Semuanya berawal dari kejadian itu.
Tahun 1967. Hari yang sungguh sibuk, orang-orang beraktivitas tanpa memedulikan apapun yang sedang terjadi di sekitar mereka. Di ambang penuh kesibukan itu, seorang Gadis kecil berdiri dengan boneka beruang ditangannya.
Gadis kecil itu bernama Amora. Amora adalah anak dari seorang pengusaha kaya di kotanya. Amora adalah gadis yang tertutup, ia memilik kakak perempuan yang sama tertutupnya dengannya. Tak banyak orang-orang yang menganggap Amora adalah anak tunggal. Hal ini karena orang tua Amora memang menutup rapat-rapat identitas kakak Amora.
Amora berdiri di depan toko kue, menunggu Ibunya yang sedang memesan kue untuk Amora. Ibunya selalu memberikan apapun jika Amora melakukan hal-hal yang membuatnya senang. Hal ini berbeda dengan kakaknya, ia selalu diberikan apapun yang ia minta tanpa tuntutan.
Hari itu tanggal 27 mei tahun 1967. Amora dan keluarganya akan pergi meninggalkan kota tersebut. Ia dan keluarganya pergi menuju kota Bluenas, kota besar dari Negara Elinaland. Amora dan keluarganya pergi ke kota itu karena pekerjaan Ayahnya. Mereka berencana pergi dengan menaiki kapal pesiar.
Namun, alam semesta seakan tidak menyetujui kepergian Amora dan keluarganya. Kapal pesiar yang ia tumpangi terjadi kerusakan pada sisi belakang kapal. Para penumpang kapal menjadi tidak kondusif. Mereka berbondong-bondong menghindari sisi kapal yang mulai tenggelam.
Mereka semua bertahan hidup dari kondisi kapal yang mulai tenggelam. Amora dan kakaknya kehilangan jejak orang tuanya. Setelah mencari-cari di berbagai tempat, ia dan kakaknya menemukan kedua orang tuanya.
Diana-Ibu Amora, terjebak di salah satu kamar. Sistem kapal eror, membuat pintu kamar tersebut tidak bisa di buka. Ayah Amora menghilang, menyelamatkan diri tanpa memikirkan istri dan anak-anaknya.
Amora dan kakaknya membantu ibunya untuk keluar dari kamar tersebut. Lalu datanglah seorang pelayan kapal pesiar yang berniat membawa Amora dan kakaknya pergi meninggalkan kapal. Namun, Shimi-kakak Amora tidak mau meninggalkan Ibunya. Ia tak mau pergi tanpa Ibunya. Shimi menangis sesenggukan, tak tega meninggalkan Ibunya terjebak di dalam kapal.
Kapal itu sudah setengah tenggelam. Ibu meminta Shimi untuk pergi bersama Amora, meninggalkan dirinya seorang diri di kamar tersebut. Wanita itu menyuruh pelayan untuk membawa pergi kedua anaknya.
"Kakak ... Ayo pergi ...." Amora membujuk kakaknya.
“Tidak mau. Aku tidak mau meninggalkan Ibu di sini.” Jawab Shimi keras kepala. Air laut mulai memasuki tempat Amora dan kakaknya, mau tidak mau Amora dan kakaknya harus pergi meninggalkan kapal tersebut.
Pelayan itu menggendong Amora dan Shimi keluar dari kapal itu, tim penyelamat sudah menunggu mereka di luar kapal. Kini Amora dan Shimi dibawa menaiki kapal penyelamat. Saat itu juga Amora dan Shimi dapat melihat jelas dengan kedua matanya, kapal yang mereka naiki sudah habis dilahap laut. Shimi menangis histeris melihatnya, Amora bahkan hampir jatuh pingsan.
