…yang membuat persamaan-persamaan matematikanya seringkali berupa simbol-simbol daripada angka-angka.

Antara Klasik yang Mutlak dan Modern yang Relatif

Dalam fisika klasik, pembuktian tentang adanya fenomena Gravitasi, menjadi temuan yang fenomenal. Sementara fisika modern menyumbang pemahaman tentang sifat dualisme cahaya sebagai gelombang dan partikel, sebuah temuan besar sebagai suvenir abad ke-20.

Sejak itu, ilmu fisika yang dinilai telah mati suri, mandeg perkembangannya selama 300-an tahun, sejak penemuan Gravitasi pun temuan-temuan lainnya dalam cakupan fisika klasik, maka adanya fenomena dualisme cahaya telah membawa ilmu fisika bertualang lebih dalam mengkaji fenomena-fenomena alam dalam cakupan ranah hingga semesta jagat raya, kosmis. Baik makro kosmis maupun mikro kosmis.

Tak seperti pendahulunya yang lebih sering menelaah fenomena alam yang mutlak, kasatmata dan dapat dirasa panca indera, maka fisika modern jauh lebih abstrak, serba relatif, sehingga membutuhkan lebih banyak imajinasi para pegiatnya, yang membuat persamaan-persamaan matematikanya seringkali berupa simbol-simbol daripada angka-angka.

Oleh karenanya, pembuktian teori-teori pada fisika modern relatif memerlukan waktu yang jauh lebih lama sejak suatu teori diajukan. Salah satunya, adalah teori tentang keberadaan Medan Gravitasi.

Suatu teori yang menggabungkan fenomena temuan fisika klasik dengan imajinasi khas fisika modern terhadap fenomena kosmis, yang bahkan manusia pun masih belum mampu mengembara di dalamnya, sepenuhnya.



…hasil bertumbukannya dua benda bermassa supermasif, yakni tumbukan dua blackhole yang jenuh, mampat…

Temuan Atas Energi yang Merambat Abadi

Pada tahun 1915, fisikawan Albert Einstein mengemukakan teori tentang Medan Gravitasi yang mengelilingi suatu benda yang memiliki massa yang masif, misal planet, yang keberadaan Medan Gravitasi tersebut bahkan berdampak bisa membuat dimensi ruang dan waktu yang berada dalam benda bermassa masif tersebut, menjadi melengkung.

What a genius theory, yang memadukan fisika klasik, pada era Sir Isaac Newton pada abad ke-17, dengan fisika modern pada era Max Planck awal abad ke-20.

Medan Gravitasi yang menyelimuti benda-benda kosmis tersebut diakomodir dalam suatu persamaan matematika yang dikenal sebagai persamaan Medan Einstein, dengan metrik FLRW (Friedmann–Lemaître–Robertson–Walker), suatu metrik unik yang menggabungkan konsep Mekanika Kuantum yang tak kasatmata dan bersifat alam semesta mikro kosmis, dengan fenomena nyata alam semesta makro kosmis.

Persamaan tentang Medan Gravitasi tersebut mulai dikenal pada kisaran tahun 1915, pas seru-serunya berkobar perang besar, Perang Dunia Pertama, PD I.

Lebih 100 tahun kemudian, keberadaan Medan Gravitasi kosmis telah terbukti, melalui penelitian LIGO (Laser Interferometer Gravitational wave-Obervatory) pada 14 September 2015, setelah LIGO tak sengaja menangkap kicauan angkasa, hasil bertumbukannya dua benda bermassa supermasif, yakni tumbukan dua blackhole yang jenuh mampat, pada suatu tempat yang kejauhannya jutaan tahun cahaya dari bumi.

Rupanya Medan Gravitasi dari masing-masing blackhole mampat yang bertumbukan tersebut, menghasilkan gelombang-gelombang getaran yang merambat abadi, yang bahkan tertangkap jutaan tahun setelah proses tumbukan pertama kali terjadi.



…menjalani petualangan antar alam semesta yang jamak, lebih dari satu. Perjalanan antar Semesta Paralel.

Menggugah Minat Sains Melalui Karya Fiksi Sains

Keberadaan Medan Gravitasi kosmis ini bisa menjadi dasar penjelasan, bahwa setiap benda yang memiliki massa, yang untuk sementara dipahami sebagai benda mati, juga memiliki Medan Gravitasi masing-masing, yang memengaruhi model geometri dimensi ruang dan waktu yang menyelimuti setiap benda-benda kosmis tersebut.

Dalam karya-karya pop culture pada lingkup Fiksi Sains, maka keberadaan Medan Gravitasi menjadi penjelasan tentang khayalan akan adanya Teleportasi, baik individu maupun kelompok individual dalam serial Star Trek.

Bahkan, hingga kemungkinan setiap benda, baik hidup maupun mati, yang memiliki massa unik akan mengalami pelengkungan dimensi ruang dan waktu, yang memungkinkannya, baik individu maupun kelompok, menjalani petualangan antar alam semesta yang jamak, lebih dari satu. Perjalanan antar Semesta Paralel.

Suatu petualangan dalam sentuhan Fiksi Sains, sebagaimana sering menjadi kisah seri-seri layar lebar garapan Marvel Cinematic Universe (MCU), antara lain besutan terbaru yang berkisah tentang Kegilaan Semesta Paralel, Multiverse of Madness.

Gambaran kisah-kisah yang dikemas dalam tema Fiksi Sains dalam bentuk gambar hidup yang penuh teknologi efek sinetografi tersebut, memang tak semudah yang terbayangkan. Tapi tetap memungkinkan.



…merangkum perjalanan setiap semesta beserta isinya selengkapnya, berupa Kitab yang Nyata…

Alam-alam Semesta Tercipta Sesuai KehendakNya

Keberadaan Semesta Paralel sendiri telah digambarkan sebagai KalamNya dalam Kitab Suci, yakni tentang penciptaan alam-alam semesta berupa tujuh lapis langit.

Disebut sebagai Paralel, bukan Seri, karena setiap alam semesta tersebut mendapat sentuhan pengelolaan kosmis yang tersendiri dan unik.

Keberadaan alam-alam semesta baik alam duniawi, yakni langit, bumi dan yang berada di antara keduanya. Lalu ada alam semesta peralihan sementara antara dunia dan akhirat atau dikenal sebagai alam Barzah. Kemudian ada alam Akhirat yang di dalamnya terdapat semesta neraka dan semesta surga.

Hingga ‘Arsyi, semesta  singgasana Tuhan, serta semesta catatan-catatan Ilahiah yang merangkum perjalanan setiap semesta beserta isinya selengkapnya, berupa Kitab yang Nyata atau yang lebih dikenal dengan Lauh Mahfudz.

Keberadaan semesta-semesta ciptaan Ilahi tersebut telah menjadi petunjuk tentang adanya Semesta Paralel yang saling berimpit, dengan jarak yang relatif berjauhan satu sama lain, dalam kerangka berpikir manusia, sang makhluk ciptaanNya.

Semua penggambaran dan penjelasan sebagai Kalam-KalamNya dalam kitab suci, ditujukan bagi orang-orang yang berakal dan berpikir, dalam kerangka mengakui keberadaanNya dan mengimani keEsanNya.

Sejalan dengan makna doa; “Alhamdulillahirabbil ‘Alamiin.

“Praise be to Allah, the Lord of the Universe(s)”