Saya mengikuti beberapa grup di media sosial, seperti di FB dan WAG. Ada grup tentang edukasi dan ada pula grup yang saya ikuti karena kesamaan hobi semata. Banyak manfaat yang saya rasakan berada di grup-grup tersebut, baik ilmu maupun sekadar informasi ringan yang menghibur. Di beberapa grup bahkan bisa juga mendapatkan penghasilan tambahan.
Ada sebuah kata yang sering muncul di grup-grup tersebut dan saya perhatikan digunakan secara keliru, yaitu "absen". Anggota grup sering sekali menggunakan "absen" ini untuk menunjukkan eksistensi atau kehadirannya di grup tersebut. Padahal arti absen adalah tidak hadir atau bolos. Kesalahan ini hampir rata digunakan di grup mana pun, kecuali memang di grup tata bahasa.
Pernah saya tanyakan kepada beberapa orang yang sering menggunakan kata ini, dan sebagian besar dari mereka mengatakan salah kaprah ini justru dimulai sejak dari sekolah dasar. Guru-guru mereka sering mengatakan, "Kita absen dulu ya, anak-anak", lalu mulai menyebut nama siswanya satu per satu. "Iman...hadir, Bu, Friska...hadir, Bu," dst. Iya saya pun membenarkan apa yang mereka katakan, karena saya pun mengalaminya. Ternyata itulah sebabnya banyak orang berpikir "absen" adalah "kehadiran", padahal sebaliknya.
Kehadiran itu presensi, bukan absensi. Absensi justru bermakna ketidakhadiran. Jadi mulai sekarang, mari kita sama-sama memperbaiki salah kaprah yang sudah terlanjur jadi kebiasaan ini. Biasakan untuk mengganti kata absen dengan “hadir” saja kalau memang ingin menunjukkan kehadiran atau eksistensi. Absen hanya digunakan untuk maksud sebaliknya, yaitu ketidakhadiran atau bolos.
Bagi Anda para guru, hati-hati dengan apa yang Anda ucapkan, kesalahan sepele seperti mengucapkan "absen" ini ternyata bisa mengakibatkan salah kaprah berjamaah tingkat nasional seperti sekarang ini. Tidak mudah untuk mengembalikan makna “absen” ini ke makna sesungguhnya. Perlu banyak pihak yang terus menyuarakan sampai benar-benar kembali ke makna asalnya. Bagi Anda pemerhati dan pegiat bahasa, mari bersama-sama mengampanyekan penggunaan kata yang benar, termasuk "absen" ini.
Tidak semua orang bersedia melakukan perbaikan, karena pernah juga saya mendapat respons yang mengatakan, “Biarin saja deh, yang penting kan, orang ngerti” Ini bukan masalah mengerti atau tidak mengerti. Berbahasa itu tidak hanya sekadar saling paham. Berbahasa yang benar itu adalah salah satu pengejawantahan dari rasa cinta kita kepada tanah air. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai budayanya sendiri. Bahasa Indonesia adalah bahasa dan budaya kita. Yuk, kita bersama-sama merawatnya dengan menggunakannya dengan benar.
Lepas dari urusan kata “absen” ini, media massa juga memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat untuk bisa berbahasa dengan benar. Media massa oleh sebagian masyarakat dipakai untuk acuan berbahasa, karena dianggap pihak yang memahami bagaimana berbahasa yang benar. Di sini media massa memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat pembacanya.
Hampir setiap hari saya dan beberapa teman dari grup Jihadis Tata Bahasa melakukan ‘patroli’ terhadap media-media daring yang menyajikan berita-berita tentang apa saja yang terjadi di sekitar kita. Kami menemukan masih sangat banyak media yang abai terhadap penggunaan tata bahasa yang benar atau kata yang baku, sehingga dampaknya juga terasa pada masyarakat pembacanya. Satu saat saya berencana akan mengeluarkan buku tentang kekeliruan yang dilakukan pihak media dalam menyajikan beritanya.
Jika pihak media tidak peduli terhadap hal ini, maka media hanya akan menjadi tempat kumpulan tulisan yang tidak memberikan nilai edukasi berbahasa yang benar terhadap masyarakat. Ia hanya menjadi tempat penyaji berita dan informasi saja tanpa menunaikan tanggung jawab moralnya terhadap masyarakat.
Saya berharap pihak media menyadari hal ini dan bersama-sama mengambil peran dan tanggung jawab untuk memberikan edukasi berbahasa yang benar kepada masyarakat, di samping tentunya sebagai penyaji berita dan informasi serta sederet fungsi media massa lainnya. Saya paham fungsi utama media massa adalah menyebarkan informasi teraktual secara cepat dan luas kepada masyarakat, tetapi jangan lupakan fungsi pendidikan yang diamanatkan kepadanya.
Wujudkan kecintaan kita terhadap bahasa Indonesia dengan berbahasa yang benar. Banyak tempat yang bisa dipilih untuk belajar berbahasa dan menulis yang benar, informasinya bisa ditemukan dengan mudah di media daring. Dari yang berbayar sampai yang gratis pun ada di sana.
Indonesia adalah bangsa yang besar, banyak hal basar di negara ini. Luasan negara kita besar, jumlah penduduk pun demikian. Seni budaya kita unggul, sumber daya alam melimpah, rasanya tidak ada negara yang bisa mengalahkan sumber daya alam Indonesia. Kekurangan kita hanya satu, kita belum bisa bersatu menjadi satu kesatuan. Seperti sapu lidi, ia hanya menjadi satu kekuatan jika bersatu dan tidak ada artinya jika tidak bersatu.
Padahal kita sudah mendengar peribahasa “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” sejak dari sekolah dasar, tetapi mungkin kita tidak benar-benar memahami arti peribahasa itu. Masing-masing orang dan kelompok sibuk dengan urusannya masing-masing dan terkesan tidak peduli dengan kelompok lainnya, bahkan cenderung menonjolkan perbedaan dari pada persamaannya.
Seandainya saja kita bisa dan mau bersatu dengan mengesampingkan perbedaan yang ada dan fokus saja dengan persamaan, yaitu bangsa Indonesia, niscaya kita akan menjadi bangsa yang besar dan diperhitungkan dalam tataran dunia. Bahasa Indonesia sudah dicanangkan sebagai bahasa persatuan kita. Oleh karena itu berbahasalah dengan benar.