Saya kira penyebutan tol Jokowi itu tidak ada salahnya. Masalah barulah timbul jika ada yang melarang pihak tertentu menggunakan jalan tol tersebut. Adakah yang melarang?

Begini, memakai sebutan tol Jokowi bukan berarti jalan tol tersebut diklaim sebagai milik Jokowi. Itu cuma bahasa spanduk. Lagi pula, banyak nama jalan menggunakan nama tokoh, termasuk juga nama jalan tol. Seperti Jalan Tol Prof. Sedyatmo. Itu bukan berarti Prof. Sedyatmo atau ahli warisnya mengklaim jalan tol tersebut sebagai milik keluarganya. Tidak. Sama sekali tidak ada klaim begitu.

Malah aneh jika tiba-tiba ada pihak yang baper karena mengira sebuah jalan akan diklaim sebagai milik keluarga dari tokoh yang namanya dipakai sebagai nama jalan tersebut. Begitu pula dengan sebutan tol Jokowi. Oleh karena itu, tidak relevan pula Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman nyeletuk, "Kalau jalan tol disebut jalan tol Jokowi, utang Indonesia Rp 4000 triliun lebih adalah hutang Jokowi, dong? Iya apa gak?"

Nah, isu utang inilah yang sejak awal dihembus-hembuskan terus untuk menghasut rakyat. Lalu, dihubung-hubungkan dengan China segala. Para politisi lawan Jokowi kerap menyuarakan ketidaksetujuannya seraya menakut-nakuti rakyat akan besarnya utang dan investasi China untuk pembangunan infrastruktur. Tentu pembangunan jalan tol termasuk di antaranya.

Lantas, hal itu ditanggapi oleh beberapa pendukung Jokowi yang kerap disebut Jokower. Mencontoh Ali Sadikin, beberapa Jokower mencandai, "Bagi yang gak setuju, ya gak usah pakai infrastruktur/tol yang dibangun oleh Jokowi pakai utang atau investasi China."

Mungkin banyak yang sudah tahu perkataan Bang Ali ini: "Bapak-bapak, kalau masih mau tinggal di Jakarta sebaiknya beli helikopter saja. Karena jalan-jalan di DKI Jakarta dibangun dengan pajak judi."

Saat itu, ada kalangan tertentu yang menolak keberadaan tempat judi yang digagas oleh Gubernur Jakarta sekira empat dasawarsa yang lalu itu. Uang pajak hasil berjudi dipakai untuk membiayai pembangunan Jakarta.

"Karena semua jalan dan jembatan itu dibangun dari hasil judi, lalau menganggap haram, jangan menginjakkan kaki di jalan yang dibangun Pemprov," ujar Ali Sadikin. Tentu tidak ada yang mengira Bang Ali serius melarang, bukan?

Begitu pula dengan beberapa Jokower yang bergurau di atas. Gurauan tersebut pun hanya ditujukan kepada mereka yang tidak setuju hutang dan investasi China saja. Bukan ditujukan kepada semua yang tidak mendukung Jokowi.

Pun, tidak ada Jokower yang mengklaim Jokowi membangun infrastruktur hanya untuk pendukungnya saja. Terlalu jauh jika ada pengamat atau politisi yang menarik kesimpulan seperti itu.

"Itu (pembangunan infrastruktur) tidak ditujukan untuk kelompok politik tertentu. Semua bisa menggunakan dan bisa memanfaatkan. Dan ketika pemerintah membangun, itu karena mandat kepada seorang pemimpin, salah satunya membangun fasilitas yang bisa digunakan oleh masyarakat," tegas Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP, Eko Sulistyo.

Kalau kita melihat kenyataannya, memang banyak pembangunan infrastruktur dilakukan di kawasan yang bukan basis pendukung Jokowi.

"Jadi, marilah kita jadikan peristiwa mudik dan Idul Fitri ini sebagai momentum untuk silaturahmi kebangsaan," ajak Eko dengan simpatik.

Tapi, harus diakui, memang ada pihak tertentu yang dilarang menggunakan tol Jokowi. Yaitu, kendaraan roda dua.