Thomas R. Dye merupakan akademisi kebijakan publik yang sudah mendunia melalui analisis dan karyanya dalam bidang studi kebijakan publik. Dalam bukunya “Understanding Public Policy” edisi ke-15 ini, Dye kembali menuliskan pemikirannya tentang studi kebijakan publik, khususnya berfokus kepada studi kasus kebijakan Barack Obama pada periode keduanya sebagai Presiden Amerika Serikat (2012-2016).
Buku ini secara umum terbagi ke dalam dua bagian besar yang terdiri dari 16 bab. Bagian pertama, yaitu bab 1 sampai 4 berfokus kepada studi kebijakan publik mulai dari definisi, model, proses pembentukan, hingga evaluasi kebijakan publik.
Bagian kedua yang terdapat pada bab 5 sampai 16 berfokus menguraikan kebijakan Presiden Barack Obama dalam beberapa bidang seperti politik dalam negeri, pemberantasan kriminalitas, kesejahteraan dan kesetaraan sosial, kesehatan, pendidikan, ekonomi, perpajakan, perdagangan internasional dan imigrasi, energi dan lingkungan, hak asasi manusia, pertahanan, dan keamanan.
Studi Kebijakan Publik
Dalam empat bab awal, Dye menguraikan analisisnya mengenai studi kebijakan publik. Dimulai dari bab pertama, Dye menuliskan definisinya yang termasyhur tentang kebijakan publik, yaitu kebijakan publik adalah apa yang dipilih untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.
Definisi ini sekaligus menegaskan bahwa kebijakan publik berfokus kepada sikap pemerintah terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat dan negara. Sikap pemerintah baik melakukan sesuatu ataupun acuh terhadap permasalahan adalah sebuah kebijakan publik.
Dalam bagian selanjutnya, Dye menyebutkan bahwa studi kebijakan publik meliputi juga ilmu politik di dalamnya. Hal ini berkaitan dengan dampak sosial, ekonomi, dan politik yang dihasilkan oleh aktivitas pemerintah melalui kebijakan publik yang dihasilkan.
Dye kemudian menggambarkan relasi antara studi kebijakan publik dengan ilmu politik dalam sebuah bagan sistem yang meliputi institusi, proses, dan perilaku dengan kebijakan publik beserta juga dengan kondisi sosial ekonomi. Dalam bagan tersebut diperlihatkan pula hubungan antara kebijakan publik, society, dan sistem politik dimana proses dalam bagan ini bersifat endless loop.
Dye kemudian menuliskan bahwa dalam proses yang terjadi dalam bagan tersebut menunjukkan bahwa diperlukan sebuah advokasi kebijakan guna “memasukkan” suatu isu dan permasalahan ke dalam sistem yang berjalan.
Selanjutnya, Dye menjelaskan perihal analisis kebijakan di mana ia menuliskan beberapa aspek yang perlu dipahami dalam melakukan analisis kebijakan seperti urgensi akan perlunya limitasi otoritas pemerintah, potensi terjadinya ketidaksepahaman ataupun subjektivitas penafsiran terhadap permasalahan yang terjadi, batasan kemampuan riset, serta kompleksitas perilaku individu. Hal-hal inilah yang kemudian menjadikan proses analisis kebijakan sebagai sebuah seni.
Pada bab 2, Dye menuliskan beberapa model analisis kebijakan. Terdapat delapan model yang dijelaskan oleh Dye, yaitu model proses, institusional, rasional, inkremental, kelompok, elit, pilihan publik, dan teori permainan.
Model analisis kebijakan ini secara umum bertujuan untuk memudahkan dalam memahami kaitan antara kebijakan publik dengan politik serta mengidentifikasi aspek penting dalam permasalahan kebijakan. Ke-8 model ini erat kaitannya dengan ilmu politik. Ke-8 model analisis kebijakan tersebut akan dibahas secara ringkas dalam tulisan ini.
Pertama, model proses menekankan terhadap proses dan perilaku politik sebagai sentral daripada ilmu politik. Model proses terdiri dari beberapa tahapan, yaitu identifikasi masalah, agenda setting, formulasi kebijakan, pelegitimasian kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan. Kedua, model institusional berfokus kepada kebijakan publik sebagai output dari institusi negara.
Dalam model ini, pemerintah menjadi aktor utama kebijakan publik yang memiliki wewenang dalam pembentukan kebijakan publik. Ketiga, model rasional yang menekankan keuntungan sosial maksimum sebagai pencapaian.
Dalam model ini, beberapa tahapan perlu dilalui mulai dari pemetaan nilai di dalam masyarakat, perumusan alternatif kebijakan, hingga memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
Keempat, model inkremental adalah model yang berupaya memodifikasi kebijakan publik yang sudah pernah dibuat sebelumnya oleh pemerintah dengan menyesuaikan kondisi terbaru.
Model ini dilakukan dalam situasi dimana perumus kebijakan tidak memiliki cukup informasi dan waktu guna merumuskan kebijakan publik baru. Kelima, model kelompok dimulai dengan proposisi bahwa interaksi antar kelompok merupakan fakta politik. Model ini berupaya menemukan titik keseimbangan untuk menjembatani kepentingan antar kelompok.
