Juventus adalah klub sepak bola asal Italia yang terletak di kota Turin. Juventus adalah klub serie-A paling sukses di Italia, memenangkan 34 scudetto.
Si Nyonya Tua kini praktis menjadi raja di Serie-A. Raihan 34 scudetto seolah makin mengukuhkan diri mereka di kasta tertinggi sepak bola Italia. Saingan terdekat mereka, Inter Milan dan AC Milan, bahkan hanya memiliki 18 gelar scudetto.
Lalu apa yang membuat Juventus begitu mendominasi di Serie-A?
Akan kita bahas alasan menurut saya yang membuat Juventus begitu kuat dan mungkin beberapa alasan ini juga seharusnya dapat diterapkan oleh klub-klub Serie-A lainnya.
1. Andrea Agnelli
Keluarga Agnelli dan Juventus bisa dibilang sudah saling mengenal sejak tahun 1923. Keluarga Agnelli merupakan pemilik dari FIAT (Fabbrica Italiana Automobile Turin) yang merupakan sponsor Juventus.
Dia merupakan keturunan ke-4 dari keluarga Agnelli yang menjadi presiden klub Juventus. Agnelli mulai menjabat pada tahun 2010, saat itu Juventus sedang dalam krisis berada di posisi 7 klasemen serie-A terburuk sejak mereka promosi dari Serie-B pada 2007.
Agnelli juga yang akhirnya mulai memperbaiki Juventus secara perlahan dengan investasi yang dilakukannya. Dengan kejelian Andrea Agnelli dalam menyeimbangkan bisnis dan sepak bola, akhirnya kekuatan finansial Juventus mulai stabil sehingga mampu memiliki stadion sendiri.
2. Stadion Milik Sendiri
Juventus memiliki stadion mereka sendiri. Ini sangat menguntungkan bagi klub karena mereka tidak perlu memikirkan biaya sewa stadion yang biasa dilakukan oleh klub-klub serie-A, bahkan biasanya klub Serie-A berbagi stadion seperti Inter dan Milan.
Dengan adanya Stadion milik sendiri, mereka juga seperti berinvestasi. Akan ada banyak pemasukan dari Stadion tersebut. Sponsorship pun akan banyak berinvestasi.
Awalnya nama Stadion mereka adalah Juventus Arena. Namun dengan masuknya sponsor, yaitu Allianz, maka nama stadion mereka pun berubah menjadi Allianz Arena, sama seperti milik Bayern Muenchen.
Adanya stadion dengan kepemilikan sendiri membawa dampak yang sangat baik bagi klub. Bagi para fans, mereka seperti memiliki rumah sendiri; bagi klub sendiri, bisa menjadi sumber pemasukan.
Uang dari penjualan tiket ataupun kunjungan di hari biasa bisa langsung masuk ke kas mereka. Mereka hanya perlu memikirkan biaya perawatan stadion dan pengembangan stadion. Nantinya uang yang masuk dapat mereka gunakan untuk pengembangan klub mereka juga.
Klub-klub serie-A seperti AS Roma dan AC Milan pun mulai mengambil langkah serupa dengan bersiap mendirikan stadion milik mereka sendiri. Dengan harapan usaha mereka bisa membawa mereka sukses seperti Juventus.
3. Direktur Olahraga
Fungsi direktur olahraga di Juventus ataupun di klub lain sebenarnya memiliki fungsi yang sama. Mereka fokus untuk strategi transfer klub atau bahkan pengembangan bakat-bakat di akademi mereka.
Dengan adanya direktur olahraga, manager bisa fokus dalam latihan, pengembangan strategi, dan kebutuhan lain dalam tim.
Kebijakan ini sebenarnya tidak dimiliki oleh semua klub, contohnya Chelsea dalam pembelian dan penjualan pemain Roman Abrahamovich-lah yang turun tangan langsung. Sehingga pelatih atau manager tidak turun tangan langsung, terkadang pembelian tidak sesuai dengan kebutuhan klub.
Di Juventus, posisi Direktur Olahraga dulunya dipegang oleh Giuseppe Marotta. Dialah otak dari transfer Juventus seperti Bonucci, Barzagli, Pogba, Tevez, Pirlo, Vidal, Morata, dan masih banyak lagi.
Perekrutan yang dilakukan Juventus seperti sangat tepat akan kebutuhan strategi tim. Bisa dikatakan, mereka menjadi kunci dari kesuksesan Juventus dalam merajai Serie-A 7 musim berturut-turut.