***
2 tahun setelah kejadian tenggelamnya kapal pesiar yang Amora dan Shimi tumpangi. Mereka dibawa ke psikiater untuk melakukan terapi. Kejadian itu membuat Amora dan Shimi memiliki trauma berat, terlebih lagi Shimi yang terkadang tidak bisa mengontrol rasa traumanya. Hal ini membuat Shimi membenci Amora, ia menganggap adiknya sebagai penyebab kematian sang Ibu.
“Aku tidak mau melihat dia di kamar yang sama denganku!" hardik Shimi, matanya penuh kobaran amarah melihat Amora yang berdiri di hadapannya.
“Apa salah Amora sehingga kamu tidak mau ada dia di dekatmu?” Tante El-saudara Diana menempatkan Amora di belakangnya.
“Dia penyebab Ibu meninggal di kapal waktu itu!” Geram Shimi, tangannya mengepal, bersiap menyakiti Amora.
Karena itu, Tante El memutuskan untuk memisahkan Amora dengan Shimi di Negara yang berbeda. Tante El khawatir jika suatu hari nanti Shimi akan nekat menyakiti Amora.
Shimi di bawa pergi dengan Om Wan-suami Tante El entah ke mana. Amora tidak di beritahu ke mana kakaknya itu dibawa pergi.
***
Kini Amora dan Kakaknya telah berpisah selama 12 tahun. Amora tumbuh menjadi anak yang cerdas namun rasa trauma masih menghantuinya.
“Amora, hari ini kita ada acara di rumah. Kita akan kedatangan banyak tamu.” Kata Tante El.
“Baik, Tante.” Jawab Amora.
Jam menujukan pukul tiga sore, tamu-tamu mulai berdatangan. Membawa hadiah kecil untuk Amora. Hari ini, hari ulang tahun Amora yang ke-enam belas tahun. Ia tak mengira Om Wan datang dengan membawa buah-buah kesukaan Amora
Dari kejauhan ia dapat melihat ada seorang perempuan berparas cantik, menggunakan dress pendek berwarna hitam.
“Kakak?” Amora terkesiap, tak menyangka kakaknya akan datang. Amora senang melihat Shimi, rasa rindu selama ini menyelimutinya meski tahu jika dahulu Shimi ingin menyakitinya.
“Amora, maaf aku cuma bisa kasih perhiasan kecil untuk mu.” Cakap Shimi, tangannya memegang lembut tangan Amora.
Amora dengan senang hati menerima kado kecil itu. ”Kakak datang saja aku sudah sangat senang.” Amora memeluk Shimi erat, melepaskan rasa rindu yang sudah ia rasakan dua belas tahun lamanya.
Hari itu mereka saling melepas rindu, mengingat mereka yang sudah dipisahkan selama itu. Membuat acara yang awalnya penuh canda tawa menjadi haru.
Setelah acara, Shimi mengajak Amora untuk pergi melihat makam Ibunya. “Amora, sudah lama kita tidak berkunjung ke makam Ibu.”
“Kita sekalian bersihin makam Ibu kak,” Usul Amora, dijawab anggukan oleh Shimi.
Pergilah mereka ke makam tempat Ibunya dikubur, hati mereka dilanda rasa sedih begitu memasuki tempat makam.
Tertera nama Ibu tersayangnya di batu nisan. _Diana Hadley_. Shimi membersihkan tanaman liar yang membuat kotor di sekitaran makam, lalu Amora menaburkan bunga untuk memperindah makam sang Ibu. Mereka berdua berdoa bersama.
“Amora, maafin kakak ya. Dulu kakak tidak bisa mengontrol pikiran dan emosi.” Sesal Shimi. Buliran air mata mulai mengalir di pipinya. Amora tak sanggup membendung air matanya, ia pun ikut menangis.
Amora sudah memaafkan Shimi jauh sebelum Shimi pergi. Amora sangat sayang kepada kakak dan Ibunya. Dan sekarang mereka berbaikan, hubungan mereka telah membaik tanpa adanya lagi kesalahan pahaman.