...tata kelola sanitasi yang mendesak perlu untuk diperbaiki.
Iya sih.
Pandemi Dunia Berawal dari Jakarta
Nama Indonesia, khususnya Jakarta lagi naik daun. Bukan urusan prestasi sepak bola atau swasembada pangan kayak tahun 1980-an, melainkan dalam sebuah karya sinema.
The Last of Us, demikian judul sebuah karya sinema layar kaca yang dibuat dalam tatanan miniseri, yang bisa disimak dari sebuah stasiun televisi berlangganan dengan penyiaran mendunia, yakni; Home Box Office, HBO.
Dalam satu episode karya sinema yang memiliki genre thriller science fiction, fiksi sains mencekam ini, terdapat kisah yang terjadi di Jakarta.
Satu tuturan yang mengabarkan bahwa ibukota negara Indonesia telah menjadi biang penyebaran epidemi satu penyakit yang belum ditemukan obat juga vaksinnya.
Satu penyakit mengerikan, berupa penularan sifat agresif manusia yang kehilangan akal pikirannya, berubah menjadi makhluk ganas pemangsa sesamanya.
Adalah jamur Cordyceps, satu jenis tanaman yang mampu berkembang biak subur di kawasan tropis, telah menjadi biang perubahan perilaku manusia menjadi agresif, dengan cepat menularkan penyakit yang sama, melalui satu gigitan saja.
Adapun aktris dan aktor pendukung The Last of Us episode Jakarta seperti Christine Hakim, kualitas aktingnya memang tak perlu diragukan lagi.
Hanya saja, akting Yayu Unru sebagai petinggi militer, terlihat canggung dalam hal menampilkan sikap dan kharisma seorang jendral bintang empat.
Aktor kawakan pegiat teater tersebut, tampak lebih tepat sebagai seorang ayah yang mengharu biru lantaran syok menghadapi kenyataan bahwa, solusi atas penyebaran wabah zombie di Jakarta adalah melalui pengeboman seantero kota. Bukan layaknya seorang jendral senior yang tetap menampilkan citra perwira dalam kondisi paling darurat parah sekalipun.
Selebihnya, jalinan kisah episode kedua yang menuturkan plot di Jakarta dalam The Last of Us, menyiratkan satu ironi, bahwa betapa Indonesia, khususnya Jakarta, telah terpilih sebagai lokasi asal muasal pandemi penghasil zombi.
Seolah dunia, terwakili oleh karya seni kalangan sineas ini, telah sepakat bahwa Jakarta memiliki tata kelola sanitasi yang mendesak perlu untuk diperbaiki.
Iya sih.
...wujud kekhawatiran manusia atas pelan-pelan hilangnya sumber pangan.
Bikin Ngeri Tapi Dinanti
Lalu, perihal zombi memang sudah menjadi tema laris dalam industri film yang tak hanya internasional, namun juga nasional meski jarang. Seperti dalam satu plot kisah Pengabdi Setan baik buatan versi 1980 maupun 2017.
Bermacam tema tentang zombi pun selalu dinanti pemirsa layar lebar. Mulai temba tentang kisah zombi yang serius, hingga humor.
Ada juga tema zombi yang futuristik macam Iam Legend, besutan tahun 2007 dan World War Z garapan 2013.
Ada juga kisah Zombi yang dibikin miniseri layar kaca berkepanjangan macam The Walking Dead ditayangkan HBO pada kisaran tahun 2012-an, yang kebanyakan adegan serunya berupa urusan gigit menggigit. Gigitnya pake gigi pula... Hiiiii geli kagak, sakit iya.
Ada lagi yang tema-tema zombi lucu macam Scouts Guide To The Zombie Apocalypse buatan tahun 2015, berkisah tentang sekumpulan anak pramuka yang ngalahin banyak zombi di sebuah desa di Amerika Serikat sana.
Kemudian ada Shaun of The Dead garapan tahun 2004, yang berkisah tentang pria lajang yang lagi putus cinta, lalu dia melampiaskan duka patah hatinya pada zombi-zombi yang berkeliaran di London.
Ada lagi, Zombieland buatan tahun 2009 dan sekuelnya satu dasawarsa setelahnya, tentang mutasi virus wabah sapi gila yang menular ke manusia menjadi zombi lewat gigitan.
Tentang zombi juga ada yang menjadi kisah romansa cinta antara sosok zombi pria muda dengan anak putri remaja dalam Warm Bodies karya sinema tahun 2013.
Bumi belahan Asia juga tak luput dari demam zombi yang ternyata juga menular tak melulu liwat gigitan semata, melainkan karya sinema. Train to Busan besutan sineas Korea tahun 2016 misalnya, yang saat ini telah terangkai menjadi dua seri.
Tema-tema kisah zombi, sebenarnya adalah wujud kekhawatiran manusia atas pelan-pelan hilangnya sumber pangan, sehingga manusia memangsa satu sama lain.
Sebagaimana tersirat dalam kisah The Road buatan tahun 2009, yang menggambarkan keadaan dunia pasca perang nuklir, berlanjut kanibalisme yang merajalela.
Sebuah tuturan yang sangat gelap, mencekam, seolah tiada harapan dan memberi permenungan bagi pemirsa, betapa suatu peperangan yang berdampak hilangnya sumber-sumber bahan pangan bagi dunia, maka sedapat mungkin manusia seisi bumi terhindarkan.
...zombi itu memang pernah nyata ada.
Kekhawatiran akan Ketertindasan
Wabah mendunia tentang proses manusia menjadi zombi bisa masuk logika keilmuan ranah biokimia, apabila kuman rabies yang membuat sifat agresif hewan mamalia seperti anjing, dikembangkan.
Tapi sebenarnya zombi itu memang pernah nyata ada, pas jaman perbudakan di kawasan Amerika Serikat bagian selatan hingga Amerika latin, yang kaya akan hasil bumi, pertanian dan perkebunan.
Suatu era yang jauh-jauh hari dianggap wajar, sebelum perbudakan dilarang mendunia, terutama pasca Perang Sipil di Amerika Serikat 1861-1865 antara kubu utara yang Union, yakni sang presiden Abraham Lincoln beserta pendukungnya, melawan kubu selatan, yaitu jendral Robert Edward Lee dan kawan-kawannya yang Confideration.
Jadi para budak, yang kebanyakan ras negroid waktu itu, dikasih ramuan semacam narkoba herbal sehingga mereka patuh, manut-manut saja disuruh bekerja 24 jam nonstop, bahkan minim makan pun minum dan mereka tetap bisa hidup.
Apakah tema kisah tentang zombi sebagai tayangan hiburan, juga punya makna perihal kejenuhan yang melanda banyak manusia, yang diwakili seniman baik layar perak pun layar kaca, terhadap rutinitas sehari-hari?
Kejenuhan yang terhinggap pada manusia karena hampir tiap hari melupakan waktu untuk memanjakan diri berupa mengembangkan bakat hobi dan perbaikan kapasitas diri?
Hap!
Manusia-manusia yang terjangkit perilaku zombi pun memangsa lalu menggigit siapapun manusia yang masih normal dan sehat, yang mereka temui.
Satu virus berupa rutinitas pun menjangkit, lalu meluas, membuat seisi bumi hanya terisi sekumpulan manusia tanpa gairah.
Hanya seutuhnya menjalani rutinitas, berhias tatapan kosong, karena tertindas.
“...in your head, in your head, they are dying.
In your head, in your head; zombie, zombie, zombie.
What's in your head, in your head?
Zombie, zombie, zombie...”
(Zombie, Cranberries, 1994)