Di era sekarang, pendidikan menjadi salah satu faktor untuk menunjang karir. Demi mencapai karir yang diinginkan, setiap individu perlu mengembangkan kecerdasan kognitif dan juga kecerdasan emosionalnya. Kecerdasan emosional yang termasuk dalam pendidikan karakter pada dasarnya telah diterapkan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.

Pendidikan karakter berkaitan erat dengan salah satu program pemerintah yaitu profil Pelajar Pancasila.  Dikutip dari kemendikbud.go.id, Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Namun, apakah pendidikan yang telah diterapkan sedari dini tersebut berhasil membangun karakter yang sesuai dengan nilai Pancasila?

Sejatinya nilai-nilai Pancasila sudah ditanamkan dalam diri peserta didik melalui pendidikan formal di sekolah. Nilai-nilai Pancasila tersebut sudah seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya adalah menghargai orang lain yang sedang menjalankan ibadah, bertanggung jawab sebagai seorang siswa dengan mengerjakan tugas dengan jujur dan tepat waktu, menghargai dan menghormati perbedaan antar sesama, menghormati hasil keputusan bersama, dan juga membiasakan diri untuk bergotong-royong.

Setiap orang tua pasti berusaha membangun karakter yang baik dalam diri anaknya. Begitupun para pendidik yang berusaha sebaik mungkin membangun karakter yang baik dalam diri anak didiknya. Meskipun pendidikan karakter sudah ditanamkan sedari dini, masih ada oknum yang melanggar norma dan meninggalkan nilai-nilai Pancasila yang sudah diajarkan.

Dilansir verywellfamily, salah satu professor Rutgers University, Donald McCabe, melakukan survei yang melibatkan 24.000 siswa sekolah menengah. Hasilnya, 64 persen siswa mengaku menyontek saat ujian. Seolah melupakan aturan yang berlaku, para siswa melakukan kecurangan seperti menyontek, mengerjakan tugas atau ujian dengan menyewa jasa tugas, bahkan melakukan plagiarisme.

Para pelajar melakukan kecurangan dengan dalih merasa malas dan ingin mencari jalan pintas yang mudah. Kecurangan yang terjadi  tersebut mendorong pelajar yang lain untuk berbuat hal yang sama.

Selain dalam pengerjaan tugas individu, masih banyak pelajar yang mengerjakan tugas kelompok dengan mengabaikan tanggung jawabnya dalam kelompok. Ada yang lebih memilih untuk pergi nongkrong, ada juga yang memilih untuk memprioritaskan pekerjaan yang lain.

Pada dasarnya, pendidikan karakter menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Untuk dapat menguatkan karakter dan kemampuan peserta didik sebagaimana yang ada di profil Pelajar Pancasila, dapat melalui budaya sekolah, pembelajaran intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan juga projek penguatan profil Pelajar Pancasila. 

Dikutip dari kemendikbud.go.id perwujudan pelajar Indonesia dalam profil Pelajar Pancasila memiliki enam elemen utama yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Pelajar yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia adalah pelajar yang memahami hubungannya dengan Tuhan, yang memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta mengimplementasikan pemahaman tersebut dalam kehidupannya.

Pelajar yang dapat menerapkan pemahaman agamanya dalam kehidupan sehari-hari akan menciptakan pribadi yang taat kepada Tuhan dan berakhlak mulia.

Pelajar Indonesia sudah sepatutnya mempertahankan kebudayaan luhur dan identitas dari bangsa Indonesia itu sendiri.  Perlu juga bagi pelajar Indonesia untuk tetap terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain sehingga dapat menumbuhkan rasa saling menghargai dan menciptakan budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya bangsa.

Pelajar Indonesia haruslah memiliki kemampuan bergotong-royong dan juga memiliki rasa empati terhadap sesama. Gotong royong merupakan kemampuan untuk melakukan kegiatan bersama-sama dengan sukarela agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan lancar. Elemen dari bergotong  royong adalah rasa kepedulian dan rasa berbagi dengan sesama.

Pelajar Indonesia merupakan pelajar yang mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas semua proses dan hasil belajar yang telah ia raih. Kesadaran akan kemampuan yang dimiliki dan memilih langkah apa yang akan diambil untuk mengembangkan dirinya harus dimiliki oleh pelajar Indonesia.

Pelajar yang bernalar kritis dapat memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antar informasi, menganalisis informasi yang didapatkan, dapat mengevaluasi dan juga menyatakan kesimpulan dari semua informasi tersebut. Pelajar yang dapat berpikir kritis akan mampu menganalisis dan mengevaluasi informasi, dapat berpikir secara objektif dan dapat mengambil keputusan yang tepat.

Pelajar yang kreatif mampu berinovasi dan menghasilkan sesuatu yang bersifat orisinil, bermanfaat, dan juga berdampak positif bagi orang lain. Pelajar yang kreatif akan menghasilkan karya-karya yang luar biasa dan dapat bermanfaat bagi orang-orang di sekitarnya.

Enam elemen utama dari profil Pelajar Pancasila tersebut didasarkan dari nilai-nilai kelima sila Pancasila. Elemen-elemen tersebut belum sepenuhnya diterapkan oleh pelajar Indonesia. Masih banyak oknum yang melanggar elemen utama dari profil Pelajar Pancasila tersebut, yang mana kasusnya dapat kita temukan di lingkungan sekitar kita. 

Pendidikan karakter yang sudah ditanamkan masih belum sepenuhnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jika pendidikan karakter yang ditanamkan sedari dini masih belum bisa diterapkan dalam kehidupan, maka profil Pelajar Pancasila yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila juga belum bisa terwujud secara sempurna.