"Menerima keberlainan menjaga pluralisme" mungkin kalimat ini bisa mewakili sekaligus menyampaikan keinginan dari the foundhing father yang telah bersepakat menjadikan negara ini sebagai negara kesatuan yang berdiri diatas penghayatan akan pancasila sebagai dasar negara. Memaknai kalimat tersebut tentu saja memberikan gambaran kepada kita bahwa kondisi sosial kemasyarakatan hari ini mengalami suatu dekadensi moral yang cukup memprihatinkan. Oleh karena itu, kalimat "menerima keberlainan" merupakan konsekuensi logis yang harus diterima bangsa ini, karena bagaimanapun Indonesia bukanlah negara kecil dengan penduduk yang berasal dari satu suku bangsa yang sama. Sebaliknya Indonesai adalah negara besar dengan penduduk yang bervariatif, mulai dari suku, agama ras bahkan budaya yang terbilang cukup beragam.
Dengan menerima keberlainan bukan berarti menjamin persoalan bangsa ini selesai dengan sendirinya, justru dengan menerima keberlainan memungkinkan bahkan mewajibkan kepada kita untuk tetap bersikap arif agar perbedaan-perbedaan itu tetap terjaga dan terpelihara. Pada titik inilah, kebanyakan dari kita yang mengaku menerima keberlainan namun pada saat yang sama tidak sedikit dari kita yang kemudian menodai bahkan mengkhianati perbedaan itu. Oleh sebab itu, perlu adanya keberlanjutan akan pemahaman dari "menerima keberlainan", dan keberlanjutan itu hanya dimungkinkan dengan prinsip dan kesadaran bersama untuk tetap menjaga agar terpeliharanya pemahaman yang menjunjung tinggi pluralisme.
Disamping yang telah disebutkan diatas, bahwasanya sikap menerima dan menjaga pluralisme itu tidak hanya terbatas pada aspek pemahaman yang di gembar-gemborkan dalam ruang-ruang diskursus. Akan tetapi sikap tersebut harus termanifestasi dan terimplementasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan dalam memaknai keindonesiaan kita. Sejalan dengan itu maka Pancasila seharusnya mewujud dan terinternalisasi dalam pribadi setiap anak bangsa negeri ini. Sehingga upaya kita dalam "menerima dan menjaga pluralisme" senantiasa ternafasi oleh spirit the foundhing father yang teraktual dalam Pancasila sebagai falsafah negara Indonsia.
Oleh sebab itu, jika pancasila tidak terinternalisasi dan mewujud dalam pribadi seluruh lapisan masyarakat dengan konteks kehidupan berbangsa hari ini, maka perbedaan hanya akan menjadi momok yang sangat menyeramkan bahkan menakutkan. Hal ini tentu saja dapat dibuktikan jika penghayatan akan Pancasila sebagai dasar bernegara tidak terinstitusi dan terlembaga dengan baik dalam kehidupan sosial kemsayarakatan sehingga akibat yang ditimbulkan ialah berkembangnya paham-paham ekstrimisme yang cenderung mencederai ha-hak dasar manusia atau dengan kata lain pelanggaran terhadap hak asasi manusia akan semakin mendapat tempat. Menyepelekan Pancasila tidak hanya berbahaya tetapi juga berakibat fatal bagi kemajemukan bangsa ini. Sehingga apapun alasan yang dikemukakan untuk membenarkan tindakan kejahatan atas kemanusiaan tidak dapat diterima sekalipun dengan dalih yang mengatasnamakan agama.
Karena pada prinsipnya semua agama tidak mengehendaki adanya kejahatan terhadap kemanusiaan. Sebaliknya, seluruh agama sebagaimana yang terkandung dalam ajarannya justru menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini juga berlaku bagi islam, karena dalam perkembangan dunia sekarang ini, islam sering kali diidentikan sebagai agama yang anti kemanusiaan, anti kemapanan dan lain sebagainya. Tentu secara faktual kita tidak bisa membantah ini, karena toh memang nyatanya banyak diantara umat islam yang terlibat dalam jaringan terorisme baik nasional maupun internasional. Tetapi hal ini tentu saja bisa digugat, sebab dalam ajaran islam tidak menghendaki adanya kejahatan atas kemanusiaan justru dalam ajaran islam terkandung nilai-nilai universal yang itu menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Oleh karena itu umat islam Indonesia seharusnya tidak terpancing dan terpengaruh oleh paham-paham radikalisme yang berujung berakhir pada aksi-aksi terorisme. Karena bagaimanapun penyebaran paham keagamaan yang keliru ini bukanlah berangkat dari kultur islam umumnya dan khususnya Indonesia. Maka dari itu diperlukan adanya pendidikan alternatif yang diproyeksikan untuk mencegah penyebaran paham keagamaan yang mengalami sauatu distorsi pemahaman sekaligus memperkokoh jati diri generasi muda bangsa dengan kembali memaknai serta menghayati kultur keindonesiaan dan kebangsaan yang itu teraktual dalam kelima sila Pancasila.
Disamping pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari kejahatan luar biasa yang dalam hal ini berkaitan dengan terorisme, juga sangat dimungkinkan terjadinya sikap intoleransi umat beragama, bahkan antar suku maupun golongan yang merasa dirinya memiliki status dan kedudukan yang superior atas yang lain. Tentu terorisme merupakan satu kejahatan kemanusiaan yang tergolong dalam kategori extraordinary crime tetapi jangan sampai hal-hal yang besar ini kemudian membuat kita lupa bahwa ada pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang secara prinsipil diakibatkan oleh sikap yang intoleran, dalam pengertian menghujat maupun merendahkan satu golongan tertentu dengan memposisikan dirinya dalam kedudukan yang superior. Karena bagaimanapun pelanggaran terhadap hak asasi manusia baik dalam bentuk sekecil apapun tidak dapat dibiarkan apalagi Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum yang berlandaskan UUD dan Pancasila sebagai dasar/ideologi bangsa.
Berdasarkan pemaparan singkat diatas, maka konsekuensi logis yang harus diamini oleh seluruh elemen bangsa ini ialah dengan selalu memaknai arti penting toleransi dalam pengertian menerima keberlainan untuk selalu menjaga pluralisme yang itu harus teraktual dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara dengan selalu memegang tegguh prinsip berdemokrasi yang didalamnya dijiwai oleh spirit nasionalisme yang Pancasilais. Sehingga Indonesia dimasa mendatang tidak hanya menjadi negara dengan wilayah teritori yang luas tetapi juga diharapkan Indonesia kedepannya dapat mejadi contoh bagi negara-negara lain atas keluasan dan kebesarannya dalam menjunjung dan menghargai pentingnya arti kemanusiaan.