Saya seorang remaja yang mempunyai impian besar, impian yang tak kalah hebatnya dengan orang sukses lainnya di luar sana. Kelak ketika saya dewasa saya ingin menjadi orang yang berhasil, orang yang memiliki masa depan yang cemerlang, dapat berguna bagi orang lain, serta menggapai salah satu tujuan yang begitu mulia, yaitu membahagiakan kedua orang tua di masa tuanya kelak.
Berasal dari keluarga yang sangat sederhana di sebuah perkampungan di Provinsi Jambi, lebih tepatnya di Desa Lubuk Gaung, Kabupaten Merangin. Di sinilah saya, ayah, ibu, dan satu saudara saya tinggal menjalani pahitnya kehidupan.
Namaku Muhammad Erdy, sebuah nama yang unik bagiku, bukan nama nya yang unik, tapi proses pembuatannya yang bagiku menjadi itu unik, karena “Er” di ambil dari 2 huruf nama ibuku, dan “Dy” di ambil dari 2 huruf nama ayahku.
Tahun 2015 tamat dari pendidikan Sekolah Dasar (SD). Kemudian melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Tarbiyatul Mu’allimin Al-Islamiyah Sa’adatuddaren Kota Jambi.
Selama 6 tahun, kurasakan pedihnya pendidikan, api semangatku redup berkobar, semangatku naik turun dan tak luput dari rasa malas, dan bosan pun selalu mengiringi langkahku. Tapi aku sadar aku bukan anak orang kaya yang di saat meminta akan diberi, Aku hanyalah seorang anak yang mempunyai mimpi sama seperi anak lainnya.
Kesulitan semakin aku rasakan saat akhir-akhir pendidikanku di pondok pesantren, semua santri sudah sibuk memilih perguruan tinggi. Aku mulai bingung, bukan karena memilih perguruan tinggi, tapi aku bingung bagaimana aku untuk melanjutkan pendidikanku.? Karena aku tahu biaya pendidikan itu tidak sedikit.
Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, yaitu hari kelulusanku, hari wisudaku di Pondok Pesantren, perasaan ku antara bahagia dan sedih, bahagia karena aku telah lulus di Pondok Pesantren dengan nilai yg cukup memuaskan, sedihnya karena orang tua aku tidak bisa hadir di acara Haflah Ikhtitam atau Wisuda di pondokku, karena suatu faktor ekonomi, tapi aku cukup senang dan bahagia karena bisa Video Call orang tua ku waktu itu, tampak dari raut wajahnya yang terharu dan bangga karena putra pertamanya telah lulus dari Pondok Pesantren.
Akan tetapi perjalananku tidak berhenti disitu, aku pulang ke Kampung halamanku, aku mulai memikirkan perguruan tinggi, aku ingin Kuliah. Aku mencoba untuk berbicara mengungkap kan keinginanku kepada kedua orang tua ku, “ Aku ingin kuliah di Perguruan Tinggi ?” tanyaku kepada kedua orang tua ku. “Kalau mau kuliah ibu belum punya uang untuk biaya kuliah, Sabar ya nak, ibu juga mau kamu kuliah, ibu mau anak ibu sarjana, tapi sabar ya nak, tunggu setahun untuk ibu dan ayah ngumpulin uang “ jawab ibuku sambil berlinang air matanya.
Sebagai seorang anak, aku tidak boleh egois, aku bilang ngak apa-apa kepada orang tua ku, sambil berkata, “ semoga kita diberi rezeki oleh Allah, dan dipermudahkan semuanya.“ Akupun Gabyears satu tahun, bekerja motong karet, sambil membantu ibu berkebun menanam sayuran untuk dijual, untuk mengumpulkan uang biaya kuliah. Bukan hanya itu saja, aku juga kerja mengajar di sebuah Pondok Pesantren di daerahku.
Singkat cerita, masa-masa pendaftaran Mahasiswa baru telah tiba, aku pun mencari info-info tentang pendaftaran, aku mendaftarkan diri jalur UM-PTKIN, dengan pilihan utama UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA, dan UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA di pilihan kedua.
Setelah mengikuti ujian Um-Ptkin, aku mendapatkan link pendaftaran jalur undangan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora Universitas Islam Negeri Salatiga dari saudara sepupuku yang sudah kuliah disini, akupun juga mendaftarkan diri di jalur undangan, karena tanpa test dan ujian, untuk wanti-wanti takut tidak lulus di jalur um-ptkin.
Alhamdulillah aku lulus jalur Um-Ptkin di pilihan kedua UIN Salatiga, dan juga lulus jalur undangan di UIN Salatiga. Bersyukur sudah bisa masuk ke perguruan tinggi Negeri, walaupun tidak mencapai pilihan pertama di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Di dalam hati kecil ini berkata, lulus pada pilihan kedua Universitas Islam Negeri Salatiga merupakan pilihan terbaik yang telah ditetapkan. Kita harus menikmati hidup selama masih memilikinya dan terus belajar untuk bersyukur dengan keadaan saat ini.
Jangan pernah mengeluh atas yang telah didapat, karena belum tentu pilihan yang kita inginkan akan baik selamanya untuk diri kita. Hidup terlalu singkat jika kita hanya menyesal. Hidup hanya sekali, namun jika digunakan dengan baik, sekali saja cukup.
Suatu saat aku mendengar ada beasiswa yang dapat menanggung uang kuliah dan memberikan uang saku selama masa pendidikanku di perguruan tinggi ini. Kucoba untuk mendaftarkan beasiswa itu, aku mulai mengumpulkan persyaratan dan berkas-berkas untuk pendaftaran.
Seiring berjalannya waktu, aku mendapat kabar baik bahwa aku diterima sebagai mahasiswa penerima beasiswa KIP-K. Aku adalah salah satu dari sekian ribu orang yang beruntung, mendapatkan keringanan biaya untuk kuliah. Rasa syukur yang diiringi oleh tetesan air mata bergelimang membasahi pipiku.
Kalau dibayangkan aku tidak lulus KIP-K, terdapat harapan kecil untuk melanjutkan pendidikan di bangku kuliah. Dengan adanya beasiswa KIP-K sudah banyak membantu orang-orang yang ingin kuliah tapi terbatas oleh beban ekonomi.
Aku mempunyai harapan dan keinginan untuk berhasil memajukan keluarga, bangsa, dan negara dari keterpurukan. Mungkin saat ini aku belum bisa untuk mewujudkannya. Suatu saat nanti aku serta teman-teman seperjuangan akan mewujudkan harapan itu.
Dimana pun kita berada saat ini, jangan pernah takut untuk menjadi anti mainstream. Karena di mana ada tujuan baik, maka keberhasilan menghampiri kita, meskipun harus melalui bertubi-tubi masalah terlebih dahulu. Masalah adalah tanda kehidupan. Semakin banyak masalah yang kita miliki, kita akan semakin hidup. Dan aku selalu ingat kata guruku, “ Ada niat, ada tekad, Pasti dapat “.