1. Para monoteis yang anti kaum homo—termasuk Manny Pacquiao—mendasari kebenciannya dengan kisah Sodom dan Gomora. Tapi, ada baiknya kita baca dengan teliti apa sebenarnya yang diceritakan dalam Alkitab (setidaknya itu adalah salah satu sumber tertua yang bisa kita dapat dalam sejarah).
Kisah Sodom ada dalam Kitab Kejadian (Genesis) 18 & 19. Yang ingin versi lengkapnya, dengan bahasa Hibraninya sekalian, bisa ke ke biblehub.com. Bacalah. Jangan buru-buru membenci tanpa membaca.
2. Ceritanya, Tuhan sudah mendengar keluh-kesah tentang kelakuan orang Sodom dan Gomora. Ia hendak menghancurkan kota itu. Tapi Abraham punya saudara yang tinggal di Sodom. Lot namanya.
Abraham menawar pada Tuhan, agar jangan kota itu dihancurkan jika ada sepuluh saja orang baik di sana. (Awalnya ia berani pasang angka 50, tapi akhirnya ciut jadi sepuluh.) Tuhan setuju. Ia pun mengirim dua malaikat untuk mengecek. Marilah kita lihat apa kejahatan Sodom...
3. Dua malaikat yang tampak sebagai manusia itu disambut oleh Lot; diajak menginap di rumahnya. Tak berapa lama kemudian, rumah Lot digeruduk oleh seluruh lelaki kota, tua maupun muda. Mereka menggedor dan menuntut agar Lot menyerahkan dua tamunya. “Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka.”
Di sini cukup jelas bahwa warga Sodom memang mau memperkosa orang baru atau asing yang masuk ke wilayah mereka. Tapi, di sini tak hanya isu homoseksualitas, melainkan juga pemerkosaan. Terutama pemerkosaan terhadap yang lemah (orang asing yang tak punya pelindung).
Kita boleh berpikir sedikit lebih tajam: mana di antara dua hal itu—homoseksualitas dan pemerkosaan—yang sebenarnya merupakan dosa? Sebelum menjawab dengan emosional, mari kita lanjut baca ceritanya...
4. Lot mau melindungi tamunya. [Celakanya] Ia malah menawarkan dua anak perempuannya untuk dipakai ramai-ramai oleh para penggeruduk itu. [Gila banget! Tapi itulah yang tertulis.] Kata Lot, ini dua anak perempuanku masih perawan. “Perbuatlah yang kalian suka terhadap mereka. Tapi jangan ganggu tamuku.”
Waktu pertama kali baca teks ini, saya menjerit: sinting! Tapi konteks cerita lebih bisa difahami jika kita membaca teks-teks lainnya yang mengisahkan praktik pemerkosaan atau pembunuhan terhadap orang yang tak punya patron.
Kembali ke cerita: orang-orang Sodom tidak mau menerima tawaran itu dan kini menyerang Lot. Di sini masuk satu unsur lagi: mereka curiga kedua orang itu mata-mata. Ketika itulah kedua malaikat menyelamatkan lalu membawa keluarga Lot lari meninggalkan Sodom. Tuhan melebur kota itu.
5. Tarik nafas dalam-dalam. Dalam teks tak ada cerita tentang pesta orgi kaum gay. Tak ada gambaran tentang lelaki melambai. Yang ada justru gambaran tentang kekerasan seksual, baik terhadap lelaki, maupun terhadap perempuan.
Kalau mau jujur, yang dominan adalah kekerasan. Homoseksual maupun heteroseksual, teks ini bicara tentang kekerasan. Kalau mau spekulatif, kebetulan kali itu tamu Lot adalah lelaki. Tetapi jika orang asing itu termasuk perempuan, bukan tak mungkin penduduk Sodom tetap mau memperkosanya. Hemat saya, jangan memakai kisah Sodom untuk membenci kaum homo. Sebab ia lebih bercerita tentang kekerasan ketimbang homoseksualitas.
6. Lantas, apakah kita harus mengamini homoseksualitas dan mengatakan bahwa semburit-berburit itu perbuatan mulia? Tentu tidak begitu cara menarik kesimpulannya. Mari kita lihat lebih luas...
7. Ada banyak kisah tentang hubungan seks yang bisa dianggap tak pantas dalam Alkitab. Misalnya, anak yang tidur dengan ayah kandungnya (anak perempuan Lot dengan Lot). Menantu yang menjebak mertua agar hamil (Tamar terhadap Yehuda). Gadis yang merayu tuannya di lumbung (Ruth pada Boaz).
