Isu terorisme atas nama agama, khususnya di Indonesia, sampai saat ini menjadi topik yang masih seksi untuk dikaji. Mulai dari pendefinisian yang menimbulkan perdebatan yang sedang berlangsung dan bagaimana kaitannya dengan teologi agama. Banyak akademisi mempelajari fenomena ini untuk memahami mengapa teroris terus tumbuh.
Pandangan Barat sering stereotip Islam sebagai agama kekerasan yang mempromosikan Perang Suci atau Jihad melalui kekerasan dan kekejaman, tetapi pandangan ini tidak didukung oleh teks-teks Islam klasik.
Beberapa Muslim percaya bahwa Jihad hanya berarti perjuangan bersenjata untuk hidup terhormat atau mati syahid, yang telah menyebabkan beberapa orang mengasosiasikan jihad dengan terorisme.
Munculnya Gerakan Terorisme Keagamaan
Kita ambil salah satu pendapat ahli, yakni Abdul Muis Naharong memberikan definisi terorisme berdasarkan pendapat beberapa ahli di bidangnya. Karakteristik yang dia identifikasi meliputi: kekerasan yang dilakukan karena alasan politik, agama, atau ideologis; keterlibatan kekerasan terencana atau ancamannya; menargetkan audiens di luar korban langsung; aktor non-negara yang melakukan tindakan kekerasan terhadap non-kombatan (warga sipil dan tentara yang tidak terlibat dalam pertempuran); dan pengambilan keputusan rasional oleh teroris ketika memilih target.
Pendapat tersebut mempertegas bahwa Terorisme berbeda dari bentuk-bentuk kekerasan lainnya karena memiliki motif khusus yang memisahkannya dari tindakan mencari keuntungan finansial yang juga menyebabkan ketakutan tetapi tidak dianggap terorisme.
Hal ini telah menyebabkan perubahan definisi dan konotasi terorisme sepanjang sejarah. Selama Perang Dunia I, terorisme dikaitkan dengan gerakan revolusioner, tetapi pada 1930-an itu lebih dikaitkan dengan penindasan negara.
Setelah Perang Dunia II, itu menjadi terkait lagi dengan perjuangan anti-kolonial di Asia, Afrika dan Timur Tengah. Baru-baru ini, khususnya pasca tragedi 9/11, al-Qaida telah ditargetkan oleh negara-negara Barat sebagai organisasi teroris karena serangannya terhadap kepentingan Amerika di seluruh dunia dan fatwa yang menyerukan umat Islam untuk memerangi orang Amerika.
Di satu sisi, peningkatan kegiatan teroris karena pengaruh media massa, khususnya televisi. Masih ada ketidaksepakatan dalam mendefinisikan terorisme karena reaksi terhadapnya bersifat subyektif dan bervariasi antara individu, kelompok, dan pemerintah.
Namun, ada bentuk-bentuk terorisme yang dikenal seperti terorisme kriminal dan politik. Teroris kriminal menggunakan taktik intimidasi untuk keuntungan pribadi sementara teroris politik tidak mendiskriminasi korban dan sering menargetkan warga sipil termasuk pria, wanita, orang dewasa atau anak-anak.
Upaya global untuk memerangi terorisme, khususnya terhadap kelompok-kelompok Islam radikal, ini menyoroti bahwa organisasi teroris seperti al-Qaeda memiliki tujuan agama dan politik, dengan anggota direkrut berdasarkan doktrin agama yang membenarkan tindakan mereka. Konflik yang sedang berlangsung antara Islam dan Barat sepanjang sejarah, dengan Islam sebelumnya merupakan ancaman bagi ideologi dan struktur kekuasaan Barat.
Selain itu, hal tersebut menjelaskan bagaimana al-Qaeda dibentuk selama dukungan Amerika terhadap mujahidin di Afghanistan pada 1980-an dan mencakup anggota dari berbagai negara termasuk Arab Saudi, Mesir, Sudan, Yaman, Aljazair, Filipina, Malaysia, Indonesia, dan beberapa negara Asia lainnya.
