Generasi millenial memang jagonya berkreativitas. Tahun 2022 kemarin kita sempat dihebohkan dengan kemunculan citayam fashion week, Bahkan kemunculannya sempat menjadi polemik, karena ada orang yang mendaftarkan hak patentnya.
Di era millenial saat ini, hal pemakaian busana, orang lebih cenderung terbuka. Artinya sekarang ini orang lebih berani tampil, lebih fashionable.
Busana yang kita kenakan saat ini bukanlah sekedar baju/pakaian. Saat ini busana yang kita pakai mampu mencerminkan referensi media yang kita konsumsi, bahkan mampu menjadi cerminan status sosial kita. Namun status sosial tidak mesti melulu harus merujuk pada sebuah status ekonomi.
Status sosial mampu menunjukan circle-circle lain misal hobi, tingkat pendidikan dan lingkungan sosialnya.
Demikian juga di masyarakat adat Jawa, jaman dulu ada salah satu falsafah yaitu ajining rogo ono ing busono, yang mengandung makna bahwa secara visual seseorang memiliki value atau penghargaan, jika dilihat dari penampilan atau busananya.
Status sosial di masyarakat Jawa dulu, untuk membedakan golongan atau kepangkatan seseorang bisa dilihat dari cara berbusana. Diantara berbagai golongan yang ada, golongan priyayilah yang dianggap paling tinggi dibanding golongan lain. Cara berbusana para priyayi dianggap mencerminkan sebagai orang yang terhormat dan layak untuk dihormati.
Berbusana juga bukan hanya masalah masa atau waktu dalam perubahan gaya berbusana. Bahkan sekarang ini dalam berbusana juga tidak mempermasalahkan gender. Ada beberapa wanita yang cenderung lebih suka memakai busana ala pria, karena busana yang dipakai dianggap lebih simpel, praktis, sporty dan dinamis.
Begitu juga dengan pria, sekarang ini ada beberapa pria yang mulai berdandan tidak kaku lagi artinya sudah fashionable dari corak, potongannya, modelnya, paduan warnanya. Pokoknya ala-ala artis Korea.
Busana sudah menjadi alat komunikasi personal bahkan coorporate. Busana sudah menjadi sebuah alat pencitraan/berekpresi. Contoh yang paling kental apabila menjelang Pilpres, Pileg dan Pilkada, dipastikan banyak para calon akan menggunakan busana yang sesuai dengan situasi kondisi calon pemilih yang didatangi. Busana dengan secara “sengaja” dibentuk menjadi alat komunikasi verbal yang di non verbalkan.
Salah satu ciri dalam komunikasi ialah apapun yang kita ungkapkan/katakan, melalui kata, kalimat verbal kemudian kita tunjukkan dalam sebuah simbol(misal busana), pastinya akan memberikan berbagai makna pada orang lain. Makna yang kita kehendaki bisa sama, namun juga bisa jadi sangat berbeda, bahkan jauh dari yang kita harapkan. Berkomunikasi selalu menimbulkan multi tafsir.
Jadi kurang tepat jika cara kita berbusana, langsung bisa disimpulkan untuk menilai seseorang. Bahwa trend gaya hidup berbusana akan selalu berubah, pastinya akan berbeda dengan kepribadian di dalam diri seorang.
Lepas dari masa, waktu, gender, kepribadian, secara umum dan utama sesungguhnya fungsi busana/pakaian adalah menutupi anggota tubuh, memberi rasa aman/nyaman sekaligus kita mampu menghargai tubuh kita sendiri.
Lalu bagaimana cara kita berbusana yang tepat, mampu menjaga tubuh kita secara fisik dan non fisik?. Pastinya busana yang kita pakai tidak ketinggalan gaya atau mode. Di bawah ini ada sebagian kecil tips cara kita berbusana yang baik dan benar.
Pertama, sesuaikan dengan aturan agama yang kita yakini. Kedua, tempat dan aktifitas, busana yang kita pakai menyesuaikan tempat aktifitas, tempat kita berada atau yang akan kita kunjungi/datangi. Sebagai contoh apabila di kantor gunakan busana resmi kantor. Berwisata gunakan busana santai, fleksibel. Berolah raga gunakan busana yang mudah menyerap keringat, memudahkan pergerakan sekaligus menjamin rasa aman.
Ketiga, usia, secara umum tingkatan usia dibagi beberapa tingkatan yaitu anak-anak, remaja, dewasa dan lansia. Tentunya orang yang sudah berusia lanjut, dalam berbusana akan berbeda dengan gaya/corak yang dipakai anak-anak. Lansia cenderung yang klasik, rapi, sederhana, untuk menjaga wibawa.
Untuk anak-anak dan lansia pilihlah bahan yang lembut. Remaja dan dewasa akan cenderung memilih yang fleksibel dan pastinya mengikuti gaya/mode terbaru.
Keempat, bentuk tubuh. Bentuk tubuh seseorang dapat mempengaruhi pilihan model, gaya berbusana. Secara umum penggolongan bentuk tubuh yaitu : bentuk ideal, gemuk dan kurus(langsing). Orang yang berbadan ideal(sedang) cenderung modelnya bisa bebas memilih.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama masalah warna. Warna perlu kita serasikan dengan warna kulit. Untuk yang berbadan gemuk usahakan hindari yang bercorak bunga besar, bergaris tebal, banyak kerutan dan hindari pula busana ketat. Untuk yang berbadan kurus hindari corak garis vertikal.
Dari uraian diatas bisa kita simpulkan bahwa dalam berbusana bukan hanya sekedar untuk menutup tubuh. Memakai busana perlu beberapa pertimbangan. Beberapa pertimbangan tersebut antara lain: siapa, dimana, kapan, untuk apa dan mengapa.
Dengan demikian memakai busana yang tepat dan benar akan mampu meningkatkan nilai diri seseorang, busana menjadi penanda diri, busana menjadi pembeda, pada akhirnya busana akan menjadi identitas si pemakai. Jadi sudah tepat sekali ungkapan masyarakat Jawa, ajining rogo ono ing busono, dengan busana sesungguhnya kita telah menghargai diri kita sendiri.