Sedapat mungkin, wayang kulit itu tetaplah ada. Karena, kisah-kisah yang disajikan mewakili kisah nyata yang melintasi sejarah, memerikan karakter manusia selengkapnya, sehingga bisa membuka kesadaran akan pentingnya berhikmah.
Demikian satu ungkapan yang bisa menjadi perwakilan dari pihak pecinta wayang, baik wayang kulit maupun wayang orang, sebagai suatu karya pun kegiatan berkesenian yang menjadi bagian akar budaya bangsa Indonesia khususnya bagi suku Jawa, ketika akhir-akhir ini terdapat silang pendapat tentang perlu tidaknya kehadiran karya seni budaya, bernama; Wayang.
…bakal lebih membuahkan banyak pertanyaan akan siapa saja sebenarnya sosok-sosok wayang yang tengah dimainkan oleh sang Dalang.
Menikmati sebuah pertunjukan wayang kulit itu bisa dilakukan dari dua sisi yang berbeda, yang bisa menimbulkan sensasi yang berbeda dalam merangkai sudut pandang terhadap jalinan kisah yang dituturkan oleh sang Dalang.
Kedua sisi menikmati pertunjukan wayang kulit tersebut adalah saat menikmatinya di sisi bagian depan yang lebih terang gamblang berkenan gemerlapan karena tampak aksi Dalang saat memainkan wayang kulit beserta para pendampingnya yakni para pesinden atau disebut Waranggono yang menyenandungkan syair-syair sebagai penguat tuturan sang Dalang. Juga, para pemain karawitan sebagai musik pengiring agar kisah yang disajikan lebih hidup dan masuk ke relung jiwa para penikmatnya, berbuah permenungan terhadap makna-makna yang tersirat dalam tuturan cerita.
Sebaliknya adalah sisi di balik panggung pertunjukan wayang, yang berarti adalah bayangan-bayangan bergerak di balik layar, hasil permainan wayang oleh sang Dalang.
Karena sensasi yang timbul saat menikmati di balik panggung, yang tak segemerlap saat menikmatinya dari depan panggung, maka menikmati wayang kulit dari balik layar bakal lebih membuahkan banyak pertanyaan akan siapa saja sebenarnya sosok-sosok wayang yang tengah dimainkan oleh sang Dalang.
Namun, menikmati pertunjukan wayang kulit dari arah balik layar, juga bakal menuai sensasi yang lebih mendalam. Seolah mewakili fenomena, bahwa betapa setiap lakon yang dijalani oleh setiap sosok wayang, itu tak tertebak, cukup sebagai bayangan hitam dan putih yang bergerak-gerak dinamis, yang bakal seperti apa dan akan bagaimana gerakan-gerakan sosok wayang tersebut sepenuhnya menjadi hak prerogatif sang Dalang.
Termasuk, paling ironis itu bahwa perselisihan yang mengharubiru itu berawal dari hubungan kekerabatan, persaudaraan sedarah.
Terdapat keunikan akan sosok-sosok dalam wayang yang bisa dipilah menjadi karakter-karakter tertentu, yang relatif lengkap mewakili keutuhan karakter-karakter manusia didunia nyata.
Juga, kisah-kisah dalam wayang seperti menggambarkan bahwa jalan hidup nyata bagi orang-orang sedunia itu, telah dan bakal dijalani sebagai jalan kehidupan dalam cakupan sejarah yang berulang. Termasuk, paling ironis itu bahwa perselisihan yang mengharubiru itu berawal dari hubungan kekerabatan, persaudaraan sedarah.
Keunikan tersebut, telah memberi makna tersendiri bagi pemirsa kisah-kisah wayang, tentang bagaimana seyogyanya suatu interaksi antara manusia bisa terjalin, dalam bingkai mengutamakan kebenaran dan menjauhi kezaliman.
Apabila kisah-kisah dalam wayang memang menginduk pada kitab yang ribuan tahun lalu ada, yakni; Mahabharata, maka penyusun kitab tersebut telah berhasil secara detail menuturkan satu kisah besar, yang terinci pada kisah-kisah yang lebih kecil, yang merangkum kisah-kisah nyata, yang bahkan melampaui keberadaan banyak ras manusia sedunia, yang apabila dimaknai lebih dalam, maka kisah-kisah nyata yang pernah terjadi di dunia dalam perjalanan sejarah, sejatinya adalah kisah-kisah yang itu-itu saja.
…baik yang bermakna gamblang taken for granted maupun yang perlu dimaknai dengan berpikir lebih dalam…
Ibarat sistem mutu, maka kitab Mahabharata yang menjadi sumber inspirasi kisah-kisah wayang, itu semacam dokumen turunan dari Panduan Mutu, sebagai dokumen tertinggi dalam sistem mutu.