Keenam, model elit yang memandang bahwa kebijakan publik adalah hasil preferensi elit pemerintah. Model elit melihat masyarakat sebagai pihak yang apatis dan tidak memiliki akses informasi terhadap sebuah kebijakan publik. Ketujuh, model pilihan publik yang cenderung lebih demokratis.
Model ini menekankan keuntungan maksimal secara ekonomi dan politik bagi individu dan kelompok. Terakhir, model teori permainan memiliki gagasan utama bahwa terdapat dua atau lebih partisipan kebijakan publik yang memiliki pilihan yang berbeda dimana para partisipan ini saling bergantung satu sama lain.
Dalam bab selanjutnya, Dye berfokus kepada proses pembentukan kebijakan publik. Studi kebijakan publik begitu menekankan pada proses pembentukan kebijakan lebih besar daripada fokus kepada dampak dan konsekuensi dari substansi kebijakan karena pada akhirnya, proses pembentukan kebijakanlah yang menentukan dampak serta konsekuensi dari suatu kebijakan publik.
Secara umum, proses pembentukan kebijakan publik serupa dengan analisis kebijakan dengan model proses yang melalui tahapan identifikasi masalah, agenda setting, formulasi kebijakan, pelegitimasian kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Dalam bab ini, Dye menjelaskan secara mendetail tiap tahapan dari proses pembentukan kebijakan publik. Salah satunya adalah tahapan agenda setting. Agenda setting dapat dipandang melalui dua sifat yang saling bertolak belakang, yaitu agenda setting yang bersifat top-down dan yang bersifat bottom-up.
Dalam agenda setting yang bersifat top-down, isu atau permasalahan kebijakan berasal dari preferensi dan pilihan elit politik baik. Namun, dalam agenda setting yang bersifat bottom-up, opini dan persepsi publik yang menjadi diskursus di masyarakat, salah satunya melalui sosial media menjadi sumber utama agenda kebijakan.
Di bagian selanjutnya, tahapan-tahapan lain seperti formulasi dan pelegitimasian kebijakan juga diperdetail aspek-aspek penting yang perlu dilalui dan dipertimbangkan seperti adanya pengaruh media massa, proses lobbying dalam menemukan titik keseimbangan antar kepentingan, hingga permasalahan anggaran dalam pelaksanaan kebijakan publik.
Bab 4 buku ini kemudian berfokus kepada aktivitas evaluasi kebijakan. Aspek utama yang ditekankan dalam evaluasi kebijakan adalah dampak yang dihasilkan dari kebijakan publik.
Dampak yang dimaksud meliputi dampak terhadap situasi target kebijakan, dampak pada situasi selain target kebijakan, dampak pada kondisi sekarang dan masa depan, biaya yang dikeluarkan secara langsung, dan biaya tidak langsung termasuk peluang untuk melakukan alternatif lain. Idealnya, dampak-dampak tersebut dapat dievaluasi secara terukur.
Untuk melakukan evaluasi kebijakan terdapat beberapa cara yang bisa dilalui, yaitu rapat dengar pendapat dan laporan, kunjungan, mengukur ketercapaian program kebijakan, komparasi dengan standar profesional, evaluasi yang didasarkan komplain masyarakat, survey opini publik, serta investigasi oleh parlemen atau kongres.
Proses evaluasi kebijakan ini menjadi tahapan yang memiliki tingkat urgensi tinggi guna mengetahui tingkat kesuksesan kebijakan dan mempersiapkan langkah berikutnya.
Kebijakan Publik di Amerika Serikat
Bagian kedua buku ini, yaitu dari bab 5 hingga 16 berfokus kepada bidang-bidang kebijakan publik yang dijalankan di Amerika Serikat, khususnya kebijakan pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Barack Obama yang kedua (2012-2016). Kebijakan yang paling mendapatkan sorotan adalah Patient Protection and Affordable Care Act (Obamacare).
Dalam bab 5, disebutkan bahwa kebijakan Obamacare ini adalah bentuk baru yang berseberangan dengan tradisi federalisme Amerika Serikat. Kebanyakan orang berpikir bahwa kebijakan ini adalah asuransi kesehatan biasa. Namun, kenyataannya kebijakan ini mengubah cara pemerintah Amerika Serikat dalam mendistribusikan perawatan kesehatan secara keseluruhan.
Dalam bab lainnya, yaitu bab 8 disebutkan bahwa kebijakan Obamacare mendapatkan beberapa rintangan. Rintangan tersebut, yaitu tantangan konstitusional terhadap mandat individu yang dijalankan dalam kebijakan Obamacare, kepatuhan terhadap ekspansi anggaran asuransi kesehatan Medicaid, hingga kegagalan administratif.
Fenomena kebijakan Obamacare di Amerika Serikat ini menujukan bahwa sebuah kebijakan publik, khususnya kebijakan yang terhitung revolusioner perlu untuk dirumuskan dengan mendetail dan komprehensif sehingga maksud dan tujuan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan publik itu sendiri.