Tujuh Puluh Tujuh Tahun Kemerdekaan Indonesia

Tujuh puluh tujuh tahun sudah Indonesia menjadi negara yang merdeka, dengan berbagai cerita pejuangan yang tertuang dalam buku-buku sejarah. Pengorbanan para Founding fathers (Bapak bangsa) untuk merebut kekuasaan atas nusantara tidaklah mudah melainkan harus mengorbankan segala hal termasuk nyawa sekalipun.

Tujuh puluh tujuh tahun silam, sebelum kemerdekaan di kumandangkan oleh bapak Proklamator Ir. Soekarno terdapat beberapa polemik di dalamnya. Usaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia muncul dari  berbagai lini, di antaranya kaum nasionalis dan kaum modernism islam.

Terlepas dari cerita panjang prihal perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan entah itu melalui perlawanan dalam bentuk perang seperti halnya yang dilakukan oleh Jendral Soedirman melakukan gerilya pada tahun 1945-1947. Maupun  perjuangan yang di tempuh melalui jalur diplomasi, ke semuanya adalah bentuk pengorbanan, kecintaan, dan harapan untuk dapat mengurus negaranya sendiri.

Problematika kemerdekaan justru bertambah kian rumit dengan adanya perbedaan pendapat ketika para kaum cendekiawan memperdebatkan dasar negara. Polemik dasar negara bermula pada tanggal 29 Mei 1945 saat sidang BPUPKI (Bandan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang di pimpin oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat.

Masalah dasar negara menurut kaum nasionalis yang di wakili oleh Ir. Soekarno dan kaum modernism Islam yang di wakili oleh Muhammad Natsir sangatlah krusial. Soekarno misalnya yang memiliki pendirian bahwa demi kemajuan negara maupun agama itu sendiri maka negara dan agama harus di pisahkan, lain halnya dengan Natsir bahwa hubungan agama dan negara harus menjadi satu. Agama harus diurus oleh negara sedangkan negara di urus berdasarkan ketentuan-ketentuan agama. (Mahfud MD, Dasar & Struktur ketatanegaraan, hlm 4 ).

Terlepas dari persoalan kolonialisme maupun perbedaan pendapat antara para tokoh cendekia mengenai perumusan dasar negara, polemik selanjutnya muncul sebelum pidato proklamasi di bacakan, terdapat golongan muda yang mendesak  Bung Karno untuk membacakan naskah proklamasi sebagai wujud kemerdekaan.

Melalui negosiasi yang Panjang akhirnya Bung Karno yang di damping Bung Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun di katakana Soekarno sangat kecewa atas desakan pemuda untuk dapat memprokalamasikan kemerdekaan. (Lasmidjah hardi, 1984:60).

Ulasan sejarah singkat di atas yang di kemukakan oleh penulis, sebenarnya tidak lain ingin merenungkan Kembali kemerdekaan yang telah di raih dengan susah payah oleh para pahlawan. 

Kita dapat mengambil nilai berharga dari berbagai buku-buku sejarah, tentang perjuangan maupun kemerdekaan, yang oleh sebabnya kita sebagai penerus akan perjuangan buah hasil yang dilakukan oleh para Founding fathers dan kita sebagai penerus  harus membayar mahal atas pengorbanan para pahlawan.

PENGERTIAN KEMERDEKAAN 

Ir. Soekarno berpendapat, kemerdekaan berarti bebas selama-lamanya. Kebebasan ini merangkumi kebebasan untuk berpikir, bertindak dari pada politik, penindasan dan rejim autokritik. Pandirlah sesuatu bangsa penjajah jika berpikir bangsa yang di jajah itu akan terus didominasi oleh mereka.

Mahatma Gandhi mengatakan bahwa kemerdekaan perlu merangkumi politik, ekonomi dan moral. Setiap negara berhak mengurus negaranya sendiri, walaupun sukar supaya setiap komuniti hidup dalam harmoni

Nelson Mandela berpendapat bahwa kebebasan bukan hanya satu pertempuran untuk melawan suatu kumpulan atau warna kulit, tetapi suatu pertempuran terhadap sebuah system yang menindas. Kebebasan boleh dicapai melalui politik, bebas dari pada perhambatan, kemiskinan dan penderitaan. Seluruh rakyat perlulah Bersatu dalam suatu negara menuju masa depan.

Prihal pengertian kemerdekaan di atas, penulis ingin kaitkan dengan UUD 1945. Berdasarkan isi pembukaan UUD 45 alenia ke satu, “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-keadilan”. Alinea ke satu secara harfiah, Indonesia memang telah merdeka serta terlepas dari jajahan kolonialisme. 

Terlepas dari pengertian kemerdekaan yang di kemukakan oleh para ahli maupun pembukaan UUD 45, penulis ingin membahas wujud kemerdekaan secara lebih spesifik. Penulis masih melihat sejumlah problematika yang terjadi di negeri yang katanya sudah merdeka sekitar tujuh puluh tujuh tahun ini.

Pendidikan, perekonomian, kesehatan, dan keadilan, masih menjadi momok permasalahan di Indonesia. Dalih setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti Pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai. Praktek di lapangan ternyata tidaklah se-sempurna harapan yang di tuangkan dalam UUD 1945.

Kondisi Pendidikan yang masih belum merata, hal tersebut di sebabkan oleh dampak kemiskinan, kualitas guru, rendahnya prestasi dan sarana & prasarana sekolah. Dewasa ini kita perlu mengenal yang Namanya PISA atau Programme for International Student Assessment. 

PISA atau Programme for International Student Assessment adalah studi untuk mengevaluasi system Pendidikan yang diikuti oleh lebih 70 negara di seluruh dunia. Setiap 3 tahun, murid-murid berusia 15 tahun dari sekolah-sekolah yang di pilih secara acak, menempuh tes dalam pelajaran utama yaitu membaca, matematika dan sains.

Sayangnya, pada tahun 2018 Indonesia sendiri menempati urutan ke 74 dari 79 negara. Salah satu hasil mengejutkan dari tes tersebut adalah 7 dari 10 siswa usia 15 tahun di Indonesia memiliki tingkat literasi di bawah rata-rata. Yang mengartikan bahwa sebenarnya hanya 30 persen siswa Indonesia yang mampu membaca dan menulis dengan baik. (Elvide ariyanto, 10 Mei 2022 ).

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia salah satunya di sebabkan oleh penggunaan teknologi yang kurang bijaksana. Masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mendengarkan musik, bermain game, atau berselancar di sosial media di bandingkan membaca. 

Oleh sebab itulah penulis katakan di atas bahwa di usia yang cukup senja atas kemerdekaannya, Indonesia belum mampu merdeka berdasarkan harapan yang di tuangkan dalam UUD 1945.