Dalam hal tuntunan bagi manusia selama menjalani fungsi keberadaannya di muka Bumi, maka Panduan Mutu dimaksud adalah sekumpulan pesan-pesan dari langit yang terkumpul menjadi suatu kitab suci, yang berisikan bimbingan Ilahiah dari Sang Pencipta beserta sistem yang dimilik-Nya, kepada para makhluk ciptaan-Nya, yang bertebaran di dalam Bumi.
Artinya, kitab Mahabharata tersebut juga terinspirasi oleh Kalam-Kalam Ilahi pada era nabi-nabi pada ribuan tahun lalu yang menjadi orang-orang pilihan dalam menebar pesan-pesan Ilahiah, baik yang bermakna gamblang taken for granted maupun yang perlu dimaknai dengan berpikir lebih dalam, karena pesan-pesanNya juga seringkali dalam bentuk perumpamaan-perumpamaan.
Jadi, kisah-kisah wayang yang bersumber pada kitab Mahabharata, adalah upaya orang-orang jaman dulu dalam merangkai kisah-kisah yang sejatinya adalah perjalanan sejarah hidup yang nyata, agar para pembaca juga pemirsa dalam bentuk wayang, yang di Indonesia khususnya di wilayah Jawa baik dalam wujud wayang kulit maupun wayang orang, sekaligus bisa memaknai apa-apa saja yang menjadi pesan-pesan Ilahiah yang tersemat dalam kisah-kisah wayang.
Semacam pemaknaan atas pesan-pesan Langit, Samawi, menjadi pesan-pesan yang lebih bisa termaknai secara nyata oleh banyak manusia di dalam bumi, Ardhi.
Dengan demikian maka, kisah-kisah dalam wayang itu tak berlebihan apabila dimaknai sebagai hasil konjungsi, sebuah titik temu antara pesan-pesan Ilahiah dengan kisah-kisah nyata yang sejatinya terjadi berulang dan konstan dalam perjalanan sejarah, sejak pertama terciptanya alam semesta, termasuk manusia.
Suatu pemaknaan yang menghubungkan pesan-pesan yang tersurat pun tersirat dari Langit, menjadi kisah-kisah dengan pesan utama yang mengutamakan perilaku menjunjung pekerti untuk selalu berpegang pada kebenaran dan keberanian dalam menjalani perjuangan melawan kebatilan serta penzaliman.
Sekali lagi, wayang telah berusaha untuk mengajak para penikmatnya agar bersikap kritis…
Oleh karena dari waktu ke waktu dalam sejarah perjalanan hidup manusia dengan kisah-kisah sejarah tersebut yang bersifat konstan dan bakal berulang lagi kelak di masa mendatang dalam tatanan yang relatif lebih rumit, dengan pelaku-pelakunya yang berbeda, meski karakter-karakter dasarnya yang telah terpotret dan bersifat konstan, maka wayang sebagai karya seni telah menuturkan kisah-kisah yang mewakili terjadinya suatu ketidakberaturan sistem yang selalu meningkat dari waktu ke waktu, yakni Entropi.
Sekali lagi, wayang telah berusaha untuk mengajak para penikmatnya agar bersikap kritis akan apa-apa saja yang perlu dipahami dan diterapkan guna menjalani sebaik-baiknya jalan hidup yang berorientasi pada keselamatan dimasa depan.
Jadi, wayang sebagai karya seni yang turut mengenalkan pesan-pesan Ilahiah dalam bentuk kisah-kisah yang mewakili upaya manusia agar berpegang pada kebenaran dan berani menentang kezaliman, itu sejatinya bersifat luhur dan sama sekali bukan suatu karya yang haram.
…dipertimbangan menjadi program yang serius bagi pemerintah, yang dalam hal ini menjadi ranah Kemendikbudristek…
Perihal akhir-akhir ini sempat ada suatu argumen yang termaknai sebagai perlu tidaknya lagi kehadiran wayang sebagai karya seni yang menginspirasi, maka menarik apabila argumen tersebut dicerna dalam tatanan berpikir yang terbalik, the opposite thinking.
Yaitu bahwa, justru argumen tersebut adalah sebuah kritik yang bisa membuahkan pesan ajakan berupa wayang baik wayang kulit pun wayang orang, keduanya perlu dilestarikan dan dikembangkan, sekaligus bisa dipertimbangan menjadi program yang serius bagi pemerintah, yang dalam hal ini menjadi ranah Kemendikbudristek, yakni; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Republik Indonesia.
Termasuk kelak bekerjasama dengan lembaga-lembaga terkait agar tak sekedar menjadi pertunjukan Nguri-uri budoyo Jawi semata, namun juga dalam meraih peluang perputaran roda ekonomi dalam hal kegiatan memperkenalkan budaya dan seni ke banyak negeri.
Mari kita lestarikan dan dikembangkan itu budaya wayang, baik memainkan maupun menikmati untuk memaknai.