Marotta memikirkan proyek jangka panjang untuk Juventus, di mana dia berani untuk menjual pemain-pemain senior seperti Trezeguet, Camoranesi, Cannavaro yang sudah tidak memberi banyak kontribusi bagi tim. Nantinya ia akan merekrut pemain-pemain yang sekiranya akan berguna bagi tim.
Di bawah arahan Marotta, Juventus membeli pemain-pemain yang bisa dibilang murah namun memiliki kualitas. Pogba didatangkan gratis dari ManUtd. Berkembang, kemudian dijual kembali ke ManUtd yang saat itu sempat memecahkan rekor pemain termahal dunia.
Lalu kita bisa lihat Pirlo, dibuang AC Milan karena dianggap sudah habis namun Marotta memiliki pandangan bahwa Pirlo masih memiliki kualitas dan terbukti Pirlo menjadi jiwa di lini tengah Juventus.
Marotta pula yang menjadi dalang penunjukkan Conte dan Allegri pada saat itu sebagai manager Juventus yang membawa mereka meraih sukses di Serie-A sampai saat ini.
4. Kaya akan Taktik
Bisa dibilang Juventus memiliki skuad yang dalam, tim inti dengan tim lapis kedua memiliki kualitas yang bisa dibilang tidak jauh berbeda. Banyaknya pemain berkualitas dalam suatu tim terkadang seperti menjadi boomerang bagi manager tim, namun di Juventus justru dimanfaatkan dengan baik.
Conte maupun Allegri bisa berkreasi dengan banyak taktik dan strategi jikalau taktik utama mereka mengalami kendala.
Dengan adanya kualitas yang sama baiknya antara tim inti dengan tim lapis kedua dapat membuat rotasi dalam tubuh Juventus berjalan cukup baik. Sehingga mampu menghadapi jadwal ketat sebuah kompetisi.
Sebenarnya Juventus bukanlah masalah utama dari klub-klub Serie-A yang tidak berkembang. Jauh sebelum Juventus berkuasa 7 musim beruntun, tentu kita tahu betul bagaimana kekuatan tim Serie-A yang merata.
AC Milan, Inter Milan, bahkan As Roma mampu untuk bersaing dalam perebutan Serie-A. Namun setelah Juventus berbenah, namun secara tidak langsung memengaruhi keadaan klub besar Serie-A lainnya.
Sama halnya seperti bermain Football Manager, jika kita bermain dengan 1 klub dan menjadi juara misalnya 7 sampai 10 musim beruntun, akan memengaruhi finansial dari klub lain. Karena pemasukan terbesar tentu berasal saat menjuarai sebuah kompetisi.
Finansial klub yang tidak seimbang tentu dapat menimbulkan masalah. Pengembangan klub, transfer klub, semua menjadi terkendala.
Liga lain yang semakin menarik pun menjadi kendala bagi Serie-A. Liga lain dianggap lebih menarik dengan sepakbola menyerang dan atraktifnya seperti Premier League atau La Liga. Akhirnya pemain-pemain bintang Serie-A mulai hengkang seperti Kaka, Ibrahimovic, Cavani, dan banyak lagi.
Serie-A pun mulai dihuni pemain-pemain kelas B kecuali Juventus. Klub serie-A lebih suka membeli pemain secara gratis atau meminjamnya. Klub-klub tidak mau mengeluarkan uang lebih banyak untuk mendapatkan pemain kelas A yang berkualitas.
Kembali lagi pada masalah klub-klub Serie A, yaitu finansial mereka, yang harus mulai dibenahi. Lalu kebijakan transfer mereka yang harus berani diubah dengan mendatangkan pemain-pemain berkualitas. Atau memunculkan bakat-bakat dari akademi mereka dan mengembangkannya, bukan justru menjual ke liga lain.
Selain itu, klub-klub Serie-A harus lebih berani meninggalkan cattenacio kebanggan milik mereka dan mulai bermain lebih menyerang. Ini tentu akan menjadi daya tarik terbaru bagi klub serie-A.
Kesimpulannya adalah ada baiknya klub-klub serie-A mulai berbenah dan perlahan meniru Juventus. Dengan demikian serie-A akan mampu jadi lebih kompetitif dan akhirnya timnas Italia juga akan lebih baik ke depannya.
Karena dengan adanya liga yang baik, maka akan ada timnas yang baik pula.