Istilah-Istilah yang Dipersamakan dengan Jihad
Secara umum, konsep jihad dapat dilakukan dengan tiga cara: dengan diri sendiri (Jihad Diri), dengan harta kekayaan (Jihad Harta), dan dengan kata-kata (Jihad Lisan). Jihad adalah perjuangan mengatasnamakan agama islam yang melibatkan pengorbanan diri atau harta seseorang untuk menegakkan kebenaran melawan kepalsuan.
Hal ini memungkinkan untuk melibatkan pertempuran fisik tetapi juga mencakup upaya untuk mempromosikan keselamatan dan martabat bagi semua orang. Penggunaan bahasa dalam konteks ini menyiratkan perjuangan internal serta tindakan eksternal untuk mencapai tujuan-tujuan agama yang dimaksud (Islam).
Dalam perkembangannya, jihad fisik tidak hanya berarti berperang dengan senjata melawan musuh-musuh Islam. Ini juga dapat melibatkan upaya fisik untuk mencapai keselamatan dan martabat bagi umat manusia. dalam konteks ini, memindahkan batu kerikil yang mengganggu di jalan sudah termasuk jihad. Berikut adalah beberapa istilah lain yang dipersamakan dengan jihad;
Pertama, adalah Al-Harb; tujuan utama peperangan dalam Islam adalah untuk mengalahkan musuh, itu tidak boleh digunakan untuk keuntungan pribadi atau untuk memperluas wilayah.
Teks ini juga menyoroti ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan perang dan menekankan bahwa perang Islam sejati bertujuan untuk kebenaran, kemanusiaan, dan kehormatan daripada penghancuran dan eksploitasi seperti perang imperialis.
Kedua, adalah Al-Qatl; bahwa perang hanya diperbolehkan untuk membela diri, untuk melindungi kebebasan beragama dan Muslim, dan untuk menghentikan penindasan terhadap Islam atau Muslim. Penggunaan kekuatan tidak dimaksudkan untuk mengubah orang secara paksa atau menaklukkan wilayah. Hal tersebut juga menekankan bahwa perdamaian harus dicari bila memungkinkan, bahkan selama masa konflik.
Ketiga, Al-Ghazi; adalah upaya untuk menghadapi musuh dalam peperangan. Istilah tersebut indentik dengan para prajurit yang berperang Fisabilillah, juga sering pakai sebagai gelar kehormatan yang diberikan kepada seorang penguasa atau panglima perang yang memimpin ekspedisi atau kampanye militer untuk memperluas wilayah kekuasaan Islam.
Dari penjelasan di atas, kiranya memberikan perspektif berbeda terhadap para pembaca untuk dapat memahami apa dan mengapa terorisme itu ada. munculnya terorisme karena ketidakadilan yang dirasakan dan kurangnya pemahaman tentang teks-teks agama. Organisasi teroris sering memiliki kepentingan khusus atau didukung oleh negara-negara adidaya seperti AS dan Israel untuk keuntungan mereka sendiri.
Indonesia adalah salah satu negara yang telah melihat peningkatan aktivitas teroris, dengan militan direkrut dengan kedok jihad untuk mencapai tujuan-tujuan ini. Penulis berpendapat bahwa agama tidak boleh digunakan sebagai perisai untuk tindakan teror, karena tidak ada agama yang membenarkan tindakan tersebut.
Bagaimana dengan kedudukan agama, khususnya Islam, sering digunakan sebagai perisai atau pembenaran untuk tindakan teroris. Namun, penulis menekankan bahwa tidak ada ajaran agama yang mendukung terorisme dengan cara apa pun dan bahwa teroris merekrut anggota berdasarkan doktrin agama yang menyimpang untuk membuat mereka percaya bahwa tindakan mereka adalah misi suci.