Jalan Sore

Keredap langit merah,

Suara gerbang dibuka tutup

pintu yang dibuka

langkah mendekat:


'Na, melu yok'

Ah, jalan sore

Aku beranjak dalam girang


Masa kecil penuh harap

Vespa merah menembus waktu

Stasiun kereta

Kedai ronde di tepi jalan: kehangatan di dalam mangkuk

Kepul masa kecil


'Cekelan, mengko tibo.'

Tepian sawah di kanan kiri

Truk lalu lalang

Saung bambu di tepi sawah

'Golek dawet yok?'

5 Januari 2022


Sutarno dalam Gelap

1/

Di jalan, Sutarno bertemu Mayang dan Pak Mul dengan vespa merahnya. Pak Mul memakai kemeja batik berlengan panjang dan celana pantalon hitam, sementara Mayang memakai rok putih dengan bando dan sepatu warna merah yang senada dengan vespa kakeknya. Sepertinya mereka pulang misa Sabtu sore dari gereja di dekat alun-alun. Sutarno mengganggukkan kepalanya pada Pak Mul, sebagaimana layaknya orang muda kalau bertemu yang lebih tua. Simbok mengajarkannya untuk menyapa kalau bertemu orang di jalan, terutama kalau orang itu lebih tua.

2/

Sutarno teringat mimpinya kemarin malam. Sebagaimana biasanya mimpi, tidak bisa terlalu diingat jalan ceritanya. Sutarno hanya ingat dalam mimpinya bertemu setan perempuan. Herannya setan dalam mimpi itu cantik. Setidaknya begitulah yang diingatnya dari mimpi itu. Perempuan cantik dalam mimpinya itu adalah setan, Sutarno takut sampai bergidik sekaligus terpesona pada kecantikan perempuan itu. Sayangnya, pada saat itu pula Sutarno pun menyadari bahwa perempuan itu setan dan dia harus menyelamatkan diri kalau mau selamat. Lalu Sutarno pun terbangun.

3/

Sutarno bergidik mendengar tetangganya menyanyikan lagu di kebun belakang rumah? Pak Mul, tetangganya yang setengah bule itu memang senang merokok malam-malam di kebun belakang rumahnya, sambil menyanyikan lagu yang sepertinya berbahasa asing. Bagi Sutarno lagu itu terdengar seperti mantra, semakin didengar semakin merinding dibuatnya.

 Jatikramat, 13 Maret 2022


Aduh, Bangsat


Itu bangsat

Sungguh keparat

Ia selalu berkelebat

Menghiasi penat-penat

Dengan cinta yang begitu liat;

Rindu yang begitu padat

Candu yang menjadi madat.

Dalam gelap yang pekat.

Jatikramat, 2 April 2022


Menuju Kematian

Semua orang pada dasarnya berjalan menuju kematian, bersedekap menunggu maut.

Mungkin menjemput, bisa jadi berlari menyambut.

Pikirku, selama ini, kematian itu tidak menyenangkan.

Tapi kalau menujunya juga menyusahkan, maka bolehlah muncul sebuah pertanyaan: mana yang lebih tidak menyenangkan,

tujuannya?

Atau perjalanan menuju tujuan?

Bukankah semua orang memilih yang lebih menyenangkan?

Semua orang akan menyelamatkan dirinya sendiri, mencari kesenangan untuk dirinya.

Tapi pertanyaan tentang menyenangkan itu juga menghantui.

Apa sebetulnya menyenangkan? Bagaimana bisa kau sebut sesuatu itu menyenangkan atau tidak menyenangkan?

Bukankah kesenangan bukanlah sesuatu yang bisa kau genggam.

Aku menggegam rindu-rindu;

Yang datang perlahan, menyelusup dalam kelam.

Lewat tengah malam.

Sebuah pertanda, bisa datang. Mungkin kamu menunggu, bisa jadi tidak. Tempatku dimana?

Begtu kau tanyakan, dalam cakap kemarin siang.

Aku berjalan,

Tidak gelap, bukan dalam terang. Menerawang. Seperti kenangan yang menggenggam.

Kamu dalam kenangan.

3 April 2022


Nona Manis

Nona Manis, yang paling manis, dan akan tetap selalu manis, kulihat senyummu mengembang selayang waktu layang-layang membubung tinggi tadi siang.

Kubayangkan kamu menyibak selimut putihmu dengan satu kibasan tangan, lalu melangkah menuju jendela dan membukanya demi membau wangi air yang menyergap sebelum hujan. Hari sudah tinggi, Nona. Anak-anak itu sudah bergerombol di tanah lapang demi menaikkan layang-layang yang tadi kau pandang. Kaudengar peluit kereta api di kejauhan, kaubayangkan anak-anak itu berlari ke tepi lapangan menyambut ular besi yang desisnya sudah akrab di telinga.

Nona manis, yang paling manis, dan memang selalu manis. Senyummu yang begitu manis berkelebat di pelupuk mataku tadi pagi. Seperti waktu itu kala kamu membangunkanku, dalam piyama biru bergambar buah beri. "Na, kuliah," katamu pagi itu.

Aku dan kamu, pada akhirnya tetap kita. Kamu yang mengatai aku dan hatiku yang begitu girang menari di tepi jurang; aku yang memaki hatimu yang begitu manis ingin memeluk janji-janji keparat yang membuat bangsat kisah cintamu.

Ah, Nona manisku. Yang sejak dahulu manis, dengan senyum manis yang tak pernah bengis., hati yang sering menangis. Kamu adalah kekuatanku dekade lalu; maka aku tahu, kamu bisa menjadi kekuatan untuk mengekalkan jalan hidupmu yang seharusnya seindah lukisan cahaya itu. Aku tahu itu.

Nona manis, yang paling manis, dan akan tetap selalu manis.

Jatikramat, 12 April 2022


Perasaan yang Sembunyi


Hey, Nona manis,

Ingatkah kamu waktu yang pernah kita lalui bersama?

Gelimang perasaan dan geliat kegelisahan?

Lampu-lampu yang menimbulkan gulana;

tingkah rasa-rasa.


Kita pernah bersisihan,

waktu demi waktu,

laju demi laju;.

Tawa ceria dan lagu rindu


Aku mencium bau basah di kejauhan,

Bau hujan yang terbawa angin


Mari kita sembunyi di balik kerinduan,

di balik sekat-sekat yang memisahkan.

(atau di balik kegelapan)

Jatiasih, 12 Mei 2022