Pusat belanja penuh kenangan, mal pertama di kota Malang. Variety Mall atau lebih dikenal sebagai Malang Plaza, kini tinggal kenangan setelah Selasa, 2 Oktober 2023 dini hari ludes terbakar. Masih bersyukur karena tiada korban jiwa dalam peristiwa tersebut.
...hang out, jalan-jalan bareng pacar bergandengan tangan.
Daya Pikat Undakan Berjalan
Plaza sebenarnya mengambil istilah dataran luas. Menjadi istilah yang mengalami bias makna menjadi area pusat belanja, pengaruh dari istilah yang pertama kali tersebut sebagai area pusat belanja di Ratu Plaza di Jakarta.
Mungkin, waktu itu dibilang Plaza karena pusat belanja di bilangan Sudirman Jakarta itu terbentang luas dataran berupa halaman kosong yang nantinya jadi area parkir kendaraan.
Sejak itu istilah Plaza menjadi trademark pusat belanja se-Indonesia yang tak hanya memenuhi kebutuhan tapi juga gaya hidup masyarakat.
Mendengar istilah Plaza langsung kebayang aneka busana, kaset, perangkat audio video, alat rumah tangga, buku, alat tulis, komputer, ponsel, bioskop, pujasera sama gerai ayam goreng waralaba internasional. Oh iya, sama nglencer, hang out, jalan-jalan bareng pacar bergandengan tangan.
Malang Plaza yang berada di sebrang restoran Cwimie Gloria itu, pas pertama dibuka pada tengah tahun 1985, ramai sekali suasana.
Pengunjung kebanyakan rela antri lama demi menikmati sensasi naik eskalator. Bolak-balik naik turun, sampai beberapa satpam yang hafal sama pengunjung, terutama anak-anak, yang ketahuan lagi-lagi naik eskalator, maka mereka dilarang naik eskalator lagi.
Saya pun pas itu masih SMA, sempat mencoba pertama kali eskalator. Waktu itu elevator/lift belum ada di tempat umum di kota Malang. Ternyata, benar ada sensasi nyaman bila naik eskalator, karena gak perlu dua kaki melangkah menapak undak-undakan berjalan.
Nyaman memang, naik eskalator itu kesannya elegan, membuat manja pengunjung yang juga adalah calon pelanggan, yang mereka diharapkan tak sekedar jalan-jalan. Namun, juga mengeluarkan sebagian pendapatan, buat belanja-belanja barang yang dibutuhkan.
Saya pun meski pas itu cuman sekedar jalan, terhibur puas menikmati undakan berjalan, sambil menoleh ke kiri dan ke kanan menuju ketinggian mal berlantai 3 yang baru saja diresmikan.
Tentu, saya pikir-pikir bila mau mengulang lagi naik eskalator waktu itu. Karena, setiap satpam yang menjadi ujung masuk eskalator di bawah sana pasti sudah mengingat-ingat wajah orang yang naik eskalator.
Saking ramenya pengunjung waktu itu yang antre naik eskalator, maka ada kebijakan satu orang, satu kali jatah naik. Demi keadilan sosial bagi seluruh pengunjung mal.
...menebak-nebak alur kisahnya dari kumpulan gambar-gambar yang berisi cuplikan adegan...
Gaya Hidup Ngemal dan Nonton
Di dalam Malang Plaza juga ada bioskop namanya Mandala Theater, yang tentunya bukan kelas gerimis bubar, misbar, selayaknya bioskop idola saya di kota Malang waktu itu, Kelud Theater namanya.
Pas Malang Plaza diresmikan, saat itu film yang diputar di dua studio bioskop Mandala adalah dua judul film yang berbeda dan seru semuanya. Satu bioskop memutar Terminator bintangnya Arnold Segarzeger (habis susah bilang Arnold Schwarzenegger). Sementara bioskop satunya lagi judul filmnya Invasion USA bintangnya Cak Nur (Chuck Norris). Film laga buatan Amerika Serikat semua.
Lagi-lagi saya gak nonton. ukup waktu saya menikmati saja gambar-gambar foto cuplikan adegan yang ditempel bagai majalah dinding sekolah, di dinding depan bioskop. Sambil saya mencoba menebak-nebak alur kisahnya dari kumpulan gambar-gambar yang berisi cuplikan adegan laga itu.
Pas itu saya bertekad, berjanji dalam hati bakal nonton kedua film ini, nanti jika keduanya lungsur ke bioskop Kelud, bangsa sebulan atau dua bulan yang akan datang. Sejak berjanji itu, saya pun berusaha menghindari pembicaraan pembahasan kedua film itu, jika bertemu teman-teman ataupun jika ada tulisan yang membahas alur kisah keduanya. Biar gak kena spoiler, yang bisa bikin kehilangan momen terbaik mengikuti alur kisah secara menonton langsung.
Tiket bioskop di Mandala waktu itu Rp. 1.500,- sekali nonton. Terbilang mahal karcis bioskop ukuran jaman itu yang seporsi pangsit Cwimie format gerobak dorong mangkal pinggir jalan adalah Rp. 250,- Cwimie masak basah atau kering, harganya sama saja.
