Barangkali, pemilihan presiden tahun ini merupakan pertaruhan terakhir yang diikuti oleh Prabowo Subianto. Purnawirawan letnan jendral ini tercatat sudah tiga kali mengikuti pertarungan dalam pemilihan presiden; sebagai calon wakil presiden pada tahun 2009 bersama Megawati Soekarno Putri dengan slogan Mega-Pro, serta dua kali menjadi calon presiden bersama Hatta Rajasa pada tahun 2014, dan bersama Sandiaga Uno pada tahun 2019. Dan hasilnya, tetap `ditolak` oleh rakyat meski menggunakan berbagai macam strategi.

Diantara strategi yang sangat berkesan bagi saya yang dilakukan oleh Prabowo adalah penggunaan isu agama dalam politiknya, khususnya Islam. Dengan label calon presiden berdasarkan hasil ijtima` ulama, ia berhasil mendapat dukungan dari berbagai kelompok muslim. 

Dan strategi di injury time yang dianggap menjadi lonjakan perolehan suara Prabowo-Sandi adalah pernyataan dukungan tokoh penting Islam seperti Abdul Somad Batubara, Abdullah Gymnastiar, dan Adi Hidayat. Dan benar saja, Strategi ini mampu menarik pemilih Islam yang masuk kategori undecided voter. 

Lima tahun kedepan pada tahun 2024, besar kemungkinan akan banyak muncul tokoh-tokoh baru yang berpotensi menjadi presiden. Yang muda dan inovatif, yang muda yang kreatif akan lebih memikat ketimbang calon lama yang akan bertarung kembali.  Hal ini membuat semakin kecil peluang Prabowo untuk mencalonkan diri untuk yang keempat kalinya.

Begitulah alur politik Prabowo. Sukses menjadi jembatan bagi para politisi muda untuk duduk diberbagai kursi jabatan politik nasional dan daerah, namun menjadi ironi ketika dia sendiri gagal menjadi presiden. 

Ibarat dunia perjodohan, sukses menjadi mak comlang, tapi dia sendiri menjomlo. Gubernur dan wakil DKI Jakarta pada tahun 2012, Jokowi-Ahok berhasil duduk di DKI1 berkat tangan dinginnya. Ridwan Kamil menjadi walikota yang penuh prestasi juga tak lepas dari `magic` tangannya.

Sebagai sumbangan terbaik untuk negara di akhir karier politiknya, alangkah eloknya jika Prabowo bersikap kesatria.

Apa yang membuat langkah politik Prabowo tidak kesatria ?

Pertama, deklarasi kemenangan yang disampaikan ke publik. Jelas tindakan ini sangat tidak elok dan membuat situasi politik tidak stabil. Rakyat terpecah, versi hitung cepat mana yang akurat? Bagi kubu Prabowo, versi hitung cepat merekalah yang paling tepat dan akuran. 

Namun lembaga hitung cepat milik Prabowo yang digunakan untuk mendeklarasikan kemenangan ini berasal dari sumber yang tidak shohih. Bahkan jelas Maudhu`nya [Kabar palsu dalam istilah ilmu hadith].  

Ini pula yang menjatuhkan muruah intelektual orang-orang yang di ring 1 Prabowo. Seperti  Professor Amin Rais, dan beberapa doktor lainnya yang menyampingkan etika akademik dalam deklarasi kemenangan dengan menggunakan lembaga versi hitung cepat yang cacat secara metodologi, sehingga keliru hasilnya.

Masih ingat dalam ingatan kita semua, di rumah peninggalan keluarganya di Kertanegara ia menyelenggarakan syukuran kemenangan. Ia mengatakan [kurang lebih] ``Saya ulangi, pada hari ini, saya, 

Prabowo Subianto, menyatakan bahwa saya dan Sandiaga Uno mendeklarasikan kemenangan sebagai Presiden dan wakil presiden  Republik Indonesia tahun 2019-2024 berdasarkan penghitungan lebih dari 62 persen real count, ``Kata Prabowo.  Sandiaga Uno yang kala itu hadir tidak mengeluarkan kata sepatah pun, ia hanya mengacungkan jari telunjuk dan jempolnya.

Selain itu, seruan lain yang tak kalah mengobarkan api semangat pendukungnya adalah gerakan kawal kotak suara. ``Semua relawan harus mengawal kemenangan di TPS hingga kecamatan``, Ujar Prabowo dalam sebuah pidato singkatnya.

Kedua, narasi politik yang tidak sehat. Badan Pemenangan Nasional atau BPN menggunakan narasi yang tidak mendidik dalam berpolitik. Mereka menuding telah terjadi kecurangan yang terstrukur, sistematis dan masif. 

Narasi ini dibangun dengan dua hal; Pertama, daftar pemilih tetap yang bermasalah, banyak daftar pemilih yang ganda. Kedua, kesalahan input pada sistem informasi perhitungan suara di Komisi Pemilihan Umum [KPU] yang dipercaya banyak merugikan pihak 02.

Kubu 02 mengklaim bahwa mereka pasti memenangi pilpres jika kecurangan-kecurangan tersebut dapat dibereskan. Lantas bagaimana cara 02 membereskan yang katanya ada kecurangan tersebut ? Lagi-lagi, kubu BPN mengeluarkan narasi yang tidak mendidik dalam politik, mereka menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak bisa dipercaya. 

Dan cara kedua yang mereka lakukan adalah dengan melakukan ajakan provokatif semacam people power. Berbagai gertak yang ditebar di media sosial justru dapat meresahkan masyarakat. Dan benar saja, aksi 21-22 mei silam itu terjadi, pembakaran mobil dan barang, perusakan, dan yang ada juga yang menjadi korban meninggal dunia.

Tepat 21 tahun silam, karier militer Prabowo berakhir. Ia diberhentikan dari Tentara Nasional Indonesia karena dianggap bertanggung jawab atas penculikan aktivis. Satu dekade terakhir, ia mengambil jalan politik konstitusional dengan mendirikan sebuah partai politik. 

Sebuah jalan yang memberikan sumbangsih besar dalam melahirkan kader terbaik dalam memimpin bangsa. Terlalu berharga jika diakhiri dengan amuk dan kekerasan para pendukungnya. 

Agar alur cerita politik Prabowo menjadi husnul khatimah, taat dan tunduk kepada keputusan MK menjadi langkah yang sangat kesatria. Tidak ada kekerasan, ikhlas menerima kenyataan bahwa berjuang tidak harus memiliki, bahwa berjuang untuk bangsa ini tidak mesti harus menjadi presiden.