Siapakah para transgender itu?
Trans atau transgender adalah terminologi yang digunakan untuk merujuk pada individu yang ekspresi gender dan / atau identitas gendernya berbeda dari harapan konvensional berdasarkan jenis kelamin fisik yang ditugaskan saat lahir.
Trans mencakup transeksual, transgender, waria, queers gender, androgyne, polygender, agender, cross dressers, drag queens, drag kings.
Di Indonesia, keberadaan transgender perempuan tidak selalu ditolak dan keberadaannya dapat diterima oleh keluarga dan masyarakat dalam konteks tertentu.
Penyebab umum penolakan terhadap mereka adalah stigma negatif terhadap transpuan yang sudah menjadi kepercayaan umum dan publik belum menyambut hal-hal yang dianggap tidak normal.
Saat ini, ada banyak wanita transgender yang telah memberi manfaat bagi masyarakat dan dihargai oleh pemerintah.
Ada banyak penelitian sebelumnya tentang penolakan terhadap keberadaan transpuan di daerah penolakan seperti di ruang publik, politik, olahraga dan agama.
Salah satu alasan di balik penolakan sosial adalah penyimpangan sosial dan agama yang dilakukan oleh wanita transgender seperti terlibat dalam kehidupan malam, dll.
Kedua, penelitian sebelumnya menunjukkan ketahanan transpuan yang disebabkan oleh banyak penolakan terjadi pada mereka.
Diskriminasi dan Penolakan
Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak setara dan tidak adil yang membedakan individu atau kelompok berdasarkan ras, agama, etnis, agama, atau status kelas sosial.
Diskriminasi menggambarkan tindakan dari mayoritas sebagai kelompok dominan terhadap minoritas sebagai kelompok lemah, sehingga perilaku tersebut terlihat tidak bermoral dan tidak demokratis.
Kelompok dominan yang menolak keberadaan transpuan berpendapat bahwa menjadi transgender adalah penyimpangan.
Sebaliknya, kelompok yang bersangkutan percaya bahwa menjadi transgender bukanlah pilihan tetapi hadiah dari Tuhan.
Diskriminasi terhadap transpuan berjalan dengan penolakan terhadap keberadaan mereka sebagai konstruksi sosial yang menciptakan prasangka, stereotip, dan kebencian karena mereka dianggap sebagai penyimpangan dari nilai-nilai dan norma-norma sosial.
Diskriminasi yang berkepanjangan tidak hanya dalam bentuk intimidasi tetapi juga dalam bentuk pelecehan seksual.
Bentuk diskriminasi lain yang sering terlihat terjadi dalam perekrutan dan promosi pekerjaan, pelecehan verbal, julukan tertentu seperti "banci‟, pengabaian, intimidasi, kekerasan fisik hingga pembunuhan, kekerasan seksual dan / atau kekerasan psikologis, yang semuanya merupakan hasil dari transfobia.
Diskriminasi dan penolakan ini membuat transpuan semakin terpinggirkan dalam kehidupan sosial. Beberapa orang melihat komunitas transgender sebagai bentuk pelanggaran norma hukum, agama dan moral.
Di sisi lain, yang lain berpikir bahwa komunitas LGBT adalah bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat.
Dalam perspektif transgender, apa yang terjadi pada diri mereka yang berorientasi pada wanita adalah gejala psikologis yang hampir tidak diabaikan. Keinginan transgender mereka muncul secara spontan.
Di antara komunitas LGBT, transgender adalah yang paling rentan terhadap kekerasan karena penampilan fisik mereka lebih terlihat kontrasnya tubuh dan perilaku ini membuat transpuan dianggap aneh.
Stigmatisasi Transgender
Stigma disebabkan oleh kepercayaan pada sesuatu yang fatal sebagai akibat dari perilaku tidak bermoral yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Stigma tersebut tercermin dalam sinisme, ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif sehingga perilaku menyimpang seperti dalam kasus HIV / AIDS layak dihukum atas tindakan mereka sendiri.
Individu yang distigmatisasi umumnya dikaitkan dengan penyakit sosial seperti seks bebas, pengguna narkoba, homoseksual, dll. Transgender termasuk di antara mereka yang menerima stigma negatif ini.
Ini telah menjadi bumerang bagi mereka yang dianggap "orang jahat" oleh masyarakat. Sebagai hasil dari stigma negatif yang meluas ini, transgender mengalami peningkatan tingkat pelecehan, kekerasan, dan masalah kesehatan mental.
Melakukan tindakan positif adalah cara untuk mengurangi stigma negatif. Tindakan positif transpuan secara berkelanjutan akan berimplikasi pada penerimaan publik terhadap keberadaan mereka.
Penerimaan Masyarakat Kepada Transgender
Penerimaan terhadap transpuan biasanya didasarkan pada keyakinan hak asasi manusia. Padahal, penolakan tersebut didasari oleh anggapan bahwa transgender adalah bentuk penyimpangan dari sifat manusia.
Penerimaan keluarga dan sosial terhadap keberadaan transpuan disebabkan oleh fakta bahwa mereka tidak menunjukkan perilaku menyimpang melainkan membuktikan kemampuan mereka dalam nilai sosial-ekonomi dalam keluarga dan masyarakat.
Kondisi ini memungkinkan transpuan untuk mencapai status yang lebih tinggi dari masyarakat kelas bawah yang sering dilecehkan ke kelas sosial baru yang diakui dan dihormati oleh masyarakat.
Di Indonesia, ada banyak wanita transgender atau pria feminin yang diterima dengan baik oleh keluarga dan masyarakat mereka. Beberapa contohnya adalah Dorce Gamalama, Lucinta Luna, Alegra Wolter, Milen Cyrus, Aming dan Onadio leonardo.
Penerimaan keluarga dan masyarakat luas terhadap keberadaan transpuan di tengah stigma negatif yang meluas telah memungkinkan transpuan untuk memiliki posisi kelas sosial yang lebih tinggi.
Mereka tidak hanya diberi peran feminin, tetapi juga dalam peran maskulin. Memberikan ruang sosial kepada transgender sebenarnya telah dipraktekkan selama kerajaan Jawa kuno.
Stigma yang meluas adalah penyebab degradasi posisi transpuan, dan membuat mereka diejek. Penolakan sebagian besar diperoleh oleh mereka yang menganut tradisionalisme moral yang tinggi.
Tampilan feminin dan keinginan untuk terlihat seperti wanita adalah sesuatu yang hampir tidak terkandung, tidak buatan dan datang secara spontan. Sisi ini adalah penyebab pria feminin berubah menjadi wanita.
Perubahan perilaku dan penampilan ini telah membawa wanita transgender ke dunia yang penuh dengan intimidasi.
Mereka yang tidak jatuh ke dalam perilaku menyimpang dengan menunjukkan keberadaan sosial-ekonomi mereka telah memungkinkan mereka untuk diterima oleh keluarga dan masyarakat.
Pengakuan keluarga dan sosial terhadap wanita transgender memiliki dampak yang sangat positif pada kehidupan sosial mereka.
Oleh karena itu, penerimaan keluarga dan sosial terhadap transpuan berimplikasi pada pemberian kesempatan kepada transpuan untuk menghindari situasi negatif.
Transpuan diterima dengan baik oleh masyarakat ketika mereka dapat memainkan peran sosial-ekonomi mereka, baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial.
Mengembangkan bakat dan keterampilan di bidang sosial ekonomi telah mengubah bully menjadi apresiasi.
Stigma negatif terjadi karena transpuan mengabaikan peran sosial ekonomi mereka. Stigma negatif menjadi positif tidak hanya disebabkan oleh diri mereka sendiri, tetapi juga oleh dukungan masyarakat luas.
Diskriminasi dan penolakan terhadap transpuan sering terjadi pada mereka yang telah jauh menyimpang dan melanggar norma-norma sosial.
Sisi negatif ini adalah yang paling banyak terekspos ke publik, sehingga memperkuat stigma negatif kepada mereka semua.
Tidak semua transgender memiliki sisi gelap dan perilaku negatif. Masih banyak transgender yang baik dan produktif yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh keluarga dan masyarakatnya.