Membahas mahasiswa memang tidak ada habisnya—walau saya pribadi tidak setuju dengan pemakaian kata "mahasiswa" di Indonesia. Tetapi ya sudahlah, toh sudah melekat di masyarakat kita. Jadi yang bisa saya lakukan hanyalah menerima dengan seperlunya saja.
Selama saya kuliah 10 semester (termasuk kuliah vokasi), membuat saya dapat menyimpulkan kelompok mahasiswa dengan pendekatan kuadran. Pendekatan kuadran ini dibuat karena beragamnya bentuk-bentuk mahasiswa di Indonesia yang dari dulu sampai sekarang tidak ada yang berubah, hanya sekarang semua terbantu karena teknologi.
Hal ini bukan bermaksud untuk memojokkan satu kelompok dengan lainnya, atau membandingkan satu dengan lainnya. Intinya, saya hanya ingin membuka mata bahwa semasa kuliah, kalian bisa menjadi apa pun dan siapa pun tanpa harus menjadi orang lain. Dan semua punya peluang yang sama untuk sukses.
Mari kita mulai!
Kuadran 1: Mahasiswa Akademis
Foto: Pexels/@lorentzworks
Secara umum, mahasiswa akademis adalah mereka yang semasa kuliah menghabiskan banyak waktu berkutat dengan aspek akedemik. Gampangnya adalah mereka yang selalu belajar dan tidak jarang menjadi idola profesor.
Walau mereka sering dipandang rendah karena tidak aktif kegiatan mahasiswa, tetapi mereka punya jasa besar terhadap universitas. Setiap ada seminar ilmiah, lomba karya ilmiah, publikasi karya ilmiah, mereka selalu ada di depan.
Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, mereka yang dekat dengan dosen dan dapat kepercayaan untuk bikin proyek bareng atau lanjutin proyek yang sudah ada.
Sekadar informasi saja, salah satu indikator akreditasi perguruan tinggi adalah produktivitas produksi karya ilmiah. Jadi, kalau kampus kalian rankingnya tidak ke mana-mana, berarti publikasi karya ilmiahnya masih rendah.
Menjadi mahasiswa akademis memiliki banyak keuntungan. Antara lain ialah banjir tawaran beasiswa dan mendapat banyak peluang kerja, khususnya kalau mendapat rekomendasi dari dosen.
Tak jarang mahasiswa akademik diam-diam sudah bisa mandiri. Pasalnya, sistem pendidikan di Indonesia yang masih memakai ujian nasional sebagai standar kelulusan membuat berbagai lembaga bimbingan belajar mencari tenaga pengajar muda.
Kuadran 2: Mahasiswa Event Organizer
Mahasiswa Event Organizer (EO) adalah mereka yang semasa kuliah jarang absen jadi panitia acara kampus. Mulai dari tingkat universitas sampai prodi, semuanya disikat habis. Agenda mereka setelah kuliah pastinya ya rapat di kampus sampai diusir satpam.
Derajat mahasiswa EO ada di kelas dua setelah mahasiswa organisasi, namun mereka punya andil pada universitas. Bayangkan jika universitas tidak ada rangkaian acara, baik untuk umum atau pribadi, maka universitas tersebut bakal sepi. Kalau sepi, siapa yang mau kuliah di sana?
Saya biasanya menganggap mahasiswa EO adalah brand ambassador kampus yang tidak resmi. Karena yang resmi pasti wajahnya terpampang di baliho depan pintu masuk.
Terbiasa berkomunikasi dengan banyak orang membuat mahasiswa EO sudah investasi relasi tanpa mereka sadari. Investasi ini berguna ketika setelah menyelesaikan kuliah. Apalagi kalau mereka ingin membangun usaha sendiri atau membuat startup.
Kuadran 3: Mahasiswa Organisasi
Mahasiswa ini merupakan mahasiswa idaman seluruh civitas akademik tempat dia kuliah, khususnya yang menjabat posisi tertinggi. Mereka terkenal kritis dan tiap kesempatan selalu mengatasnamakan rakyat. Walau sikap kristisnya saya bilang macam anak pubertas.
