Membaca berita di media online membuat saya cukup prihatin yaitu mengenai driver ojek online (ojol) yang dikabarkan menggelar aksi mogok buntut dari turunnya insentif pasca merger dua startup besar di Indonesia. Kabar tersebut berkembang lewat tangkapan layar siaran pers dengan judul 'Maaf untuk Konsumen, Kami Mogok Kerja karena (Mereka) Tidak Memanusiakan Kami'.

Berita diatas membuat saya tersentil sekaligus ingin merefleksikan diri, apakah selama ini saya sudah memanusiakan karyawan di kantor. Meskipun konteks manusiawinya tidak sama dengan tuntutan driver ojol, hal-hal berikut menurut opini saya bisa menjadi acuan bagaimana leader menjadi katalis untuk memanusiakan karyawan.

***

1. Terbuka Untuk Komunikasi

Karyawan mengharapkan leadernya bisa membuka pintu komunikasi seluasnya, misal kapanpun bisa dihubungi dan dengan tool apapun seperti Teams, Slack, WA, Email, Phone sehingga membuat karyawan merasakan pendampingan dan tidak akan merasa ditinggal sendirian dikala menemui kesulitan atau ketika butuh sosok untuk mendiskusikan kreatifitas dengan ide-ide barunya.

Berbeda rasanya jika karyawan merasakan leadernya kok "jauh", jarang ngobrol, dihubungi juga sulit, kebanyakan meeting dsb lambat laun karyawan merasakan ditinggal sendirian dan akhirnya demotivasi karena merasa kurang dimanusiakan.

Layout kantor di beberapa perusahaan modern saat ini mencerminkan keterbukaan komunikasi dimana leader dan team member bisa berada dalam blok meja yang sama tanpa pembatas tanpa sekat atau berada di ruangan terpisah dengan pintu.

Dengan demikian timbul nuansa bahwa leader dan team member tiada berjarak, komunikasi bisa dilakukan dengan terbuka dan bebas.

2. Mengenal Karyawan Sebagai Manusia

Membangun relasi yang lebih lengkap perlu dilakukan leader kepada team member. Biasanya di kantor ketika ketemu ngobrol atau meeting ngomongin pekerjaan, teknologi, tren yang sifatnya hubungan profesional. Itu saja tidak cukup.

Penting juga membangun relasi dengan mengenal mereka sebagai manusia biasa. Bukan berarti kita harus mencampuri kehidupan pribadi mereka, tapi tunjukkan pada mereka bahwa kita peduli pada mereka sebagai individu. Kita bisa ngobrol tentang teman, keluarga, hobi atau hewan peliharaan.

"Every technical problem is includes a human component. Failing to address the human problem sets you up to repeat the technical problem." Source: The Lean Startup, by Eric Ries

Saya sendiri pernah punya team member karena kedekatan pada waktu itu, datang sendiri kepada saya dan meminta waktu untuk sharing masalah pribadinya. Rupanya dia sedang ada masalah rumah tangga yang membebani pikiran dan tenaga sehingga merasa akan mengganggu performa pekerjaan di masa mendatang.

Kemudian dia meminta ijin saya karena beberapa waktu ke depan akan ada ijin meninggalkan kantor selama beberapa waktu dan ingin mencari win-win solution bagi dirinya dan perusahaan. Setelah diskusi kami sepakat dengan manajemen mengenai pengaturan waktu yang dimodifikasi. Kemudian saya lakukan komunikasi dengan team member yang lain terkait perubahan ini untuk menjaga spirit team tetap terjaga.

3. Menoleransi Kesalahan

Sebagai leader kita perlu mengembangkan budaya it's okay to make mistakes, safe to fail and fine to be imperfect (tidak mengapa berbuat kesalahan, gagal dan tidak sempurna)

Dalam tahun-tahun pertama karir sebagai software engineer saya pernah melakukan kesalahan dalam menerjemahkan kebutuhan pengguna  ke dalam algoritma. Teledornya, ketahuan kesalahan itu justru setelah deploy ke server, belum ada Quality Assurance (QA) saat itu.

Waktu itu atasan saya adalah seorang expat, saya ingat sekali waktu itu daripada marah-marah kepada saya beliau berkata "Okay that's fine, but have you learnt from your mistake?". Wah lega sekali rasanya. Selain legowo menerima kesalahan saya, lebih penting buat beliau agar team membernya tidak takut salah dan belajar dari kesalahan itu. 

Tidak perlu menujuk-nunjuk "ini salah kamu", atmosfer lingkungan yang aman buat team member untuk melakukan kesalahan dan kemudian belajar dari kesalahan-kesalahan itu merupakan langkah tepat untuk tumbuh, baik secara pribadi maupun profesional.

4. Memberikan Apresiasi

Seorang pengajar Harvard Business School Assistant Professor Ashley V Whillans menyatakan “Cash matters in people’s lives, but it’s not all that matters. What really matters in the workplace is helping employees feel appreciated.

Uang bukan segalanya buat karyawan untuk merasa tetap dihargai dan dimanusiakan  dalam pekerjaannya. Seringkali apresiasi berupa penghargaan yang tulus meskipun wujudnya sederhana bisa membuat Karyawan merasakan penghargaan terhadap jerih payahnya.

Dari ucapan good job ketika berhasil menyelesaikan tugas, mentraktir kopi atau makan malam setelah berhasil Go Live. Membelikan kue Ulang Tahun, atau apresiasi untuk keluarganya, misal kado ketika anaknya sunatan, baptis atau aqiqah.

Apresiasi bisa diberikan tidak hanya dalam momentum keberhasilan. Dalam situasi yang sulit misal buntu dalam mengatasi problem teknis, tentu kita sebagai leader tidak ingin karyawan kita patah semangat ataupun putus asa. Komitmen karyawan untuk tetap bertahan dalam kondisi sulit seperti itu perlu diapresiasi misal dengan surprise lunch atau nonton bareng atau bentuk apresiasi lainnya.

5. Memberikan Dukungan Untuk Pertumbuhan Karyawan

Kemudian leader wajib untuk menjaga karyawan agar selalu up to date dengan teknologi. Dukungan yang bisa diberikan Leader untuk karyawan wujudnya bisa seperti ini:

a. Memberikan Waktu Khusus Untuk Belajar.

Training yang dilakukan diluar jam kerja, membuat karyawan bisa kehilangan waktu personal yang harusnya bisa digunakan untuk pribadi atau keluarganya. Tidak ada salahnya kalau kita bisa cadangankan beberapa jam waktu kerja untuk training.

b. Menyediakan Fasilitas Training

Platform training saat ini sudah banyak secara online dan bisa kita gunakan untuk keperluan training mandiri. Platform seperti Coursera, Udemy, Linked Learning atau sering juga ada workshop online bisa digunakan karyawan untuk up to date skill ataupun membangun jaringan.

Perusahaan bisa support dengan membayar biaya langganan dan tentu saja membangun sistem pembelajaran internal yang terhubung dengan kebutuhan perusahaan maupun karyawan.

***

Tentu, masih banyak cara-cara lain agar karyawan atau team member kita merasakan "hidup", dalam bahasa Jawa merasa "di-uwong-ke" atau dimanusiakan.

Banyak sekali problem teknis terhambat ternyata karena leadernya gagal mengatasi problem manusia. Dan banyak contoh juga bagaimana problem teknis sekompleks apapun berhasil karena sebagai sebuah team setiap member mencurahkan tenaga dan pikiran semaksimal mungkin salah satunya karena merasa dihargai sebagai manusia.