Anak sulung adalah suatu titel bagi anak pertama yang dilahirkan dalam suatu keluarga. Keturunan menjadi hal yang sangat penting bagi sebagian besar pasangan suami istri. Mengetahui jika apa yang mereka hidupi dapat terus hidup adalah suatu dorongan yang indah. 

Tidak heran, jika anak sulung merupakan putra atau putri yang telah dinanti-nantikan. Saat anak pertama lahir, itulah masa di mana istri akan sah menjadi seorang ibu dan memasuki lembaran baru dalam pernikahan maupun hidupnya. Mencari tahu dan mencoba banyak hal baru mengenai bayi akan menjadi rutinitas baru bagi para ibu.

Secara tidak sadar, dorongan yang begitu besar untuk berusaha memberikan yang terbaik untuk anak pertamanya dilakukan sebagian besar ibu. Begitu pula dengan suami yang telah menggandakan peran menjadi ayah. Pelindung dan penyedia tidak hanya untuk istri tetapi juga untuk buah hati. 

Membesarkan anak dengan baik dan layak tidaklah mudah, selain bersiap secara finansial, perhatian untuk keadaan emosional anak juga perlu garis bawahi. Segala ‘jerih payah’ orang tua yang tidak dapat dibayar dengan uang, tetapi layaknya dapat ditebus dengan menjalani hidup yang sukses dan bahagia. Menjadi orang tua dari anak yang baik, berprestasi dan sukses merupakan dambaan setiap orang tua.

Sukses ialah taraf kehidupan yang didambakan setiap individu yang ingin mencapai kualitas hidup tertinggi menurut pandangannya. Layaknya panca indera yang bersifat subjektif dan tidak memiliki nilai mutlak, begitu pula taraf kesuksesan setiap orang. 

Namun, hingga tahap manakah kehidupan seseorang dapat dikategorikan sebagai kehidupan yang ‘sukses’? Melampaui gaya hidup orang mayoritas? Ataukah saat individu telah membagikan hal baik yang dicapainya kepada orang disekitar alih-alih menikmatinya sendiri? Tidak dapat dipungkiri, standar setiap individu mengenai kesuksesan tentu berbeda.

Orang tua tentu menginginkan yang terbaik bagi anaknya. Seiring berjalannya waktu, anak bertumbuh menjadi dewasa, harapan dan ekspektasi orang tua pun juga berkembang. 

Harapan dan cita-cita yang besar tidaklah bersifat negatif, jika orang tua mengerti apa end goal dari harapan yang selama ini mereka berusaha terapkan. Meski hal buruk pun akan terkesan baik jika dapat disampaikan dengan benar. Sama halnya dengan segudang ekspektasi dan harapan orang tua terhadap anaknya terlebih anak sulungnya.

Jarang ditemukan anak sulung yang manja dan kekanak-kanakan. Anak sulung dapat tumbuh lebih dewasa karena telah melewati masa anak-anak dengan atensi penuh dari orang tua ataupun dari belajar merawat adik-adiknya.

Pandangan anak sulung ‘lebih mampu’ dibanding adik-adiknya juga didukung oleh faktor umur dan waktu kelahiran, anak pertama dipandang lebih mandiri, cakap, bertanggung jawab, kompeten dan banyak lainnya. Meskipun pandangan tersebut justru mengarah kepada hal-hal baik atau kelebihan yang secara tidak langsung menjadi ‘keharusan’ untuk dimiliki anak sulung. 

Tekanan untuk menjadi sesuai dengan standar kompetensi dari sudut pandang tidak hanya beberapa orang tetapi seluruh masyarakat, memberi beban lebih yang harus dipikul anak sulung yang tentu berbeda dengan yang dirasakan adik-adiknya.


Strukturalisme Sosial

Aliran filsafat strukturalisme menurut Claude Levi-Strauss akan memberi pencerahan mengenai bagaimana paradigma yang begitu luas tersebar dan menetap di masyarakat bisa terbentuk. Istilah “Struktur” atau “Strukturalisme” digunakan dalam berbagai bidang seperti biologi, sosiologi, psikologi, ilmu bahasa, fisika, matematika, dan ilmu kemanusiaan lainnya. 

Metodologi struktur itu sendiri dapat dipakai untuk mendiskusikan manusia, budaya, sejarah, juga hubungan antar budaya dan alam dengan menggunakan sistematik struktur sosial ekstensif dan pola psikologis tidak sadar yang menggerakkan perilaku manusia. 

Strukturalisme adalah dasar pemikiran bahwa seluruh masyarakat dan budaya memiliki pola struktur nilai yang tetap dan sama. Manusia dikendalikan oleh struktur bawah sadar, bisa dalam bilang sosial, ekonomi maupun politik. 

Secara tidak langsung, manusia adalah “hasil” dari struktur-struktur yang ada dan tidak lagi menjadi “pencipta” struktur-struktur tersebut. Levi-Strauss menggunakan metode strukturalistis dalam menyelidiki relasi kekerabatan demi menjumpai sistem atau aturan yang diterapkan pada suatu kelompok masyarakat.

Stigma mengenai kewajiban sukses anak sulung bukanlah hal yang baru ada di masyarakat. Teori strukturalisme oleh Levi-Strauss menjelaskan bahwa pandangan tersebut ada oleh karena struktur sosial. 

Aturan dalam suatu kelompok dapat menciptakan sistem bagi setiap individu yang terlibat di dalamnya. Setiap kelompok sosial memiliki kebiasaannya masing-masing yang terbentuk dari waktu ke waktu dan turun-temurun. 

Seperti cara mendidik anak di Amerika dan Indonesia tentu berbeda, hal ini terjadi karena adanya tradisi dan struktur sosial yang berbeda pada setiap wilayah atau kumpulan masyarakat. Strukturalisme tidak hanya mengenai kehidupan sosial, tetapi terjangkau pada bidang lainnya seperti politis, biologis, ilmu kemanusiaan, dan lain-lain.

Kesimpulan

Anak sulung adalah anak yang dipandang lebih cakap dibanding adik-adiknya, hal ini memberikan stigma bahwa kesuksesan haruslah diraih anak sulung ruang untuk berkembang. Pokok pemikiran masyarakat mengenai kesuksesan anak sulung dikendalikan oleh struktur sosial yang sudah terbentuk dan diterapkan pada suatu kelompok tersebut. 

Beban yang dipikul anak sulung tidaklah harus lebih berat daripada anak lainnya, karena pandangan sosial tersebut bersifat subjektif dan tidak dapat dikatakan kebenaran dan disama-ratakan pada setiap individu.