Rekam jejak seorang H. Anies Rasyid Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta selama 2 tahun ini menimbulkan banyak kritik dari berbagai pihak. Tak hanya rakyat yang mengumbar kritik melalui media sosial, bahkan para aktivis politik hingga agen pemerintahan ikut melemparkan kritik pada tokoh ini.
Mulai dari program Rumah DP Rp0 yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat, hingga perubahan rancangan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2020 yang tidak memiliki alasan yang jelas. Tak sedikit langkah kerja yang dibuatnya menuai kontroversi.
Apa saja yang sudah dikerjakan oleh seorang Anies Baswedan selama ia menjabat sebagai seorang gubernur? Apakah semua hal yang telah ia lakukan telah berhasil untuk membangun kota metropolitan ini menjadi kota yang layak dibanggakan oleh penduduknya?
Modal Janji Manis
Anies Baswedan sudah menjadi seperti manusia yang tak pernah lepas dari kontroversi karena janji manisnya yang sangat berhasil dalam menarik animo masyarakat Jakarta, namun realisasinya lebih pahit dari janji yang sudah diumbar selama ini.
Program DP Rp0 yang awalnya ditujukan untuk rakyat miskin malah menjadi program yang hanya untuk para penduduk berpenghasilan 4 juta hingga 7 juta. Rakyat kelas bawah pun tak jadi bahagia mendengar realisasi janji manis ini.
Program OK OCE (One Kecamatan One Center for Entrepreneurship) yang digadang-gadang memberikan dampak yang signifikan bagi penduduk ibu kota dalam mengurangi angka pengangguran malah dinilai gagal oleh Ekonom dari Center of Reform on Economy (CORE) Piter Abdullah Redjalam.
Malahan, Anies sendiri bilang bahwa tidak ada pencairan dana dari program OK OCE karena ia menilai bahwa OK OCE hanyalah memberikan pelatihan kepada para entrepreneur yang tergabung dalam usahanya. Lama-kelamaan, Anies Baswedan hanyalah menjadi seorang manusia yang plinplan.
Respons Anies terhadap banjir di Jakarta selama ini juga sangat buruk. Bukannya berusaha membuat kebijakan yang bisa meminimalisasi banjir, beliau malah menyalahkan Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat, yang dianggapnya membawa banjir ke Jakarta.
Sikapnya dalam merespons banjir yang kerap melanda beberapa wilayah di Jakarta bukanlah sikap seorang pemimpin yang ingin memperbaiki nasib rakyatnya. Anggapan bahwa banjir yang kerap terjadi di Jakarta sebagai suatu hal yang alami hanya dimiliki oleh orang malas yang tidak giat mencari solusi.
Janji awalnya untuk memberikan izin dagang kepada para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jakarta malah menuai gugatan dari politikus PSI William Aditya dan Zico Leonard. Yang lebih mengejutkan lagi, gugatan tersebut malah dimenangkan oleh pihak penggugat.
Hal ini membuat Anies Baswedan harus mencabut peraturan yang mengizinkan para PKL untuk berdagang di trotoar tersebut. Ini telah menjadi bukti bahwa janji manis Anies Baswedan terhadap PKL hanyalah janji manis belaka tanpa realisasi sama sekali.
Tuli Kritik
Anies Baswedan sudah seperti orang 'tuli' jika dihadapkan dengan berbagai kritikan dari media massa maupun media sosial. Ia menyatakan bahwa ia siap dikritik, bahkan hingga dicaci maki oleh masyarakat Indonesia, namun ia sendiri seakan tak pernah menghiraukan kritikan tersebut.
Ini terbukti ketika beliau menetapkan tarif MRT (Mass Rapid Transit) semaunya sendiri tanpa memikirkan kesepakatan yang telah dihasilkan oleh Rapat Pimpinan Gabungan DPRD DKI Jakarta. Ia memilih untuk tak mau berpolemik lebih jauh mengenai hal tersebut dan menghindari kritik DPRD DKI Jakarta.
Bahkan, fraksi DPRD Jakarta sampai berkomentar karena kebalnya Gubernur terhadap setiap kritik mereka. Tak heran jika ada masyarakat yang sempat membuat petisi kepada Presiden Joko Widodo untuk mencabut Gubernur DKI Jakarta dari jabatannya.
Teriakkan Prestasi
Koar-koar prestasi yang biasa saja seakan menjadi keahlian utama seorang Anies Baswedan. Setiap prestasi ataupun kemajuan kecil yang ia anggap baik pasti akan ia pamer-pamerkan di akun media sosial milik pemerintah.
Apa saja kebanggaan yang sudah ia pamerkan selama ini?
Salah satu yang dibanggakan oleh Anies adalah bertambahnya jumlah pengguna TransJakarta sebanyak dua kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut seorang Anies Baswedan, itu menandakan adanya kemajuan di bidang transportasi.
Walaupun begitu, menurut penulis, kemajuan kecil ini justru akan membuat TransJakarta menjadi media transportasi umum yang tidak nyaman. Penulis hanya berharap agar hal ini bukan hanya sekadar ‘dipamerkan’ di media sosial, tetapi juga ada tindak lanjut dari pemerintah untuk kemajuan ini.
Kemudian, Anies juga menganggap penggratisan PBB untuk guru hingga pahlawan kemerdekaan sebagai suatu prestasi. Bahkan disebutkan bahwa penggratisan PBB ini bernilai lebih dari Rp180 miliar. Apakah hal ini layak dianggap sebagai suatu kebanggaan?
Menurut penulis, prestasi ini tidak perlu dibanggakan. Penulis malah takut kalau subsidi ini akan berakhir sia-sia layaknya subsidi BBM senilai Rp1.300 T yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama 10 tahun ia memimpin.
Satu lagi prestasi yang dibanggakan Anies, namun juga menuai kontroversi,adalah proyek revitalisasi trotoar. Anies pun mengaku telah melakukan revitalisasi trotoar sepanjang 134 km selama dua tahun menjabat. Pembangunan itu disebut akan memanjakan pejalan kaki.
Sayangnya, revitalisasi trotoar masih menuai pro dan kontra di masyarakat dikarenakan adanya perubahan rencana revitalisasi trotoar yang malah ditujukan untuk PKL. Para pejalan kaki menganggap proyek ini hanya akan merampas hak pejalan kaki, dan merusak keindahan dan ketertiban kota.
Apakah Anies Baswedan sudah berhasil menorehkan prestasi yang layak dibanggakan penduduk kota Jakarta?
Sebenarnya ia sudah menorehkan beberapa prestasi yang dipandang dunia. Sayangnya, justru malah lebih banyak kontroversi yang ia buat selama kepemimpinannya.