Berkat dari Tuhan jika dilahirkan sebagai anak terakhir dan “katanya” paling disayang
Waww.. seakan-akan kata disayang, dimanja, dan paling bahagia adalah suatu hal yang sudah terlabel pada setiap anak bungsu yang lahir di dunia ini.
Bukan suatu pilihan jika kita tidak dilahirkan menjadi anak pertama yang memiliki peran primadona kebanggaan ayah dan ibu.
Bukan suatu pilihan jika dilahirkan menjadi anak bungsu harapan terakhir… entah itu harapan satu-satunya ataupun wujud harapan gagal dicapai oleh Si sulung.
Sedari kecil melihat keegoisan dan rasa kecewa di sekelilingmu. Ayah dan Ibu hanya bisa berkata “nasib kakakmu dulu tak seindah nasibmu sekarang, bersyukurlah atas apa yang ada dan sesekali mengalah”
Label Si Bungsu yang seharusnya tak pernah dirasakan sampai akhirnya mengerti apa itu artinya kehidupan yang sebenarnya. Dimana kita bisa mempertahankan apa hal yang seharusnya kita dapatkan. Suatu hal yang memang seharusnya bisa dirasakan… kasing sayang, cinta, dan pengakuan.
Beranjak dewasa kukira aku akan bahagia dengan masa depan yang bisa kutata dan kuatur bagaimana cara untuk meraihnya dan membanggakan Ayah dan Ibu kelak.
Seribu satu cara ku tunjukkan apa kelebihanku, keinginanku, impianku, dan cara untuk menggapai hal tersebut. Seribu satu cara aku dituntut bisa lebih dari itu dan dituntut untuk bisa lebih dari prestasi Sang Kakak.
Bukankah setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing… Bukan sebuah kesalahan jika aku adalah kanvas yang gagal untuk mereka gambar. Aku punya kelebihan yang mungkin belum kalian lihat.. ataukah kelebihanku itu belum cukup membuat kalian bangga terhadap Si Bungsu satu ini?
Sudah merasa kau cukupi apa yang seharusnya aku dapatkan??? Bukan hanya materi, anakmu ini belum dewasa. Anakmu ini butuh dorongan agar masa depannya bukan gambaran apa yang seharusnya kalian liat pada kakak-kakanya. Aku memiliki masa depan di mana itu hanya ada pada diriku dan hanya aku yang bisa meraihnya. Dorongan dari orangtua adalah hal yang paling penting bagi setiap anak untuk percaya bahwa mimpi yang selama ini mereka dambakan itu ada. Kepercayaan dari Ayah dan Ibu untuk meraih apa yang aku inginkan ke depannya sangat berarti dan berjasa. Hanya kepercayaan itu yang bisa membuat perjuanganku selama ini memiliki arti.
Si Bungsu dengan setiap maslaah yang dihadapinya, penyelesaiannya sudah pasti diselesaikan orangtua dan keluarganya. Si Bungsu sudah menginjak dewasa yah..bu… Dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia tidak tahu bagaimana cara memecahkan suatu masalah, mencoba memahami masalah yang ada, dan bereaksi terhadap masalah itu.
Ayah dan Ibu belum sempat mengajarkan itu kepada aku, belum kau ajarkan aku untuk mengambil keputusanku sendiri dalam hidup. Hidup yang selama ini aku jalani adalah apa yang kalian tuntut terhadapku.
Aku tidak kekurangan kasih sayang dan aku pun tidak kekurangan cinta dari kalian. Selalu kau ajarkan bahwa takaran sayang dan cinta terhadapku hanya sebatas itu.
Selalu kau ajarkan aku bahwa kebahagiaan ku sekarang lebih dari kakakmu dulu, lebih dari masa kecil mereka dulu, lebih , lebih, dan lebih. Mungkin kalian lupa memberi perhatian pada Si bungsu ini bahkan ketika dia sudah menginjak usia dewasa.
Usia dewasa di mana aku bisa belajar dari orang di sekelilingku dan mengerti lebih apa arti kehidupan yang sebenarnya. Fase dewasa yang seharusnya bisa kupelajari pada ajaran di lingkungan keluarga. Pada kenyataannya aku sudah dewasa sejak aku mulai bisa mengenal kehidupan. Aku sudah tau apa arti mengalah sejak aku tumbuh dari kecil, dan aku sudah bisa belajar untuk mengerti itu semua… tanpa aku tau caranya agar aku bisa mengerti diriku sendiri.
Dewasa bukan hanya sekedar usia, tapi dewasa bagiku adalah pola pikir dan mental yang mulai terbentuk ketika kamu berhasil memahami dan mengalah demi orang lain. Bukan sebuah prioritas jika dirimu belum bahagia. Diajarkan untuk selalu mengerti orang di sekelilingmu tanpa melihat wujud bagaimana mengutarakan sayang…itu berat.
