Ancaman terorisme bukanlah sebuah isu baru dalam dunia internasional. Terorisme dapat diartikan sebagai sebuah tindakan kriminalitas, kekerasan politik, dapat juga diartikan sebagai bentuk strategi perang, dan bahkan sebagai perang suci berlandaskan agama.

Adanya isu terorisme menjadi tantangan bagi kebijakan luar negeri Indonesia, terlebih sejak munculnya terorisme sebagai isu global pertama kali, yaitu setelah tragedi penyerangan terhadap menara kembar World Trade Center dan gedung Pentagon di Amerika Serikat, pada 11 September 2001 dan Bom Bali di Indonesia pada tahun 2002. Hal ini menjadi titik balik terhadap pandangan pemerintah Indonesia akan pengidentifikasian isu terorisme yang sebelumnya terabaikan.

Munculnya isu terorisme yang sebelumnya bukan menjadi perhatian utama dalam kebijakan luar negeri, pada akhirnya menjadi salah satu agenda penting dalam hubungan luar negeri Indonesia. Agenda ini di implementasikan dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dengan terus memanfaatkan upaya-upaya kerja sama dengan negara lain secara regional, bilateral, maupun multilateral untuk mengatasi ancaman terorisme.

Kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam kerja sama regional, pemerintah Indonesia telah memposisikan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebagai bagian penting dalam upaya pemecahan masalah terhadap ancaman terorisme. Karakteristik perluasan dari terorisme menyebabkan ancaman terorisme di Indonesia diyakini tidak berdiri sendiri, tetapi mempunyai sangkutan dengan jaringan terorisme internasional, termasuk jaringan terorisme yang ada di beberapa negara dan tergabung dalam wadah ASEAN, seperti di Thailand, Filipina dan Malaysia.

Dalam konteks bilateral, Indonesia melakukan kerja sama dengan beberapa negara, seperti Amerika Serikat dan Australia. Beragam bentuk kerja sama bilateral Indonesia dengan Australia dan Amerika Serikat dalam menumpas terorisme kemudian menumbuhkan rasa saling percaya dan meningkatkan intensitas hubungan kedua negara.

Amerika Serikat dan Australia semakin menaruh perhatian kepada Indonesia dalam upayanya melawan terorisme. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan kedua negara untuk memberi berbagai bantuan yang bersifat teknis, seperti kerja sama di bidang pertukaran informasi dan intelijen, bidang pendidikan dan pelatihan, serta kerja sama di bidang pembangunan kapasitas kelembagaan.

Kerja sama Indonesia dengan negara-negara lain dalam pembasmian terorisme dipandang sangat penting. Hal ini dikarenakan Indonesia secara bilateral melakukan kerja sama kontraterorisme dengan beberapa negara, seperti dengan Amerika Serikat dan Australia, meskipun kerja sama bilateral Indonesia dengan Amerika Serikat dan Australia ini tidak bisa dipisahkan keterkaitannya dengan kepentingan nasional masing-masing negara.

Akan tetapi, kerja sama tersebut dapat dikatakan cukup unik dibandingkan dengan kerja sama bilateral lainnya yang dilakukan oleh Indonesia dalam konsep pemberantasan terorisme. Hal ini karena Indonesia, Amerika Serikat, dan Australia merupakan ketiga negara yang pernah menjadi korban aksi kejahatan terorisme.

Dalam lingkup kerja sama multilateral, Indonesia memberikan dukungan terhadap langkah yang diambil oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan turut aktif dalam berbagai bentuk kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional. Terlebih dalam rangka penegakan hukum, dan berbagai langkah pencegahan, penumpasan, pemberantasan terorisme serta keamanan internasional.

Salah satu bentuk dukungan Indonesia, antara lain tergabungnya Indonesia dalam Counter-Terrorism Committee (CTC) yang dibentuk berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1373 Tahun 2001. 

Dalam rangka meneruskan dukungan dalam pemenuhan kewajibannya sebagai bagian dari CTC, pemerintah Indonesia membuat laporan pencapaian upaya penanggulangan terorisme setiap tahunnya. Selain itu, Indonesia sudah menetapkan 7 dari 16 konvensi internasional dan protokol dalam isu terorisme.

Indonesia juga memberikan dukungannya terhadap produk-produk hukum internasional mengenai penanggulangan terorisme, antara lain Resolusi DK PBB dan Resolusi MU PBB, seperti resolusi tentang Measures to Eliminate International Terrorism dan resolusi UN Global Counter Terrorism Strategy

Keseriusan Indonesia dalam mengatasi ancaman terorisme dengan segala bentuknya merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sebagai anggota PBB, khususnya dalam melaksanakan resolusi DK-PBB No. 1267 (1999), DK-PBB No. 1333 (2000), dan DK-PBB No. 1390 (2002).

Di dalam upaya politik luar negeri mengenai pencegahan terorisme tersebut, kebijakan luar negeri Indonesia dilandaskan pada beberapa pilar strategi. Seperti yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia tahun 2011, Marty Natalegawa, di Symposium on International Counter-Terrorism Cooperation yang diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal PBB di New York pada 19 September 2011.

Adapun pilar-pilar strategi tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Upaya nasional dan regional harus sejalan dengan upaya global
  2. Perang melawan terorisme harus diarahkan pada akar terorisme itu sendiri
  3. Demi mencapai upaya jangka panjang, penggunaan soft power menjadi sangat esensial
  4. Upaya untuk menanggulangi terorisme harus sesuai dengan prinsip demokrasi.


Kesimpulan

Langkah aktif Indonesia memberikan bukti bahwa proses kerja sama bilateral, regional dan multilateral yang telah ditata sebelumnya melalui diplomasi ternyata telah mendatangkan manfaat yang cukup besar. Oleh karena itu, kerja sama antar negara melalui proses tersebut tetap terus perlu dilakukan.

Akan tetapi, kerja sama tersebut sebaiknya tidak hanya terfokus pada kegiatan yang sifatnya bantuan teknis dan fungsional, melainkan juga harus diarahkan pada tindakan penumpasan teroris dengan lebih memperhatikan akar permasalahan munculnya terorisme tersebut. Dengan demikian, kebijakan luar negeri Indonesia dalam isu terorisme pun lebih diarahkan pada soft power.