Hubungan Indonesia dengan dua China telah terjalin sejak lama. Dua China yang dimaksud yaitu Republik Rakyat China (RRC) yang secara luas dikenal dengan sebutan China dan Republik China atau yang juga dikenal dengan Taiwan.
Keberadaan dua China ini tidak lepas dari adanya perang saudara antara Kuomintang beraliran nasionalis melawan Partai Komunis China. Berakhirnya Perang Saudara China pada tahun 1949 yang ditandai dengan kemenangan pihak komunis menyebabkan Kuomintang melarikan diri ke Pulau Formosa yang kemudian dikenal dengan Taiwan.
Pemerintahan komunis yang berkuasa di mainland China inilah yang kemudian disebut dengan Republik Rakyat China (RRC). Sementara itu, pihak nasionalis yang melarikan diri ke Pulau Formosa mendirikan Republik China (Taiwan). Kedua pihak ini saling mengklaim bahwa masing-masing dari mereka merupakan penerus sah China.
Indonesia telah menjalin hubungan diplomatik dengan RRC sejak 13 April 1950. Republik Rakyat China merupakan partner perdagangan terbesar Indonesia. Di tahun 2021, nilai ekspor Indonesia ke RRC mencapai US$53,7 miliar atau sekitar 23,5% dari total ekspor Indonesia.
Selain itu, melalui program Belt and Road Initiative milik RRC, Indonesia juga berkesempatan untuk membangun dan mengembangkan infrastruktur dalam negeri dengan dana yang berasal dari investasi RRC. Salah satu proyek kerja sama Indonesia dengan RRC yaitu Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan biaya mencapai US$6,1 miliar. Proyek kerja sama ini didanai oleh China Development Bank.
Namun jauh sebelum itu, hubungan diplomatik Indonesia dengan RRC sempat terputus, tepatnya pada tahun 1965 dikarenakan adanya tuduhan keterlibatan Partai Komunis China dalam peristiwa G30S/PKI. Kedua negara akhirnya kembali memulihkan hubungannya pada tahun 1990.
Sementara itu, Indonesia tidak memiliki hubungan resmi dengan Taiwan. Hal ini dikarenakan di dalam kebijakan Satu China atau One-China Policy, Indonesia hanya mengakui kedaulatan RRC. Meskipun begitu, Indonesia tetap menjalin kerja sama di berbagai bidang dengan Taiwan. Indonesia juga memiliki kantor dagang dan ekonomi di Taipei yang didirikan pada tahun 1970.
Pada tahun 2019, Taiwan menjadi investor terbesar ke-14 di Indonesia dengan nilai investasi mencapai US$400 juta. Dalam kerja sama di bidang pendidikan, sejak 2004, Taiwan telah memberikan beasiswa kepada masyarakat Indonesia yang memiliki ketertarikan belajar Bahasa Mandarin.
Taiwan merupakan salah satu tujuan utama bagi para tenaga kerja Indonesia (TKI). menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat pada tahun 2020 sebanyak 79.574 TKI berada di Taiwan. Jumlah tersebut hampir setara dengan jumlah TKI di Malaysia. Gaji rata-rata TKI di Taiwan berkisar NT$17.000 atau sekitar Rp 8,6 juta hingga NT$23.000 atau sekitar Rp 11,6 juta.
Di dalam menjalin hubungan baik dengan RRC ataupun Taiwan, sikap Indonesia tergolong sangat berhati-hati. Meskipun menganut politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia tidak serta merta dapat membuka hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan karena hal tersebut akan memicu kemarahan RRC. Hal ini tidak lepas dari pandangan Republik Rakyat China (RRC) yang masih menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya.
Langkah hati-hati Indonesia ini dapat dilihat di mana Indonesia hanya membuka kantor dagang di Taipei bukan kantor kedutaan besar. Hal tersebut merupakan pembuktian bahwa Indonesia menghormati Kebijakan Satu China yang mana Indonesia hanya mengakui RRC sebagai negara berdaulat.
Selain kehati-hatian di dalam membuka hubungan diplomatik dan kerja sama, Indonesia juga menunjukan netralitasnya dalam ketegangan antara RRC dan Taiwan di Selat Formosa. Meskipun bersikap netral, Indonesia terus mendorong perdamaian diantara kedua pihak dan berupaya dalam mencegah terjadinya peningkatan eskalasi di kawasan tersebut.
Sikap hati-hati Indonesia dengan tetap menjalin kerja sama dengan RRC dan Taiwan serta netralitas Indonesia dalam ketegangan di Selat Formosa bukanlah tanpa alasan.
Melalui politik luar negeri bebas aktifnya, Indonesia sangat menjunjung tinggi perdamaian. Ketidakberpihakan Indonesia di dalam ketegangan antara RRC dan Taiwan membuktikan bahwa Indonesia menginginkan terciptanya perdamaian di antara kedua negara.
Selain kesesuaian dengan politik bebas aktifnya, sikap hati-hati Indonesia ini membawa dampak positif bagi Indonesia. Indonesia masih dapat berhubungan dengan Taiwan tanpa membuat marah RRC.
Dengan begitu, Indonesia masih tetap dapat melakukan kerja sama dengan kedua negara. Selain itu, investasi dari kedua negara juga dapat terus mengalir ke Indonesia.
Keberadaan TKI di Taiwan telah sangat membantu Indonesia dalam menyumbang devisa bagi negara. Tanpa harus menjalin hubungan diplomatik resmi dengan Taiwan, Indonesia telah mendapatkan banyak sekali manfaat.
Begitu pula dengan menjalin hubungan diplomatik resmi dengan RRC yang telah berhasil menempatkan RRC sebagai partner perdagangan terbesar Indonesia mengalahkan Amerika Serikat.
Sikap hati-hati dalam menjalin hubungan dengan dua China serta sikap netral dalam ketegangan di Selat Formosa harus tetap dipertahankan oleh Indonesia. Hanya dengan sikap itulah Indonesia dapat memperoleh manfaat dari hubungan dengan RRC dan Taiwan secara maksimal khususnya dari segi ekonomi.