...Bang bing bung yok kita ke bank. Bang bing bung yok kita nabung...
Berawal Pakto Teredukasi Gaya Konsumtif
Tahun 1985 memang mulai berlaku kebijakan nasional yang membuka tatanan baru bahwa belanja bukan sekedar memenuhi kebutuhan namun gaya hidup.
Paket Oktober (Pakto) nama kebijakan pemerintah sektor keuangan waktu itu, dengan dibukanya banyak bank partikelir sebagai pemodal usaha format perbankan.
Pelan-pelan waktu itu kharisma Koperasi sebagai sarana ramah bunga bagi masyarakat yang menjadi anggotanya, berganti dengan kemudahan pinjaman bank, meski bunganya lebih tinggi dan tak ada Sisa Hasil Usaha (SHU).
Sejak itu, bank tak hanya buat menabung uang kayak lagu anak-anak ciptaannya Titiek Puspa;
"Bang bing bung yok kita ke bank. Bang bing bung yok kita nabung. Tang ting tung, hei! Jangan dihitung, nanti tau-tau kita dapet untung."
Melainkan, bank adalah tempat menyimpan sementara uang buat nanti belanja-belanja dan ajukan pinjaman. Pinjaman buat modal usaha, sekalian juga lagi-lagi buat belanja-belanja.
Sejak itu pula, tak hanya belanja yang menjadi gaya hidup, mengajukan hutang kepada bank pun menjadi bagian dari kehidupan yang bergaya.
Hutang aja nggaya. Itulah awal edukasi bagi masyarakat secara tak langsung dari kebijakan finansial nasional tahun 1985. Putaran ekonomi diharapkan tumbuh dari putaran simpan dan pinjam, melalui rumusan perbankan.
Pelan-pelan, dampak pun dirasakan. Dari yang tadinya Indonesia swasembada pangan tahun 1980-an, maka generasi selanjutnya berganti gaya dari bercocok tanam beralih konsumtif melalui pengajuan hutang dari bank dengan iming-iming banyak cicilan. Tiada swasembada beras lagi sampai sekarang.
...menjadi kawasan obyek wisata tersendiri...
Semoga Terbangun Gantinya
Variety Mall, Malang Plaza, sempat menjadi tolok ukur pusat belanja di kota Malang sejak 1985 hingga 1995-an.
Setelah periode itu, lalu bertaburan mall-mall baru seperti Dieng Plaza, President Mall (sekarang jadi hotel Savana), Plaza Araya, Malang Olympic Garden, Malang Town Squire (Matos), Transmart, maka kawasan poros Malang Plaza hingga Gajah Mada Plaza adalah tempat belanja dan jalan-jalan favorit warga Malang Raya, seiring dengan mindset tempat belanja idola bagi warga Kabupaten Malang, yang kantor Kabupatennya memang berada di seberang poros pusat belanja tersebut.
Termasuk strategis pula sebagai kawasan niaga, karena berdekatan dengan alun-alun besar dan wilayah pasar besar. Sehingga menjadi kawasan obyek wisata tersendiri, apabila meluangkan waktu bersama keluarga pun pasangan tercinta untuk nglencer di kawasan itu.
Malang Plaza juga menjadi saksi bisu perjalanan saya bersama keluarga.
Anak saya yang sulung ketika masih berusia 2 tahunan, pernah saya gendong naik eskalator dalam mal itu bareng istri. Kami belanja baju buat anak dan saya mampir ke toko kaset audio bernama Kawan, buat mencari kaset pita rekaman musik, album terbaru dari band marillion yang rilis tahun 2001, judulnya Anoraknophobia.
Juga, pas saya dan istri saya masih pacaran, pernah kami menonton film judulnya 101 Dalmatians di bioskop Mandala.
Karena kecapekan jalan-jalan seharian, kami berdua pun ketiduran pulas pas bagian tengah film yang diputar sampai akhir. Bahkan, hingga semua penonton meninggalkan kursinya masing-masing.
"Mas, Mbak, film e wis mari, bioskop e buyar..." (Mbak, Mas, filmnya sudah usai, bioskopnya bubar...). Demikian suara ramah seorang Satpam membangunkan kami.
Kami pun terbangun, lalu dengan mata masih mengantuk saling pandang. Pangling sama suasana bangun tidur dalam bioskop.
Bergegas, kami beranjak sambil saya lihat jam tangan menunjukkan pukul hampir 10 malam.
Pulangnya kami pun mampir sebentar ke penjual Terang Bulan, buat oleh-oleh pulang antar pacar saya ke rumahnya. Lha habis pacaran pulangnya malam-malam, masak gak bawain apa-apa. Besok kalo gak diijinin jalan-jalan lagi sama orang tua pacar gimana?
Terakhir saya berkunjung ke Malang Plaza, pada kisaran akhir Oktober 2019, keperluan reparasi powerbank. Sama nonton film Malefecient Mistress of Evil di bioskop Mandala 21.
Malang Plaza kini tinggal kenangan.
Semoga segera terbangun tempat pusat belanja yang lebih baru, nyaman, aman, merakyat, ramah harga jualan dan ramah lingkungan, di pusat kota Malang.