Syi'ah secara harfiah (Arab) berarti pengikut. Di dalam perkembangannya, Syi'ah dimaksudkan kepada mereka yang menjadi pengikut dan pendukung Ali bin Abi Thalib. Syi'ah pada awalnya merupakan golongan yang berorientasi hanya pada aspek politik. Tapi, kemudian menjadi sebagai salah satu mazhab dalam teologi Islam.

Golongan Syi'ah sangat mengkulutus-individukan Ali dan keturunannya. Mereka beranggapan bahwa yang berhak menjadi pemimpin umat Islam hanyalah Ali dan keturunannya.

Dari beberapa literatur yang ada, Abdullah bin Saba' yang merupakan rahib Yahudi dari Yaman, yang masuk Islam pada periode pemerintahan Khalifah Usman bin Affan, ialah yang mempelopori gerakan Syi'ah tersebut. Abdullah yang menokohkan Ali, kemudian menyebarkan isu bahwa nabi Muhammad saw memberikan wasiat kepada Ali untuk menjadi pemimpin, dan mengatakan bahwa Khalifah sebelumnya tidaklah berhak berada pada posisi tersebut.

Nabi Muhammad saw. wafat 12 Rabi'ul Awal 11 H, atau bertepatan dengan 8 Juni 632 M. Beliau menunaikan risalah Islam selama 32 tahun.

Beliau tidak pernah berwasiat siapa yang akan menjadi pengganti beliau atau dalam hal ini menjadi Khalifah. Beliau juga tidak pernah memberikan petunjuk maupun pedoman-pedoman tentang sistem pemilihan khilafah. Ini berarti bahwa nabi Muhammad saw. mempercayakan kepada umat untuk menentukan kebijakan tersebut, dengan melihat keadaan dan tempat.

Ketika beliau wafat, hari-hari itu juga merupakan momen yang paling mendebarkan bagi umat muslim. Ketika beliau sudah tiada, berarti sedang terjadi kekosongan kepemimpinan umat muslim. Ini ditunjukkan dengan masing-masing golongan menginginkan pihaknya yang menjadi Khalifah. Perbedaan dan perdebatan terjadi.

Pada waktu itu, ketika terjadi perdebatan soal khilafah, di tempat yang kemudian kita sebut Saqifah Bani Sa'idah, Ali bin Abi Thalib tidak berada di lokasi, beliau lagi sibuk mengurus jenazah Nabi Muhammad saw. Bahkan dalam perdebatan itu, nama Ali tidak pernah disebutkan sebagai kandidat untuk menjadi khalifah.

Umar bin Khattab menjadi sosok yang kemudian melerai perdebatan tersebut, beliau langsung tampil, dan membaiat Abu Bakar as-Shiddiq sebagai Khalif pertama. Baiat tersebut kemudian diikuti oleh lainnya yang ikut hadir.

Ali bin Abi Thalib akhirnya menjadi Khalifah keempat setelah Usman bin Affan. Ali dibaiat ketika perbedaan sangat menegangkan, dikarenakan masih ada pihak belum terima dengan kematian Usman bin Affan.

Ketika Ali memerintah, banyak terjadi pemberontakan yang merugikan umat muslim itu sendiri. Salah satunya yakni terjadinya perang Jamal, yakni perang antara pihak Ali dan pihak Aisyah ra. yang merupakan ibu mertua Ali itu sendiri. Perang ini merupakan perang pertama yang terjadi antara sesama umat muslim, yang sebulan kemudian terjadi perang Shiffin.

Secara garis besar, sedikitnya ada empat pihak di masa kekhalifahan Ali, yakni pihak yang mendukung Ali, pihak yang tidak mengakui Khalifah Ali sebelum masalah pembunuhan Usman selesai yang dipimpin oleh Mu'awiyah, kemudian pihak Aisyah ra. yang mengaggap Ali dibaiat secara paksa, dan ada pihak yang pasif yakni dipimpin oleh Abdullah bin Umar.

Pada perang Shiffin, setelah terjadi pertikaian yang mencolok akibat proses tahkim yang sangat merugikan Ali, akhirnya terbentuk dua kubu di dalam internal, yakni pihak yang sangat menghormati Ali yang dikenal dengan Syiah, dan yang membenci Ali, atau dikenal dengan sebutan Khawarij.