Dituntut untuk selalu mengerti tanpa pernah tau bagaimana kamu dimengerti. Dituntut untuk selalu mengalah tanpa pernah tau bagaimana rasanya egois. Dituntut untuk bisa mandiri tapi setiap permasalahan yang ada pun bukan aku yang memutuskan penyelesaiannya.
Paham bukan? Si Bungsu ini terlihat kuat diluar tapi rapuh did alam.
Proses kedewasaan yang ada pada diriku bukanlah hal yang mudah. Setiap kata-kata baru yang aku kenal dari luar sana.. kupikir itu adalah hal yang seharusnya aku lakukan. Itu semua mungkin hanyalah omong kosong yang diucapkan oleh anak kecilmu ini. Bukankah begitu? Kau selalu menganggapku masih kecil dengan semua pemahaman yang bahkan sudah aku kenal dari luar. Aku sudah belajar… aku sudah mengerti… hanya saja itu bukan dari keluarga ini.
Aku melihat keras dan egoisnya orang di luaran sana tapi aku melihat perlawanan yang bisa mereka rasakan. Jujur aku juga ingin seperti itu tapi hati ini terlalu rapuh hanya untuk melihat kesedihan dan kemarahan dimata orang lain.
Dunia memang keras, aku bahkan buta untuk mengerti apa yang sebenarnya terjadi di sekelilingku. Aku bingung untuk memahami apa yang aku rasakan dan apa yang aku ingin lakukan. Terdapat singa dalam diriku ini yang ingin kuluapkan pada dunia di luar sana.
Masalahnya.. aku tidak tahu bagaimana caranya. Aku tidak mengerti bagaimana memiliki pribadi teguh pada pendiriannya. Aku tumbuh tidak memiliki pendirian yang kuat karena aku tidak pernah tau bagaimana caranya memecahkan suatu masalah yang ada.
Aku tidak penah menyayangkan diriku tumbuh sedewasa ini. Seolah-olah kebahagiaan dan kepentingan orang lain adalah suatu hal yang harus aku patuhi. Kekecewaan terhadapku adalah hal yang paling tidak aku sukai. Selalu berusaha untuk membuat orang bahagia walaupun dari lubuk hatiku selalu berkata “kapan kamu bahagia dengan apa yang kamu inginkan?”, “tidak kah kamu lelah dengan membantu orang lain bahagia?”. Rasa-rasa diri ini sudah lelah dengan kehidupanku setiap harinya.
Tumbuh untuk melihat tapi tak bisa dilihat…
Tumbuh untuk mendengar tapi tak bisa didengar..
Tumbuh untuk mengerti tapi tak bisa dimengerti…
Kata-kata perlawanan yang pernah aku ucapkan kepada kalian, itu adalah keberanianku pertama kali saat aku bisa merasakan apa itu marah. Aku bisa mengerti bahwa ini adalah suatu hal yang harus aku bela. Bukan sebutan anak pembangkang yang paling tepat tapi Si Bungsu ini sejujurnya baru mencari jatidiri yang sebenarnya.
Sesekali dalam hidupku aku ingin merasakan sebuah kebebasan dalam memutuskan apa yang tejadi dalam kehidupanku. Aku tidak salah karena ini adalah hidupku. Si bungsu ini berhak bahagia setelah selama hidupnya dihabiskan untuk mlelaui perjalanan panjang yang melelahkan. Perjalanan itu membawanya pada sebuah proses kedewasaan untuk mengerti kehidupan yang lebih keras tapi indah.
Beban ini terkadang terlalu berat yah, bu… kalian pasti bangga jika melihatku sukses kelak. Perlahan-lahan aku pasti bisa menggapai apa yang kalian doakan sehari-hari. Doa dan bimbingan yang kalian ajarkan akan selamanya tertanam dalam hati dan pikiranku. Dengan didikan keras yang kalian ajarkan, aku pasti bisa membuat keinginan yang selama ini jadi angan akan menjadi sebuah kenyataan.
Beranjak besar berarti tanggung jawab yang di emban pun semakin besar pula, target masa depanku nantinya bukan hanya tentang aku dan masa depanku. Pencapaianku nanti harus bisa membayar keringat dari ayah dan ibu untuk membesarkan aku selama ini.
Masa depanku nanti harus bisa lebih sukses dari kakak-kakak ku. Kehidupanku nanti harus bisa lebih baik dari apa yang seharusnya aku bayangkan. Hal itu mungkin adalah harapan yang sama dari ayah dan ibu. Melihat anakmu sukses adalah hal yang paling diinginkan bukan?
Semua hal yang telah kau berikan adalah segala sesuatu yang patut kusyukuri dalam hidup. Setiap kehidupan ada pahit dan bahagianya. Tak kala aku mendapatkan kepahitan yang lebih dulu aku rasakan, semoga nanti di masa yang akan datang semua kelimpahan kebahagiaan akan datang kepadaku.