Michael dan hubungan mereka menjadi intim.
Sri dalam sebuah kapal tidak hanya bebas menentukan pilihannya, tetapi juga merasa mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, yang menimbulkan penyelewengan dari segi hukum dan adat. .
"Aku yang semula menyesali tingkah pelanggaran terhadap pagar ayu seorang perempuan setia, kini menerima ini dengan seadanya. Aku akhirnya juga berhak mengecap rasa yang kaya dalam ragam hidup” [Nh. Dini: 179]
- Werren, Rene Welek, Austin. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
- Al-Ma'ruf. Ali Imron. Dekonstruksi Citra Perempuan dalam Sastra: Dari Lokal Hingga Global, Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP& Program PascasarjanaUniversitas Muhammadiyah Surakarta,
- Nh. Dini. 2018. Pada Sebuah Kapal. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama