Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun yang di dalamnya tersimpan nilai-nilai budaya. Kearifan lokal adalah bagian dari budaya yang tidak bisa dipisahkan dari kebiasaan masyarakat tersebut. 

Kearifan lokal adalah segala bentuk kebijaksanaan yang didasari nilai-nilai kebaikan yang dipercaya, diterapkan dan senantiasa dijaga keberlangsungannya dalam kurun waktu yang cukup lama oleh sekelompok orang dalam lingkungan atau wilayah tertentu yang menjadi tempat tinggal mereka. 

Indonesia kaya akan tradisi dan kearifan lokal nya. Tradisi dan kearifan lokal harus kita jaga dan lestarikan terutama tradisi yang bermanfaat untuk lingkungan. Lingkungan memiliki peran penting dalam kehidupan berbagai makhluk hidup. Pelestarian lingkungan telah diturunkan dari generasi ke generasi. 

Sejak zaman dahulu kita telah diwarisi pengetahuan, keyakinan, wawasan serta etika yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang melestarikan lingkungan dengan menjaga tradisi dan kearifan lokal nya agar dapat dipraktikkan dan diturunkan.

Berikut tradisi dan kearifan lokal yang bermanfaat untuk lingkungan.

1. Mantari Bondar (Sumatra Utara)

Mantari Bondar adalah tradisi Desa Hatabosi yang berada di wilayah Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan. Hatabosi adalah singkatan nama empat desa yaitu Haunatas, Tanjung Rompa, Bonan Dolok dan Siranap. Mantari Bondar adalah kearifan desa yang telah diwariskan selama lebih dari 100 tahun dalam perlindungan hutan dan sumber air.

"Mantari" artinya Menteri dan "Bondar" artinya saluran atau aliran air. Jadi Mantari Bondar sebenarnya adalah petugas yang menjaga saluran atau sumber air dan hutan. Mantari dan Penjago bertanggung jawab menjaga hutan, menjaga sumber air dari kerusakan, dan menjaga aliran air agar tidak tersumbat. Para Mantari akan dibantu 8 panjago bondar yang semuanya dipilih oleh warga setempat pada saat rapat adat.

2. Nyabuk Gunung (Jawa)

Nyabuk gunung adalah metode pertanian dengan membuat terasering di sepanjang garis kontur. Cara ini paling sering digunakan di lereng bukit Sumbing dan Sindoro. 

Nyabuk gunung ada disebabkan adaptasi masyarakat terhadap topografi lahan di Jawa Tengah yang kebanyakan tidak rata karena memiliki banyak pegunungan. Metode ini merupakan bentuk konservasi lahan dalam pertanian karena mengikuti garis kontur.

3. Rasulan (Gunung kidul, Yogyakarta)

Rasulan merupakan bentuk dari perayaan tradisional yang dilakukan setelah masa panen selesai. Rasulan adalah sebuah bentuk syukur kepada Tuhan karena telah memberikan berkah kepada petani. 

Salah satu acara utama dari tradisi ini adalah bersih-bersih desa dan pawai membawa hasil bumi. Selain itu, ada kegiatan lain seperti Ketoprak, campursari, pengajian dan Wayang kulit.

4. Subak (Bali)

Subak adalah sebuah organisasi yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan sawah secara tradisional. Sistem subak diakui oleh banyak ahli pertanian di seluruh dunia sebagai prinsip pengelolaan irigasi yang maju dan unggul. 

Irigasi Subak (palemahan) memiliki fasilitas pokok berupa bendungan air (pengalapan), parit (jelinjing), serta sarana untuk memasukan air ke dalam bidang sawah garapan (cakangan). 

Meskipun pada dasarnya merupakan sistem irigasi, Subak juga dihayati oleh warga Bali sebagai konsep kehidupan, karena menjadi manifestasi langsung dari filosofi yang disebut Tri Hita Karana.

5. Sasi (Maluku dan Papua)

Salah satu upaya masyarakat adat di Maluku dan Papua dalam menjaga alam yaitu dengan tradisi Sasi. Sasi adalah suatu bentuk pelarangan pemanfaatan sumber daya alam di darat dan laut untuk jangka waktu tertentu agar sumber daya alam tersebut dapat tumbuh, berkembang, dan bertahan hidup. Sasi memiliki 5 macam aturan, yaitu sasi umum, sasi sungai, sasi laut, sasi hutan, dan sasi binatang.

6. Paca Goya (Maluku Utara)

Tradisi Paca Goya dilakukan seusai panen cengkih atau pala dengan tujuan untuk menjaga alam dengan cara bersih-bersih bukit atau gunung dan tempat keramat di sana. Upacara Paca Goya merupakan tradisi upacara penghormatan terhadap kelestarian alam. Sebuah bukit atau gunung diyakini membawa keberuntungan, dan tempat suci paling hijau harus tetap utuh dan harus selalu dilindungi.

7. Kearifan Lokal Masyarakat Suku Tengger

Tengger merupakan suku yang mendiami dataran tinggi di sekitar Pegunungan Tengger yang juga meliputi wilayah Gunung Bromo dan Semeru. Masyarakat suku Tengger baik yang tinggal di desa Ngadas maupun Desa Ranu Pani memiliki kearifan tradisional dalam menjaga tanah dan kawasan hutan di sekitar mereka. 

Di desa Ngadas berlaku suatu ketentuan adat mengenai pelanggaran lingkungan, yaitu apabila seseorang menebang 5 batang pohon non komersial di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), maka dia diharuskan membayar dengan 50 sak semen dan menanam 300 batang pohon cemara pada bekas lokasi tebangan. 

Masyarakat Ranu Pani memiliki kearifan lokal yang berkenaan dengan pelestarian sumber daya alam dalam bentuk kepercayaan akan keberadaan dewi penunggu emas di dekat Ranu Regulo sehingga mereka tidak berani mengganggu kelestarian alam di daerah tersebut.