Kalau dikumpulkan dan dianalisa, bisa ditarik kesimpulan: Tuhan membiarkan kasus-kasus hubungan seks sekalipun dengan cara melawan aturan, jika: i) untuk kelangsungan keturunan, ii) tanpa kekerasan. Menariknya, dalam cerita-cerita itu, perempuanlah yang mengambil tindakan demi meneruskan keturunan.
8. Hubungan seks macam apakah yang dikutuk Tuhan dalam Alkitab? Ada satu cerita menarik, juga dari Kitab Kejadian. Alkisah pemuda Onan harus menikahi janda abangnya, sesuai dengan adat istiadat. Menurut adat, anak yang lahir nanti akan meneruskan garis keturunan abangnya. Onan tidak rela. Maka ia tak mau menghamili sang istri, yaitu janda kakaknya. Caranya? Coitus interuptus.
Tuhan geram dan membunuh Onan. (Tapi, syukurlah, nama Onan tetap dikenang dalam kata “onani”.) Nah. Kira-kira, apa yang membuat Tuhan marah? Sekali lagi, kita tidak menemukan hanya satu variabel. Kemungkinan jawabannya bisa: i) hubungan seks yang menolak berketurunan, ii) hubungan seks yang egois. Sila pikirkan!
9. Alkitab menyediakan cerita dengan banyak lapisan dan variabel makna. Toh kita bisa menarik kesimpulan yang cukup stabil. Misalnya, hubungan seks dengan kekerasan adalah jahat di mata Tuhan. Hubungan seks yang egois juga demikian. Di sisi lain, berketurunan adalah baik. Hubungan yang menolak keturunan adalah tidak baik.
Alkitab, bisa dibilang, tidak mengenal seks untuk kenikmatan. Dengan dalil-dalil tadi, kita bisa menyimpulkan bahwa onani, sodomi, dan lain-lain teknik bukanlah hal yang baik di mata Tuhan. Hal-hal itu umumnya dilakukan orang untuk kepentingan diri.
Tapi jangan takut. Justru di situ menariknya. Siapa sih yang tidak melakukannya? Pasangan suami-istri juga sering melakukan teknik-teknik yang bertujuan mencapai kepuasan saja. Paling tidak mereka kan harus menjaga kehangatan perkawinan sekaligus membatasi jumlah anak. Dan jangan bilang bahwa pasangan lelaki-perempuan tak mungkin melakukan anal seks ya!
10. Hubungan seks sesama jenis jelas bukan hal yang dibenarkan Alkitab. Tapi, dosa kaum hetero tak lebih ringan dari kaum homoseksual. Dosa Onan tak lebih kecil dari Sodom. Memang butuh keberanian bagi orang beriman untuk mengakui bahwa hubungan seks yang ia lakukan bukan sesuatu yang suci-mulia (uh... memandangi pasangan dengan bernafsu, gairah untuk menguasai atau dikuasasi, tindakan menjilat-jilat, menggigit-menghisap, meremas, mengucapkan kata-kata tak pantas...) dan memang tak perlu mulia.
Lagian, kenapa juga harus mulia? Kalau kita bisa mengakui dengan radikal bahwa seks itu memang aneh dan agak sedikit memalukan, maka sebenarnya kita bisa mulai membebaskan diri dari obsesi menjadi suci sendiri. Termasuk obsesi mencapai seks yang suci-mulia dan menghukum yang tidak.
+1. Posisi moral orang beriman pun bisa demikian: Di satu pihak, menerima kedosaan kaum homoseksual sama dengan kedosaan kaum heteroseksual. Singkat cerita, tak usah membenar-benarkan homoseksualitas, tapi kaum hetero juga tak perlu merasa lebih suci dari kaum homo.
Di pihak lain, tetap memelihara perkawinan agama sebagai perikatan eksklusif lelaki dan perempuan. Pada saat yang sama, mengusahakan perlindungan bagi semua orang dari kekerasan dan pelecehan lantaran orientasi seksual. Terakhir, betul-betul membuka dialog tentang apa itu seksualitas manusia sebab begitu besar misteri yang meliputinya. Dengan demikian, orang bisa beriman tanpa membenci kaum gay.
Ah, tentu saja ada pilihan lain: menjadi tidak beriman. Tapi ateisme dan sekularisme juga belum tentu membebaskan kamu dari homofobia... (Eh, untungnya Bung Pacquiao minta maaf atas kata-kata kasarnya terhadap kaum gay ketika saya mengakhiri tulisan ini.)