Walau begitu, mereka memiliki porsi sendiri untuk kampus. Jika ada pertemuan antarmahasiswa, siapa perwakilannya? Ya mahasiswa organisasi. Kalau ada perusahaan atau lembaga mau melakukan kerja sama dengan kampus, siapa yang dicari? Tentu saja mahasiswa organisasi.
Sama halnya dengan mahasiswa akademik, mahasiswa organisasi akan kebanjiran beasiswa juga. Pasalnya, banyak beasiswa bertebaran dengan ketentuan memiliki pengalaman organisasi.
Saya memprediksi, hanya sedikit dari mereka yang masih membawa semangat aktivis. Karena setelah lulus, mereka sudah melupakan apa yang pernah terjadi.
Kalaupun ada, mentok-mentoknya adalah masuk dunia politik. Karena di dunia politik harus punya kemampuan berorganisasi. Banyak politisi di Indonesia yang dulunya adalah mahasiswa aktivis.
Kuadaran 4: Mahasiswa Berkarya
Foto: CNN Indonesia
Mahasiswa kuadaran terakhir bukanlah yang masuk partai politik, melainkan mereka yang semasa kuliah selalu membuat sesuatu dan berinovasi. Mahasiswa berkarya serupa dengan mahasiwa akademik, hanya saja mereka memiliki impian sendiri yang dikejar.
Tipikal mahasiwa ini adalah mereka yang selalu punya aktivitas lain di luar kuliah. Misalnya saja mengurusi usaha sendiri, jadi freelancer atau membuat konten, tidak jarang mereka mendapat penghasilan dari karyanya.
Enaknya menjadi mahasiswa berkarya adalah tidak perlu capek-capek buat CV dan portofolio. Pasalnya, semua hasil karya pasti bisa diakses oleh banyak orang selama sudah tersebar di Internet. Sehingga mereka hanya perlu menceritakan kembali.
Sama dengan ketiga kuadran sebelumnya, mahasiswa yang berkarya juga memiliki banyak peluang, antara lain adalah dapat kerja sama dengan perusahaan, lembaga, brand, atau pemerintah.
Ketika selesai kuliah, mahasiswa seperti ini sudah punya tujuan jelas. Banyak pendiri startup yang dulunya waktu kuliah mereka berkarya dan membuat sesuatu. Bagi saya, itu masuk akal mengingat mereka selalu menghabiskan waktu untuk membuat sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya.
Konklusi
Bagi kalian yang masih kuliah atau akan kuliah tahun ini, menjadi mahasiswa adalah soal pencarian dan pembentukan jati diri. Tidak ada aturan tertulis bahwa mahasiswa harus aktif berorganisasi, aktif ikut kegiatan kampus, kepanitaan, atau cuma tidak boleh diam di kamar. Semua itu hanyalah hukum sosial yang sudah terbentuk dari masa lalu.
Setiap kampus punya standar kelulusan yang berbeda-beda, satu dengan lainnya tidak sama. Tetapi ada satu hal yang tidak berubah, yaitu menjadi diri sendiri. Karena lulus perguruan tinggi tidak seperti lulus sekolah. Tidak ada ceritanya satu angkatan lulus bareng. Semua keputusan ada di kalian sendiri.
Kalau ada dosen, rektor, presiden BEM yang membaca ini, pesan saya hanyalah biarkan setiap mahasiswa memilih jalan hidupnya sendiri. Karena dari ribuan orang yang menjadi mahasiswa, tidak semuanya ingin menjadi seperti kalian.
Jikalau kalian masih bersikeras atas nama tri dharma, biarkan mereka membuat jalannya sendiri. Tidak semua orang memiliki jiwa sosial yang tinggi dan tidak semua orang mau terjun ke masyarakat kalau urusan dapur masih sulit.
Jika usia muda sudah keluar jiwa sosialnya, itu bagus. Kalaupun mulai terjun ke masyarakat ketika sudah mapan, itu juga tidak buruk.
Sekali lagi, setiap orang punya caranya dan gayanya sendiri.