Khawarij dalam tujuannya, akhirnya bisa membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib, pada 17 Ramadhan 40 H oleh Abdurrahman bin Muljam. Ali dimakamkan di Najaf, Bagdad. Beliau memerintah dimasa yang tidak pernah tenang dari peperangan, selam 4 tahun 9 bulan.

Setelah kematian Ali, Hasan putra sulung Ali diangkat menjadi khalifah. Namun karena karakternya yang tidak menginginkan permusuhan, akhirnya Hasan berdamai dengan pihak Muawiyah. Penyerahan kekuasaan dari Hasan ke Mu'awiyah merupakan pukulan telak bagi golongan Syiah. Namun, pada akhirnya Hasan yang mengasingkan diri itu, terbunuh juga dengan cara diracun.

Mu'awiyah memerintah Bani Umayyah selama kurang lebih 20 tahun, dan selama itu pulalah orang-orang Syiah dan Khawarij diburu-buru. Mu'awiyah digantikan oleh anaknya, Yazid bin Muawiyah.

Husein, merupakan anak Ali yang mewarisi watak dan karakter yang sama sepertinya. Husein bersifat ksatria, beliau tidak pernah mengakui Raja Yazid, karena kejahatannya terhadap keluarganya dan watak yang dibencinya.

Yazid bin Muawiyah memerintahkan panglimanya untuk memerangi Husein, yang pada akhirnya terjadi perang di padang Karbala, antara pihak Husein dan pihak Yazid. Kekuatan antara keduanya sangat tidak sebanding, yang kemudian membuat Husein dan seluruh pasukannya terbunuh. Kepala Husein dipenggal dan dibawa beriring-iringan oleh Panglima Ubaidillah, sebagai penghormatan kepada Raja Yazid. Kejadian ini terjadi pada 10 Muharram.

Peristiwa karbala tersebut, akhirnya dikenang oleh orang-orang Syiah di seluruh dunia, untuk mengenang dan belasungkawa atas terbunuhnya Husein bin Ali. Wanita-wanita syiah juga ketika bulan Muharram tiba,  semuanya berbaju hitam, guna mengenang tragedi tersebut.


Pokok Pikiran Syi'ah

Golongan Syi'ah memiliki lima prinsip dasar dan wajib dianut, yakni al-tauhid, al-'adl, al-Nubuwwah, al-imamah, dan al-ma'ad.

Pertama, al-Tauhid, pada dasarnya sama seperti kaum muslimin mayoritas. Syi'ah membagi 2 bentuk sifat-sifat Allah, yaitu al-tsubuthiyyah atau wajib ada pada Allah dan al-Salbiyah atau sifat yang tidak mungkin ada pada Allah.

Kedua, al-'adl, yakni Syi'ah meyakini bahwa Allah Mahaadil. Allah tidak akan melakukan perbuatan buruk atau zalim. Semua kejadian yang terjadi, semua ada tujuan, alasan, serta hikmah di baliknya.

Ketiga, al-nubuwwah, yaitu kepercayaan terhadap keberadaan nabi-nabi. Ini sama seperti yang diyakini oleh mayoritas kaum muslimin. Bahwa nabi Muhammad saw, adalah nabi terakhir.

Keempat, al-imamah, ini merupakan hal paling penting di dalam Syi'ah. Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama sekaligus urusan dunia. Ia adalah pengganti Rasulullah saw dalam mewujudkannya kebaikan dan ketentraman umat. Namun, yang membedakan, mereka menganggap bahwa hanya Ali dan keturunannya lah yang mampu menjadi imam.

Kelima, al-ma'ad, yakni merupakan keyakinan yang mempercayakan kepada hari akhir, bahwa itu pasti akan terjadi. Manusia akan dibangkitkan dalam keadaan jasadnya seperti sediakala. Semua manusia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat nanti.


Referensi

H.M Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993.

Nasir Makarim Syirazi, Akidah kami: Tinjauan Singkat Teologi Syiah Dua Belas Imam (Jakarta: Nurul Al-Huda, 2012)

Nasir, Sahilun. A. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya. (Jakarta: Rajawali Press, 2010)